Kisah Sufi Pir-i-do-Sara: Si Tolol, si Bijak, dan Kendi
Rabu, 22 Desember 2021 - 11:29 WIB
Idries Shah dalam bukunya berjudul "Tales of The Dervishes" mengakat kisah sufi berjudul "Si Tolol, Si Bijak, dan Kendi". Cerita sejenis ini dalam bahasa Inggris dikutip oleh Kolonel Wilberforce Clarke (Diwan-I-Hafiz).
Gagasannya konstruktif bahwa dengan menyerap ajaran ini lewat kisah-kisah sentilan, orang-orang tertentu mampu benar-benar "meningkatkan kepedihan" mereka terhadap kecenderungan tersembunyi.
Menurut Idries Shah, kutipan "meningkatkan kepedihan" ini berasal dari koleksi darwis yang dikumpulkan oleh Pir-i-do-Sara, 'Yang memakai Jubah Bertambal', yang meninggal tahun 1790 dan dimakamkan di Mazar-i-Sharif, Turkistan. Berikut kisahnya:
Tolol merupakan sebutan bagi orang biasa, yang selalu saja keliru menafsirkan apa yang terjadi padanya, apa yang dikerjakannya, atau apa yang dilakukan oleh orang lain. Ia melakukan semua ini secara meyakinkan karena --baginya dan orang-orang sepertinya-- sebagian besar dari kehidupan dan pemikiran tampak masuk akal dan benar.
Seorang tolol semacam ini suatu hari diutus membawa sebuah kendi menemui seorang bijaksana untuk meminta anggur.
Di tengah jalan si Tolol, karena kecerobohannya, menyebabkan kendi itu terbentur batu dan pecah. Sesampainya di rumah si Bijak, ia memberikan pegangan kendi itu, dan berkata:
"Seseorang mengutus saya untuk mengirimkan kendi ini kepadamu, tetapi di tengah jalan sebongkah batu yang mengerikan mencurinya dari saya."
Karena geli dan ingin mendengar seluruh ceritanya, si Bijak menyahut: "Bila kendi itu dicuri, mengapa pula kau bawa pegangan kendi itu kepadaku?'
"Saya tidak setolol sangkaan orang," jawab si Tolol, "dan sebab itu pegangan kendi ini kubawa untuk membuktikan ceritaku."
Idries Shah menjelaskan suatu pokok persoalan yang banyak diperbincangkan di kalangan para guru darwis adalah bahwa kemanusiaan umumnya tidak mampu mengenali kecenderungan tersembunyi dalam peristiwa-peristiwa yang memungkinkannya untuk memanfaatkannya bagi kepenuhan hidup.
Mereka yang mampu melihat kecenderungan itu disebut Orang Bijak, sedangkan orang biasa dikatakan 'tertidur', atau disebut Orang Tolol.
Kisah ini juga diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia antara lain oleh Ahmad Bahar dalam bukunya berjudul Harta Karun dari Timur Tengah - Kisah Bijak Para Sufi.
Gagasannya konstruktif bahwa dengan menyerap ajaran ini lewat kisah-kisah sentilan, orang-orang tertentu mampu benar-benar "meningkatkan kepedihan" mereka terhadap kecenderungan tersembunyi.
Menurut Idries Shah, kutipan "meningkatkan kepedihan" ini berasal dari koleksi darwis yang dikumpulkan oleh Pir-i-do-Sara, 'Yang memakai Jubah Bertambal', yang meninggal tahun 1790 dan dimakamkan di Mazar-i-Sharif, Turkistan. Berikut kisahnya:
Tolol merupakan sebutan bagi orang biasa, yang selalu saja keliru menafsirkan apa yang terjadi padanya, apa yang dikerjakannya, atau apa yang dilakukan oleh orang lain. Ia melakukan semua ini secara meyakinkan karena --baginya dan orang-orang sepertinya-- sebagian besar dari kehidupan dan pemikiran tampak masuk akal dan benar.
Seorang tolol semacam ini suatu hari diutus membawa sebuah kendi menemui seorang bijaksana untuk meminta anggur.
Di tengah jalan si Tolol, karena kecerobohannya, menyebabkan kendi itu terbentur batu dan pecah. Sesampainya di rumah si Bijak, ia memberikan pegangan kendi itu, dan berkata:
"Seseorang mengutus saya untuk mengirimkan kendi ini kepadamu, tetapi di tengah jalan sebongkah batu yang mengerikan mencurinya dari saya."
Karena geli dan ingin mendengar seluruh ceritanya, si Bijak menyahut: "Bila kendi itu dicuri, mengapa pula kau bawa pegangan kendi itu kepadaku?'
"Saya tidak setolol sangkaan orang," jawab si Tolol, "dan sebab itu pegangan kendi ini kubawa untuk membuktikan ceritaku."
Idries Shah menjelaskan suatu pokok persoalan yang banyak diperbincangkan di kalangan para guru darwis adalah bahwa kemanusiaan umumnya tidak mampu mengenali kecenderungan tersembunyi dalam peristiwa-peristiwa yang memungkinkannya untuk memanfaatkannya bagi kepenuhan hidup.
Mereka yang mampu melihat kecenderungan itu disebut Orang Bijak, sedangkan orang biasa dikatakan 'tertidur', atau disebut Orang Tolol.
Kisah ini juga diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia antara lain oleh Ahmad Bahar dalam bukunya berjudul Harta Karun dari Timur Tengah - Kisah Bijak Para Sufi.
(mhy)