Peristiwa di Bulan Rajab: Hijrah Muslim ke Habasyah dan Sambutan Ramah Raja Negus yang Kristen
Jum'at, 04 Februari 2022 - 10:25 WIB
Peristiwa di bulan Rajab yang penting salah satunya adalah hijrah pertama kaum Muslimin ke Habasyah atau Abisinia. Peristiwa ini terjadi bulan Rajab pada tahun ke-5 setelah bi'tsah. Hijrahnya sekelompok Muslim dari Mekkah ke Habasyah ini untuk melepaskan diri dari kezaliman dan penindasan kaum musyrikin di tahun-tahun pertama setelah Bi'tsah.
Muhammad bin Jarir ath-Thabari, dalam "Tarikh Thabari" mencatat hijrah rombongan muslimin ini terdiri dari 11 orang laki-laki dan 4 perempuan. Pada fase kedua, berjumlah 83 orang di bawah kepemimpinan Ja'far bin Abi Thalib .
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul " Sejarah Hidup Muhammad " menyebutkan bahwa hijrah menjadi keputusan setelah gangguan kaum kafir Mekkah terhadap kaum Muslimin makin menjadi-jadi, sampai-sampai ada yang dibunuh, disiksa dan semacamnya.
Hijrah pun dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Kala itu, Rasulullah SAW menyarankan supaya mereka terpencar-pencar. Habasyah menjadi pilihan karena rakyatnya menganut agama Kristen. "Tempat itu diperintah seorang raja dan tak ada orang yang dianiaya di situ. Itu bumi jujur; sampai nanti Allah membukakan jalan buat kita semua," ujar Rasulullah SAW.
Hijrah umat Islam ke Habasyah dilakuka dua fase. Pertama terdiri dari sebelas orang pria dan empat wanita. Dengan sembunyi-sembunyi mereka keluar dari Mekkah mencari perlindungan. Kemudian mereka mendapat tempat yang baik di bawah Raja Najasyi atau dalam literatur Barat umumnya disebut Negus.
Hadiah dari Quraisy
Begitu mendengar umat Islam hijrah ke Habasyah, kaum kafir Quraisy cemas. Mereka pun mengirim utusan untuk melobi Raja Najasyi agar memulangkan mereka.
Kedua orang utusan itu ialah 'Amru bin Ash dan Abdullah bin Abi Rabi'a. Kepada Najasyi dan kepada para pembesar istana mereka mempersembahkan hadiah-hadiah dengan maksud supaya mereka sudi mengembalikan orang-orang yang hijrah dari Mekkah itu kepada mereka.
"Paduka Raja," kata mereka, "Mereka datang ke negeri paduka ini adalah budak-budak kami yang tidak punya malu. Mereka meninggalkan agama bangsanya dan tidak pula menganut agama paduka; mereka membawa agama yang mereka ciptakan sendiri, yang tidak kami kenal dan tidak juga paduka."
"Kami diutus kepada paduka oleh pemimpin-pemimpin masyarakat mereka, oleh orang-orang tua, paman mereka dan keluarga mereka sendiri, supaya paduka sudi mengembalikan orang-orang itu kepada mereka. Mereka lebih mengetahui betapa orang-orang itu mencemarkan dan memaki-maki."
Menurut Haekal, sebenarnya kedua utusan itu telah mengadakan persetujuan dengan pembesar-pembesar istana kerajaan, setelah mereka menerima hadiah-hadiah dari penduduk Mekkah, bahwa mereka akan membantu usaha mengembalikan kaum Muslimin itu kepada pihak Quraisy.
Pembicaraan mereka ini tidak sampai diketahui raja. Tetapi baginda menolak sebelum mendengar sendiri keterangan dari pihak Muslimin. Lalu dimintanya mereka itu datang menghadap.
"Agama apa ini yang sampai membuat tuan-tuan meninggalkan masyarakat tuan-tuan sendiri, tetapi tidak juga tuan-tuan menganut agamaku, atau agama lain?" tanya Najasyi setelah mereka datang.
Yang diajak bicara ketika itu ialah Ja'far bin Abi Thalib. "Paduka Raja," katanya, "Ketika itu kami masyarakat yang bodoh, kami menyembah berhala, bangkaipun kami makan, segala kejahatan kami lakukan, memutuskan hubungan dengan kerabat, dengan tetanggapun kami tidak baik; yang kuat menindas yang lemah. Demikian keadaan kami, sampai Tuhan mengutus seorang rasul dari kalangan kami yang sudah kami kenal asal-usulnya, dia jujur, dapat dipercaya dan bersih pula."
"Ia mengajak kami menyembah hanya kepada Allah Yang Maha Esa, dan meninggalkan batu-batu dan patung-patung yang selama itu kami dan nenek-moyang kami menyembahnya."
"Ia menganjurkan kami untuk tidak berdusta untuk berlaku jujur serta mengadakan hubungan keluarga dan tetangga yang baik, serta menyudahi pertumpahan darah dan perbuatan terlarang lainnya."
"Ia melarang kami melakukan segala kejahatan dan menggunakan kata-kata dusta, memakan harta anak piatu atau mencemarkan wanita-wanita yang bersih."
"Ia minta kami menyembah Allah dan tidak mempersekutukanNya. Selanjutnya disuruhnya kami melakukan sholat, zakat dan puasa," ujar Ja'far lalu menyebutkan beberapa ketentuan Islam.
Muhammad bin Jarir ath-Thabari, dalam "Tarikh Thabari" mencatat hijrah rombongan muslimin ini terdiri dari 11 orang laki-laki dan 4 perempuan. Pada fase kedua, berjumlah 83 orang di bawah kepemimpinan Ja'far bin Abi Thalib .
Muhammad Husain Haekal dalam bukunya berjudul " Sejarah Hidup Muhammad " menyebutkan bahwa hijrah menjadi keputusan setelah gangguan kaum kafir Mekkah terhadap kaum Muslimin makin menjadi-jadi, sampai-sampai ada yang dibunuh, disiksa dan semacamnya.
Hijrah pun dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Kala itu, Rasulullah SAW menyarankan supaya mereka terpencar-pencar. Habasyah menjadi pilihan karena rakyatnya menganut agama Kristen. "Tempat itu diperintah seorang raja dan tak ada orang yang dianiaya di situ. Itu bumi jujur; sampai nanti Allah membukakan jalan buat kita semua," ujar Rasulullah SAW.
Hijrah umat Islam ke Habasyah dilakuka dua fase. Pertama terdiri dari sebelas orang pria dan empat wanita. Dengan sembunyi-sembunyi mereka keluar dari Mekkah mencari perlindungan. Kemudian mereka mendapat tempat yang baik di bawah Raja Najasyi atau dalam literatur Barat umumnya disebut Negus.
Hadiah dari Quraisy
Begitu mendengar umat Islam hijrah ke Habasyah, kaum kafir Quraisy cemas. Mereka pun mengirim utusan untuk melobi Raja Najasyi agar memulangkan mereka.
Kedua orang utusan itu ialah 'Amru bin Ash dan Abdullah bin Abi Rabi'a. Kepada Najasyi dan kepada para pembesar istana mereka mempersembahkan hadiah-hadiah dengan maksud supaya mereka sudi mengembalikan orang-orang yang hijrah dari Mekkah itu kepada mereka.
"Paduka Raja," kata mereka, "Mereka datang ke negeri paduka ini adalah budak-budak kami yang tidak punya malu. Mereka meninggalkan agama bangsanya dan tidak pula menganut agama paduka; mereka membawa agama yang mereka ciptakan sendiri, yang tidak kami kenal dan tidak juga paduka."
"Kami diutus kepada paduka oleh pemimpin-pemimpin masyarakat mereka, oleh orang-orang tua, paman mereka dan keluarga mereka sendiri, supaya paduka sudi mengembalikan orang-orang itu kepada mereka. Mereka lebih mengetahui betapa orang-orang itu mencemarkan dan memaki-maki."
Menurut Haekal, sebenarnya kedua utusan itu telah mengadakan persetujuan dengan pembesar-pembesar istana kerajaan, setelah mereka menerima hadiah-hadiah dari penduduk Mekkah, bahwa mereka akan membantu usaha mengembalikan kaum Muslimin itu kepada pihak Quraisy.
Pembicaraan mereka ini tidak sampai diketahui raja. Tetapi baginda menolak sebelum mendengar sendiri keterangan dari pihak Muslimin. Lalu dimintanya mereka itu datang menghadap.
"Agama apa ini yang sampai membuat tuan-tuan meninggalkan masyarakat tuan-tuan sendiri, tetapi tidak juga tuan-tuan menganut agamaku, atau agama lain?" tanya Najasyi setelah mereka datang.
Yang diajak bicara ketika itu ialah Ja'far bin Abi Thalib. "Paduka Raja," katanya, "Ketika itu kami masyarakat yang bodoh, kami menyembah berhala, bangkaipun kami makan, segala kejahatan kami lakukan, memutuskan hubungan dengan kerabat, dengan tetanggapun kami tidak baik; yang kuat menindas yang lemah. Demikian keadaan kami, sampai Tuhan mengutus seorang rasul dari kalangan kami yang sudah kami kenal asal-usulnya, dia jujur, dapat dipercaya dan bersih pula."
"Ia mengajak kami menyembah hanya kepada Allah Yang Maha Esa, dan meninggalkan batu-batu dan patung-patung yang selama itu kami dan nenek-moyang kami menyembahnya."
"Ia menganjurkan kami untuk tidak berdusta untuk berlaku jujur serta mengadakan hubungan keluarga dan tetangga yang baik, serta menyudahi pertumpahan darah dan perbuatan terlarang lainnya."
"Ia melarang kami melakukan segala kejahatan dan menggunakan kata-kata dusta, memakan harta anak piatu atau mencemarkan wanita-wanita yang bersih."
"Ia minta kami menyembah Allah dan tidak mempersekutukanNya. Selanjutnya disuruhnya kami melakukan sholat, zakat dan puasa," ujar Ja'far lalu menyebutkan beberapa ketentuan Islam.