Ketika Negeri-Negeri Islam Meredam Bising Pengeras Suara dari Masjid
Kamis, 24 Februari 2022 - 15:58 WIB
Membaca Al-Qur'an dan azan adalah bagian dari ibadah bagi seorang muslim. Hanya saja, jika hal itu dilakukan menggunakan pengeras suara dengan volume yang tinggi bisa menjadi masalah. Itu sebabnya sejumlah negara Islam, termasuk Indonesia, mengeluarkan aturan agar ibadah yang baik itu tidak menjadi problem di tengah masyarakat.
Di Indonesia, aturan itu tertuang dalam Surat Edaran Menteri Agama No. SE 05 tahun 2022 tentang Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala. Surat edaran diteken Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Aturan ini penting karena menyangkut 741.991 buah masjid dan musala yang juga bersentuhan dengan 231 juta umat Islam di Indonesia.
Jumlah tempat ibadah umat Islam ini berdasar data PIC SIMAS (Sistem Informasi Masjid) Kemenag RI. Data ini merupakan data yang tercatat manual yang diperoleh secara berjenjang mulai dari Kantor Urusan Agama di tiap daerah.
Isi aturan dalam SE Menag itu antara lain, volume pengeras suara diatur sesuai dengan kebutuhan, dan paling besar 100 dB.
Tata cara penggunaan pengeras suara luar juga diatur. Waktu subuh, misalnya, sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur'an atau selawat/tarhim dapat menggunakan pengeras suara luar dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) menit. Sedangkan pada saat pelaksanaan sholat subuh, zikir, doa, dan kuliah subuh hanya boleh menggunakan pengeras suara dalam.
Pada saat waktu zuhur, ashar, magrib, dan isya hanya boleh menggunakan pengeras suara luar maksimal 5 menit saja. Hanya saja pada saat sholat Jumat, diberi waktu 10 menit untuk menggunakan pengeras suara. Setelah itu hanya boleh menggunakan pengeras suara dalam.
Sedangkan penggunaan pengeras suara luar pada kegiatan syiar Ramadan, gema takbir Idul Fitri, Idul Adha, dan Upacara Hari Besar Islam dibatasi sampai pukul 22.00 waktu setempat.
Arab Saudi
Sejatinya, aturan pengeras suara ini bukan hanya terjadi di Indonesia. Pada tahun lalu, Pemerintah Kerajaan Arab Saudi juga menetapkan kebijakan untuk membatasi penggunaan pengeras suara di masjid-masjid. Kebijakan tersebut diambil berdasarkan sejumlah problem yang dirasakan masyarakat di Arab Saudi .
Pembatasan penggunaan pengeras suara tersebut tercantum dalam surat edaran yang dikeluarkan oleh Menteri Urusan Islam Arab Saudi, Anullarif bin Abdulaziz Al-Sheikh pada Senin (24/5/2021) lalu.
Gulf News memberitakan Al-Sheikh merilis edaran tersebut dengan merujuk pada Syariah Nabi Muhammad SAW, yaitu bahwa pertama, semua umat hanya berdoa kepada Allah, sehingga seharusnya tak ada orang yang dirugikan.
Kedua, Al-Sheikh juga mengatakan bahwa suara imam seharusnya hanya didengar jelas oleh orang-orang di dalam masjid. Sehingga suara imam tidak perlu terdengar sampai ke rumah-rumah yang ada di sekitar masjid.
Ketiga, Al-Sheikh juga menganggap ada risiko penghinaan Al-Qur’an ketika ayat-ayatnya dibacakan, sementara orang lain tak mendengarkan. Dua alasan lain juga dikemukakan Al-Sheikh.
Media lokal Saudi, Saudi Gazette melaporkan bahwa Al-Sheikh menetapkan aturan ini setelah kementeriannya memantau penggunaan pengeras suara di berbagai masjid yang sering dipakai untuk mengumandangkan doa.
Keempat, menurut Kementerian Urusan Islam Arab Saudi, suara dari pengeras suara itu mengganggu orang tua, pasien, dan anak-anak yang tinggal di rumah-rumah sekitar masjid. Kelima, kerap terjadi pula interupsi di tengah pembacaan doa sehingga menimbulkan kebingungan di tengah orang yang mendengarkan.
Al-Sheikh mengatakan pihaknya sudah menyiapkan sanksi keras bagi siapa pun yang melanggar aturan ini. Kebijakan tersebut juga membatasi volume hanya boleh sebatas sepertiga dari kemampuan penuh alat pengeras suara. Selain itu, pembatasan serupa juga sudah dikeluarkan oleh Dewan Ulama Senior Arab Saudi.
Laporan yang dihasilkan oleh Otoritas Umum untuk Statistik (GaStat) menyebut jumlah total masjid di Kerajaan Saudi pada tahun 2017 adalah 98.800 unit. Jumlah ini 18.073 masjid ada di Riyadh, 17.263 masjid di Makkah, 6.681 masjid di Madinah, dan 7.341 masjid di Qassim.
Di Indonesia, aturan itu tertuang dalam Surat Edaran Menteri Agama No. SE 05 tahun 2022 tentang Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala. Surat edaran diteken Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Aturan ini penting karena menyangkut 741.991 buah masjid dan musala yang juga bersentuhan dengan 231 juta umat Islam di Indonesia.
Jumlah tempat ibadah umat Islam ini berdasar data PIC SIMAS (Sistem Informasi Masjid) Kemenag RI. Data ini merupakan data yang tercatat manual yang diperoleh secara berjenjang mulai dari Kantor Urusan Agama di tiap daerah.
Baca Juga
Isi aturan dalam SE Menag itu antara lain, volume pengeras suara diatur sesuai dengan kebutuhan, dan paling besar 100 dB.
Tata cara penggunaan pengeras suara luar juga diatur. Waktu subuh, misalnya, sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur'an atau selawat/tarhim dapat menggunakan pengeras suara luar dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) menit. Sedangkan pada saat pelaksanaan sholat subuh, zikir, doa, dan kuliah subuh hanya boleh menggunakan pengeras suara dalam.
Pada saat waktu zuhur, ashar, magrib, dan isya hanya boleh menggunakan pengeras suara luar maksimal 5 menit saja. Hanya saja pada saat sholat Jumat, diberi waktu 10 menit untuk menggunakan pengeras suara. Setelah itu hanya boleh menggunakan pengeras suara dalam.
Sedangkan penggunaan pengeras suara luar pada kegiatan syiar Ramadan, gema takbir Idul Fitri, Idul Adha, dan Upacara Hari Besar Islam dibatasi sampai pukul 22.00 waktu setempat.
Arab Saudi
Sejatinya, aturan pengeras suara ini bukan hanya terjadi di Indonesia. Pada tahun lalu, Pemerintah Kerajaan Arab Saudi juga menetapkan kebijakan untuk membatasi penggunaan pengeras suara di masjid-masjid. Kebijakan tersebut diambil berdasarkan sejumlah problem yang dirasakan masyarakat di Arab Saudi .
Pembatasan penggunaan pengeras suara tersebut tercantum dalam surat edaran yang dikeluarkan oleh Menteri Urusan Islam Arab Saudi, Anullarif bin Abdulaziz Al-Sheikh pada Senin (24/5/2021) lalu.
Gulf News memberitakan Al-Sheikh merilis edaran tersebut dengan merujuk pada Syariah Nabi Muhammad SAW, yaitu bahwa pertama, semua umat hanya berdoa kepada Allah, sehingga seharusnya tak ada orang yang dirugikan.
Kedua, Al-Sheikh juga mengatakan bahwa suara imam seharusnya hanya didengar jelas oleh orang-orang di dalam masjid. Sehingga suara imam tidak perlu terdengar sampai ke rumah-rumah yang ada di sekitar masjid.
Baca Juga
Ketiga, Al-Sheikh juga menganggap ada risiko penghinaan Al-Qur’an ketika ayat-ayatnya dibacakan, sementara orang lain tak mendengarkan. Dua alasan lain juga dikemukakan Al-Sheikh.
Media lokal Saudi, Saudi Gazette melaporkan bahwa Al-Sheikh menetapkan aturan ini setelah kementeriannya memantau penggunaan pengeras suara di berbagai masjid yang sering dipakai untuk mengumandangkan doa.
Keempat, menurut Kementerian Urusan Islam Arab Saudi, suara dari pengeras suara itu mengganggu orang tua, pasien, dan anak-anak yang tinggal di rumah-rumah sekitar masjid. Kelima, kerap terjadi pula interupsi di tengah pembacaan doa sehingga menimbulkan kebingungan di tengah orang yang mendengarkan.
Al-Sheikh mengatakan pihaknya sudah menyiapkan sanksi keras bagi siapa pun yang melanggar aturan ini. Kebijakan tersebut juga membatasi volume hanya boleh sebatas sepertiga dari kemampuan penuh alat pengeras suara. Selain itu, pembatasan serupa juga sudah dikeluarkan oleh Dewan Ulama Senior Arab Saudi.
Laporan yang dihasilkan oleh Otoritas Umum untuk Statistik (GaStat) menyebut jumlah total masjid di Kerajaan Saudi pada tahun 2017 adalah 98.800 unit. Jumlah ini 18.073 masjid ada di Riyadh, 17.263 masjid di Makkah, 6.681 masjid di Madinah, dan 7.341 masjid di Qassim.