Raziyya Al-Din dan Shajarat al-Durr: Muslimah Pemimpin Dinasti yang Berakhir Tragis

Senin, 21 Maret 2022 - 16:15 WIB
Raziyya Al-Din dan Shajarat al-Durr: Dalam sejarah Islam, Raziyya adalah perempuan pertama yang berkuasa. Perempuan kedua adalah Sajarah al-Dur. (Foto/Ilustrasi: Ist)
Cukup banyak sosok perempuan hebat di dunia Islam yang mampu naik hingga ke puncak kekuasaan. Hanya saja, para sultan perempuan ini harus melalui serangkaian turbulensi politik yang berat dan rongrongan yang sengit dari berbagai pihak. Dua di antara perempuan perkasa itu adalah Raziyya Al-Din dan Shajarat al-Durr.

Dalam sejarah Islam , Raziyya adalah perempuan pertama yang berkuasa. Perempuan kedua adalah Sajarah al-Dur (1249 M), pendiri Dinasti Mamluk 1249-1517 M di Mesir.

Raziyya adalah Sultan Delhi (India) keempat pada Dinasti Ghuriyah yang berkuasa antara 1236 hingga 1240.

Raziyya lahir di Budaun tahun 1205. Terlahir sebagai putri dari Shamsuddin Iltutmish dan Qutub Begum, keluarga Raziyya sebenarnya bukanlah bangsawan. Bahkan, leluhur mereka berasal dari budak Seljuk Turki. Sang ayah datang ke Delhi sebagai budak di bawah kekuasaan Sultan Qutb al-Din Aibak, yang mendirikan fondasi dinasti Mamluk atau dinasti Budak.





Sebelum wafat, Sultan Shamsuddin Iltutmish menunjuk Raziyya sebagai pengantinya. Para pembesar istana pun keberatan. Mereka menganggap dengan menundukkan kepala di hadapan seorang perempuan merupakan penghinaan. Mereka mengabaikan wasiat sultan dan mengangkat saudaranya Rukunuddin Firuz sebagai sultan.

Pilihan ini ternyata sangat ceroboh. Rukunuddin Fairuz tidak cakap. Ia terlalu memperturutkan hatinya dalam perbuatan yang hina. Ia mengabaikan urusan negara dan menghambur-hamburkan kekayaannya.

Pengelolaan urusan negara diserahkan kepada ibunya, Syah Turkan yang juga tidak bermoral. Tak ayal, seluruh kerajaan menjadi kacau, sehingga pemerintahan pusat kehilangan kekuasaannya di provinsi-provinsi.

Para gubernur memberontak kemudian Rukunuddin dan ibundanya ditangkat dan dimasukan ke penjara hingga wafatnya.

Raziyya akhirnya diangkat kembali sebagai penguasa di Delhi.

Dalam pemerintahannya, Sultan Raziyya tidak menganggap tahta Delhi itu sebagai Taman Bunga Mawar yang indah.

Nizamul Muluk Muhammad Zunaidi, yaitu wazir Rukunuddin dan beberapa bangsawan lainnya tetap tidak mengakui pengangkatannya dan mengorganisasikan untuk memberontak. Karena itu Raziyya tidak tinggal diam. Ia menumpas musuh-musuhnya dan memulihkan ketertiban seluruh kerajaan.

Hanya saja, Raziyya tidak ditakdirkan untuk menikmati pemerintahan yang damai. Raziyya tampaknya menentang pendapat ulama dengan menolak pakaian wanita yang sudah lazim digunakan pada masa itu. Dia juga menolak pemisahan laki-laki dan perempuan dalam pertemuan-pertemuan.

Dia terjun sendiri melawan musuh-musunya dan menyelenggarakan urusan-urusan pemerintah dengan kemampuannya yang hebat.



Pada tahun 1240 M, terjadi pemberontakan di mana-mana secara terbuka untuk menolak sultan perempuan, di samping itu tidak memperoleh restu dari khalifah Abbasiyah di Baghdad.

Pemberontakan pertama dilakukan oleh Ikhtiyaruddin Al-Tuniya, Gubernur Sarhind. Raziyya memimpin suatu pasukan besar untuk menindas pemberontakan tersebut, tetapi dikalahkan dan dijadikan tawanan Al-Tuniya. Tahta kerajaan diambil Bahram Shah, putera dari Iltutmish yang lain.

Kemudian pada tahun 1240, Altunia menikahi Raziyya. Ada sejarawan yang berpendapat Raziyya menikahinya agar tak dihukum mati, tetapi ada pula yang berpendapat Altunia memenjarakan Raziyya lantaran cemburu karena kedekatannya dengan Jamaluddin Yaqut, seorang budak Ethiopia.

Mereka berdua pun memutuskan merebut kembali takhta dari saudaranya. Namun, Bahram mampu mengalahkan pasangan itu. Raziyya bersama Altunia pun segera melarikan diri dari Delhi dan sampai di Kaithal keesokan harinya. Sayangnya, di sanalah mereka dirampok oleh Hindu Jat dan dibunuh pada 14 Oktober 1240. Sultan perempuan pertama pun wafat di usia 35 tahun.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
Hadits of The Day
Dari Qais bin Sa'ad bin 'Ubadah, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:  Maukah aku tunjukkan kepadamu sesuatu yang dapat mengantarkanmu menuju pintu-pintu surga?  Jawabku; Tentu.  Beliau bersabda: LAA HAULA WALAA QUWWATA ILLA BILLAH (Tidak ada daya dan upaya kecuali milik Allah).

(HR. Tirmidzi No. 3505)
Artikel Terkait
Al-Qur'an, Bacalah!
Rekomendasi
Terpopuler
Artikel Terkini More