Hikmah Dijadikannya Lailatul Qadar sebagai Misteri
Kamis, 28 April 2022 - 21:46 WIB
Para ulama di Al-Lajnah Ad-Daimah berkata: “Adapun pengkhususan suatu malam di bulan Ramadhan sebagai Lailatul Qadar. Menentukan malam tertentu (sebagai Lailatul Qadar) bukan selainnya membutuhkan dalil khusus. Akan tetapi malam-malam ganjil pada sepuluh malam terakhir adalah yang lebih dekat dibandingkan dengan malam lainnya, dan malam dua puluh tujuh lebih dekat lagi sebagai Lailatul Qadar. Sebagaimana dalil yang ada menunjukkan seperti yang kami sebutkan.” [Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiyah Wal Ifta, 10/413]
Oleh karena itu tidak sepatutnya bagi seorang muslim bersungguh-sungguh beribadah pada malam tertentu dengan keyakinan bahwa dia Lailatul Qadar. Karena itu berarti memastikan yang belum pasti dan dapat membuatnya tidak mendapatkan kebaikan bagi diri sendiri. Sebab bisa jadi (Lailatul Qadar) datang pada malam dua puluh satu atau dua puluh tiga dan bisa juga malam dua puluh sembilan.
Kalau dia hanya menunaikan ibadah pada malam dua puluh tujuh, maka dia akan kehilangan banyak kebaikan dan tidak mendapatkan malam yang barokah itu. Maka bagi seorang muslim hendaklah dia mencurahkan semangat dalam ketaatan dan beribadah di bulan Ramadan semuanya dan lebih banyak lagi pada sepuluh malam terakhir.
Inilah petunjuk Nabi SAW
عن عائشة رضي الله عنها قالت : كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ . رواه البخاري
Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha, dia berkata: “Biasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika memasuki sepuluh (malam akhir) mengencangkan kainnya (semangat beribadah), menghidupkan malamnya serta membangunkan keluarganya.” [HR. Bukhari, no. 2024. Muslim, no. 1174]
Oleh karena itu tidak sepatutnya bagi seorang muslim bersungguh-sungguh beribadah pada malam tertentu dengan keyakinan bahwa dia Lailatul Qadar. Karena itu berarti memastikan yang belum pasti dan dapat membuatnya tidak mendapatkan kebaikan bagi diri sendiri. Sebab bisa jadi (Lailatul Qadar) datang pada malam dua puluh satu atau dua puluh tiga dan bisa juga malam dua puluh sembilan.
Kalau dia hanya menunaikan ibadah pada malam dua puluh tujuh, maka dia akan kehilangan banyak kebaikan dan tidak mendapatkan malam yang barokah itu. Maka bagi seorang muslim hendaklah dia mencurahkan semangat dalam ketaatan dan beribadah di bulan Ramadan semuanya dan lebih banyak lagi pada sepuluh malam terakhir.
Inilah petunjuk Nabi SAW
عن عائشة رضي الله عنها قالت : كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ . رواه البخاري
Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha, dia berkata: “Biasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika memasuki sepuluh (malam akhir) mengencangkan kainnya (semangat beribadah), menghidupkan malamnya serta membangunkan keluarganya.” [HR. Bukhari, no. 2024. Muslim, no. 1174]
(mhy)