Inilah Ciri-ciri Pribadi Muslimah yang Tawadhu
Kamis, 12 Mei 2022 - 12:33 WIB
Tawadhu adalah ridho jika dianggap mempunyai kedudukan lebih rendah dari yang sepantasnya. Tawadhu merupakan sikap pertengahan antara sombong dan melecehkan diri.
Sifat sombong berarti mengangkat diri terlalu tinggi hingga lebih dari yang semestinya. Sedangkan melecehkan yang dimaksud adalah menempatkan diri terlalu rendah sehingga sampai pada pelecehan hak (Lihat Adz Dzari’ah ila Makarim Asy Syari’ah, Ar Roghib Al Ash-fahani, 299).
Ibnu Hajar berkata, “ Tawadhu ’ adalah menampakkan diri lebih rendah pada orang yang ingin mengagungkannya. Ada pula yang mengatakan bahwa tawadhu’ adalah memuliakan orang yang lebih mulia darinya.” (Fathul Bari, 11: 341)
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku supaya kalian bersikap tawadhu’ sehingga tidak ada seseorang yang membanggakan dirinya terhadap yang lain, dan tidak seseorang yang mendzhalimi yang lain.” (HR. Muslim, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)
Seorang wanita muslimah hendaklah memliki sifat tawadhu' ini. Sifat rendah hati dan tidak berbangga diri dengan keimanan dan amal salehnya. Semua itu tentunya terwujud dengan hidayah Allah Subhanahu wa Ta’ala. JIka ia sudah menikah, tak sepantasnya ia merendahkan suaminya, bisa jadi suami juga mempunyai kelebihan, seperti kebersihan hati dari hasad, kesabaran ekstra dalam mencari rezeki, hatinya mudah tersentuh penderitaan orang lain atau amal lain yang tersembunyi yang tidak diketahui istri.
Yakinlah, muslimah mampu mewujudkan gambaran indah sebagai wanita saleha karena doa dan keikhlasan suami dalam memberi kita keleluasaan beragama sebagai tanggung jawab kepala rumah tangga. Maka bersyukurlah pada Allah dan berterima kasih pada pasangan.
Sebagai wanita saleha, kita harus menghargai suami, hindari komentar negatif yang tidak perlu ketika saatnya memberi masukan demi kemaslahatan bersama. Terimalah ia dengan segala kelebihan dan kekurangan yang bisa dibenahi bersama dengan bijak dan hikmah. Akuilah kelebihannya dengan proporsional meski kita kadang melakukan pengorbanan demi kebahagiaan bersama.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidaklah orang beriman mendapat manfaat lebih baik setelah takwa kepada Allah daripada istri yang saleha yang bilamana suaminya memandang ia menyenangkan, bilamana memberi perintah ia menaatinya, bilamana memberinya jatah ia berbuat baik kepadanya, bilamana tidak hadir bersamanya ia memelihara kehormatan dirinya dan harta bendanya.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Keutamaan sifat tawadhu’ adalah, pertama menjadi sebab mendapatkan kemuliaan di dunia dan akhirat. Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sedekah tidaklah mengurangi harta. Tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba sifat pemaaf melainkan akan semakin memuliakan dirinya. Dan juga tidaklah seseorang memiliki sifat tawadhu’ (rendah diri) karena Allah melainkan Allah akan meninggikannya.” (HR. Muslim no. 2588).
Yang dimaksudkan di sini, Allah akan meninggikan derajatnya di dunia maupun di akhirat. Di dunia, orang akan menganggapnya mulia, Allah pun akan memuliakan dirinya di tengah-tengah manusia, dan kedudukannya akhirnya semakin mulia. Sedangkan di akhirat, Allah akan memberinya pahala dan meninggikan derajatnya karena sifat tawadhu’nya di dunia (Lihat Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 16: 142)
Kedua, menjadi sebab adil, disayangi, dicintai di tengah-tengah manusia. Setiap orang, tentu saja akan semakin menyayangi orang yang rendah hati dan tidak menyombongkan diri. Itulah yang terdapat pada sisi Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Beliau pernah bersabda,
“Dan sesungguhnya Allah mewahyukan padaku untuk memiliki sifat tawadhu’. Janganlah seseorang menyombongkan diri (berbangga diri) dan melampaui batas pada yang lain.” (HR. Muslim)
Ketika seorang mampu menghadirkan tawadhu dalam dirinya, beragam kemaslahatan akan didapatkannya. Sebab, ketawadhuan bukanlah sesuatu yang hanya mengendap dalam hati. Ia akan memancar dalam sikap, tingkah laku, dan tutur kata. Begitupun dengan seorang istri atau wanita muslimah. Dengan sikap tawadhu ini, maka kecantikannya semakin terpancar.
Wallahu A'lam
Sifat sombong berarti mengangkat diri terlalu tinggi hingga lebih dari yang semestinya. Sedangkan melecehkan yang dimaksud adalah menempatkan diri terlalu rendah sehingga sampai pada pelecehan hak (Lihat Adz Dzari’ah ila Makarim Asy Syari’ah, Ar Roghib Al Ash-fahani, 299).
Ibnu Hajar berkata, “ Tawadhu ’ adalah menampakkan diri lebih rendah pada orang yang ingin mengagungkannya. Ada pula yang mengatakan bahwa tawadhu’ adalah memuliakan orang yang lebih mulia darinya.” (Fathul Bari, 11: 341)
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku supaya kalian bersikap tawadhu’ sehingga tidak ada seseorang yang membanggakan dirinya terhadap yang lain, dan tidak seseorang yang mendzhalimi yang lain.” (HR. Muslim, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)
Seorang wanita muslimah hendaklah memliki sifat tawadhu' ini. Sifat rendah hati dan tidak berbangga diri dengan keimanan dan amal salehnya. Semua itu tentunya terwujud dengan hidayah Allah Subhanahu wa Ta’ala. JIka ia sudah menikah, tak sepantasnya ia merendahkan suaminya, bisa jadi suami juga mempunyai kelebihan, seperti kebersihan hati dari hasad, kesabaran ekstra dalam mencari rezeki, hatinya mudah tersentuh penderitaan orang lain atau amal lain yang tersembunyi yang tidak diketahui istri.
Yakinlah, muslimah mampu mewujudkan gambaran indah sebagai wanita saleha karena doa dan keikhlasan suami dalam memberi kita keleluasaan beragama sebagai tanggung jawab kepala rumah tangga. Maka bersyukurlah pada Allah dan berterima kasih pada pasangan.
Sebagai wanita saleha, kita harus menghargai suami, hindari komentar negatif yang tidak perlu ketika saatnya memberi masukan demi kemaslahatan bersama. Terimalah ia dengan segala kelebihan dan kekurangan yang bisa dibenahi bersama dengan bijak dan hikmah. Akuilah kelebihannya dengan proporsional meski kita kadang melakukan pengorbanan demi kebahagiaan bersama.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidaklah orang beriman mendapat manfaat lebih baik setelah takwa kepada Allah daripada istri yang saleha yang bilamana suaminya memandang ia menyenangkan, bilamana memberi perintah ia menaatinya, bilamana memberinya jatah ia berbuat baik kepadanya, bilamana tidak hadir bersamanya ia memelihara kehormatan dirinya dan harta bendanya.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Keutamaan sifat tawadhu’ adalah, pertama menjadi sebab mendapatkan kemuliaan di dunia dan akhirat. Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ
“Sedekah tidaklah mengurangi harta. Tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba sifat pemaaf melainkan akan semakin memuliakan dirinya. Dan juga tidaklah seseorang memiliki sifat tawadhu’ (rendah diri) karena Allah melainkan Allah akan meninggikannya.” (HR. Muslim no. 2588).
Yang dimaksudkan di sini, Allah akan meninggikan derajatnya di dunia maupun di akhirat. Di dunia, orang akan menganggapnya mulia, Allah pun akan memuliakan dirinya di tengah-tengah manusia, dan kedudukannya akhirnya semakin mulia. Sedangkan di akhirat, Allah akan memberinya pahala dan meninggikan derajatnya karena sifat tawadhu’nya di dunia (Lihat Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 16: 142)
Kedua, menjadi sebab adil, disayangi, dicintai di tengah-tengah manusia. Setiap orang, tentu saja akan semakin menyayangi orang yang rendah hati dan tidak menyombongkan diri. Itulah yang terdapat pada sisi Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Beliau pernah bersabda,
وَإِنَّ اللَّهَ أَوْحَى إِلَىَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّى لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ وَلاَ يَبْغِى أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ
“Dan sesungguhnya Allah mewahyukan padaku untuk memiliki sifat tawadhu’. Janganlah seseorang menyombongkan diri (berbangga diri) dan melampaui batas pada yang lain.” (HR. Muslim)
Ketika seorang mampu menghadirkan tawadhu dalam dirinya, beragam kemaslahatan akan didapatkannya. Sebab, ketawadhuan bukanlah sesuatu yang hanya mengendap dalam hati. Ia akan memancar dalam sikap, tingkah laku, dan tutur kata. Begitupun dengan seorang istri atau wanita muslimah. Dengan sikap tawadhu ini, maka kecantikannya semakin terpancar.
Wallahu A'lam
(wid)