Hukum Hutang untuk Umroh, Bolehkah?
Rabu, 01 Juni 2022 - 09:56 WIB
Hukum hutang untuk pergi umroh atau haji, bolehkah dilakukan? Pergi menunaikan ibadah haji atau umroh dengan dana yang berasal dari berhutang terjadi perdebatan di kalangan ulama. Ada yang membolehkan hutang, tetapi ada yang berpendapat harus menghindari hutang untuk haji maupun umroh ini.
Bagi umat Islam, menunaikan haji hukumnya wajib. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
"... Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah, adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana..." (Q.S. Ali Imran : 97).
Sedangkan untuk umroh disepakati sunah. Tapi kedudukannya adalah sunah muakad atau sunah yang diutamakan karena mendekati wajib.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 196 :
"Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah......" (QS. Al-Baqarah ayat 196).
Dalam kitab Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuh, berdasarkan Al Baqarah ayat 196 tersebut menurut Mazhab Hanafi dan sebagian Mazhab Maliki bahwa umrah itu sunah muakad. Bahkan, ada yang mengatakan wajib sekali dalam seumur hidupnya untuk umrah.
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa Salam bersabda : "Umrah tidak wajib. Tetapi kalau kamu umrah itu lebih baik." (HR. Tirmidzi)
Artinya, berkunjung ke Baitullah memiliki arti yang sangat penting bagi umat Islam. Bahkan sebagian umat Islam memilih untuk berhutang agar bisa pergi haji dan umroh. Lantas, bagaimana pandangan ulama terkait menggunakan dana dari hutang untuk haji atau umrah ini? Ulama masih berselisih pendapat soal asal dana untuk haji dan umroh.
Syekh Nawawi Al Bantani dalam kitabnya‘Umdatul ‘awwam syarh faidhil malikil ‘allam fi manasikil hajji wal ‘umrahmenjelaskan umroh itu disunahkan bagi orang yang benar-benar mampu secara finansial. Begitupun haji.
Kategori mampu dalam finasial untuk membiayai haji atau umrah itu termasuk sudah tidak memiliki hutang. Lalu memiliki ongkos perjalanan, mampu membiayai keluarga dan asisten rumah tangga yang ditinggalkan di rumah yang menjadi tanggung jawabnya selama pulang dan pergi dalam melaksanakan ibadah, dan memiliki biaya hidup selama di Tanah Suci.
Dari pernyataan itu dijelaskan bahwa orang yang akan berhaji atau umroh harus melunasi hutangnya lebih dulu bukan justru menambah hutang. Boleh berangkat jika rezekinya berlebih. Artinya, tidak perlu memaksakan diri untuk berhutang demi dapat melaksanakan ibadah haji ataupun umroh.
Begitu juga pendapat pimpinan pondok pesantren Al Bahjah KH Buya Yahya. Beliau berpendapat hendaknya dihindari berhutang untuk melaksanakan haji atau Umrah. "Pinjam dengan cara yang halal saja tidak dihimbau, apalagi pinjam yang haram (meminjam sistem ribawi). Tidak usah semacam itu, kalau inginumrohdari rezeki yang memang sudah dihadirkan oleh Allah,” kata Buya Yahya ketika menjawab pertanyaan jamaahnya dalam sebuah kajian yang ditayangkan chanel Youtube-nya Al-Bahjah TV.
Buya Yahyapun mengingatkan untuk tak memaksakan kehendak jika tak memiliki uang untukumroh. Apalagi sampai harus berhutang demi bisa pergiumroh.“Tidak usah memaksakan seperti itu, kalau anda nggak punya duit, sholat dhuha pun adalah pahala seperti haji danumroh,” ujar Buya Yahya.
Ulama mazhab Syafi'i, yakni Imam al-Zurqani dalamal-Fath al-Rabbaniberkata : “Baginya tidak wajib meminjam uang untuk melaksanakan haji. Dalam keadaan seperti ini, melaksanakan haji bisa menjadi makruh atau bahkan haram.”
Bolehkah dengan Cara Kredit?
Syaikh Ibnu Al-Utsaimin rahimhahullah dalam salah satu kajiannya, mengatakan bahwa seseorang tidak boleh mengambil hutang untuk menunaikan haji atau umrah jika pelunasannya dilakukan dengan cara diambilkan dari gaji bulanan untuk angsuran. 'Menurut pandangan saya, dia tidak perlu berbuat demikian, karena seseorang tidak wajib menunaikan haji jika dia memiliki hutang, apalagi dia sengaja berhutang untuk menunaikan haji.
Sebaiknya, kata Syaikh Utsaimin, jangan berhutang untuk menunaikan haji. Karena menunaikan haji dalam kondisi tersebut bukan merupakan kewajiban baginya. Karenanya dia seharusnya menerima keringanan Allah, keluasan dan kasih sayangnya," tegas Syekh Utsaimin.
Ada Jaminan untuk Membayar
Sementara, di sisi lain, ada ulama yang berpendapat berhutang untuk haji atau umrah dihukumi boleh. Dengan catatan pinjamannya tidak riba atau di lembaga syariah.
Ustad Abdul Somad mengatakan, jika seseorang memberi jaminan sesuatu yang dapat digunakan untuk membayar hutangnya untuk haji dan umrah, maka boleh meminjam di lembaga keuangan syariah. "Misalnya, yang meminjam itu punya jaminan jika kebunnya panen, sawahnya panen, dan pinjamnya di bank syariah, maka boleh pinjam," kata ustad yang akrab dipanggil UAS itu dalam salah satu tausiyahnya di youtube.
Sedangkan menurut ulama NU, KH Mahbub Maafi menukil dari kitab kitab Mawahib Al Jalil Syarah Al Mukhtashar Al Khalil, mengatakan bahwa jika ada seseorang tidak bisa sampai ke Makkah kecuali dengan cara berhutang, sedangkan ia sebenarnya tidak mampu membayarnya, maka tidak wajib haji atau umrah. Ini adalah pandangan yang telah disepakati para ulama.
Berbeda ketika orang tersebut mampu membayar utangnya, maka ia dikategorikan sebagai orang yang mampu. Karenanya ia wajib melaksanakan haji meskipun dengan cara berhutang. Sebab, kemampuan dia untuk membayar hutang menyebabkan ia dianggap sebagai orang yang sudah istitha’ah memiliki kemampuan.
Wallahu 'alam
Bagi umat Islam, menunaikan haji hukumnya wajib. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
"... Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah, adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana..." (Q.S. Ali Imran : 97).
Sedangkan untuk umroh disepakati sunah. Tapi kedudukannya adalah sunah muakad atau sunah yang diutamakan karena mendekati wajib.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 196 :
"Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah......" (QS. Al-Baqarah ayat 196).
Dalam kitab Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuh, berdasarkan Al Baqarah ayat 196 tersebut menurut Mazhab Hanafi dan sebagian Mazhab Maliki bahwa umrah itu sunah muakad. Bahkan, ada yang mengatakan wajib sekali dalam seumur hidupnya untuk umrah.
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa Salam bersabda : "Umrah tidak wajib. Tetapi kalau kamu umrah itu lebih baik." (HR. Tirmidzi)
Artinya, berkunjung ke Baitullah memiliki arti yang sangat penting bagi umat Islam. Bahkan sebagian umat Islam memilih untuk berhutang agar bisa pergi haji dan umroh. Lantas, bagaimana pandangan ulama terkait menggunakan dana dari hutang untuk haji atau umrah ini? Ulama masih berselisih pendapat soal asal dana untuk haji dan umroh.
Syekh Nawawi Al Bantani dalam kitabnya‘Umdatul ‘awwam syarh faidhil malikil ‘allam fi manasikil hajji wal ‘umrahmenjelaskan umroh itu disunahkan bagi orang yang benar-benar mampu secara finansial. Begitupun haji.
Kategori mampu dalam finasial untuk membiayai haji atau umrah itu termasuk sudah tidak memiliki hutang. Lalu memiliki ongkos perjalanan, mampu membiayai keluarga dan asisten rumah tangga yang ditinggalkan di rumah yang menjadi tanggung jawabnya selama pulang dan pergi dalam melaksanakan ibadah, dan memiliki biaya hidup selama di Tanah Suci.
Dari pernyataan itu dijelaskan bahwa orang yang akan berhaji atau umroh harus melunasi hutangnya lebih dulu bukan justru menambah hutang. Boleh berangkat jika rezekinya berlebih. Artinya, tidak perlu memaksakan diri untuk berhutang demi dapat melaksanakan ibadah haji ataupun umroh.
Begitu juga pendapat pimpinan pondok pesantren Al Bahjah KH Buya Yahya. Beliau berpendapat hendaknya dihindari berhutang untuk melaksanakan haji atau Umrah. "Pinjam dengan cara yang halal saja tidak dihimbau, apalagi pinjam yang haram (meminjam sistem ribawi). Tidak usah semacam itu, kalau inginumrohdari rezeki yang memang sudah dihadirkan oleh Allah,” kata Buya Yahya ketika menjawab pertanyaan jamaahnya dalam sebuah kajian yang ditayangkan chanel Youtube-nya Al-Bahjah TV.
Buya Yahyapun mengingatkan untuk tak memaksakan kehendak jika tak memiliki uang untukumroh. Apalagi sampai harus berhutang demi bisa pergiumroh.“Tidak usah memaksakan seperti itu, kalau anda nggak punya duit, sholat dhuha pun adalah pahala seperti haji danumroh,” ujar Buya Yahya.
Ulama mazhab Syafi'i, yakni Imam al-Zurqani dalamal-Fath al-Rabbaniberkata : “Baginya tidak wajib meminjam uang untuk melaksanakan haji. Dalam keadaan seperti ini, melaksanakan haji bisa menjadi makruh atau bahkan haram.”
Bolehkah dengan Cara Kredit?
Syaikh Ibnu Al-Utsaimin rahimhahullah dalam salah satu kajiannya, mengatakan bahwa seseorang tidak boleh mengambil hutang untuk menunaikan haji atau umrah jika pelunasannya dilakukan dengan cara diambilkan dari gaji bulanan untuk angsuran. 'Menurut pandangan saya, dia tidak perlu berbuat demikian, karena seseorang tidak wajib menunaikan haji jika dia memiliki hutang, apalagi dia sengaja berhutang untuk menunaikan haji.
Sebaiknya, kata Syaikh Utsaimin, jangan berhutang untuk menunaikan haji. Karena menunaikan haji dalam kondisi tersebut bukan merupakan kewajiban baginya. Karenanya dia seharusnya menerima keringanan Allah, keluasan dan kasih sayangnya," tegas Syekh Utsaimin.
Ada Jaminan untuk Membayar
Sementara, di sisi lain, ada ulama yang berpendapat berhutang untuk haji atau umrah dihukumi boleh. Dengan catatan pinjamannya tidak riba atau di lembaga syariah.
Ustad Abdul Somad mengatakan, jika seseorang memberi jaminan sesuatu yang dapat digunakan untuk membayar hutangnya untuk haji dan umrah, maka boleh meminjam di lembaga keuangan syariah. "Misalnya, yang meminjam itu punya jaminan jika kebunnya panen, sawahnya panen, dan pinjamnya di bank syariah, maka boleh pinjam," kata ustad yang akrab dipanggil UAS itu dalam salah satu tausiyahnya di youtube.
Sedangkan menurut ulama NU, KH Mahbub Maafi menukil dari kitab kitab Mawahib Al Jalil Syarah Al Mukhtashar Al Khalil, mengatakan bahwa jika ada seseorang tidak bisa sampai ke Makkah kecuali dengan cara berhutang, sedangkan ia sebenarnya tidak mampu membayarnya, maka tidak wajib haji atau umrah. Ini adalah pandangan yang telah disepakati para ulama.
Berbeda ketika orang tersebut mampu membayar utangnya, maka ia dikategorikan sebagai orang yang mampu. Karenanya ia wajib melaksanakan haji meskipun dengan cara berhutang. Sebab, kemampuan dia untuk membayar hutang menyebabkan ia dianggap sebagai orang yang sudah istitha’ah memiliki kemampuan.
Wallahu 'alam
(wid)