Mengapa Menjaga Akhlak Kepada Allah Ta'ala Begitu Penting? Begini Penjelasannya
Rabu, 22 Juni 2022 - 12:49 WIB
Akhlak yang baik kepada Allah Subhanahu wa ta'ala adalah ridha terhadap hukum-Nya baik secara syar’i maupun secara takdir. Ia menerima hal itu dengan lapang dada dan tidak mengeluh. Tidak marah dan bersedih. Jika Allah Ta'ala menakdirkan sesuatu kepada seorang muslim yang tidak disukai oleh muslim itu, dia merasa ridha, menerima, dan bersabar. Ia berkata dengan lisan dan hatinya: Aku ridha Allah sebagai Rabbku.
Dalam buku Syarah Riyadus Shalihin karya Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin rahimahullah menegaskan bahwa akhlak yang baik adalah kepada Allah dan kepada para hamba Allah. Disebutkan bahwa jika Allah menetapkan hukum syar’i, ia pun ridha dan menerima. Ia tunduk kepada syariat Allah Azza Wa Jalla dengan lapang dada dan jiwa yang tenang. Ini adalah akhlak yang baik (mulia) kepada Allah Azza Wa Jalla.
Memang begitulah hendaknya. Selain akhlak kepada manusia, yang harus diutamakan adalah kepada Allah Ta’ala. Artinya, akhlak yang lebih agung daripada ikepada manusia adalah akhlak kita kepada Allah Ta’ala
Allah Ta'ala telah mengisyaratkan hal ini dalam firman-Nya :
"Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al-Isra’ : 23).
Ayat itu menegaskan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk beriman kepada-Nya dan kepada perkara-perkara yang wajib diimani. Tidak kufur atau mengingkari Allah bahkan dilarang menuhankan selain kepada Allah.
Dalam ayat yang lain Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman :
"Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah , malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya. (QS an-Nisâ’ : 136).
Maka sepantasnya seorang hamba beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, meyakini kebenaran firman-Nya dan tunduk terhadap perintah dan larangan-Nya.
Sungguh tidak beradab ketika ada seorang hamba yang ingkar dan menentang-Nya. Allah Azza wa Jalla mencela orang-orang yang ingkar kepada-Nya dengan celaan yang keras, sebagaimana firman-Nya:
Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian hanya kepada-Nya-lah kamu dikembalikan? ( QS al-Baqarah : 28).
Nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hambanya sangat banyak, oleh karena itu termasuk berakhlak kepada Allah adalah kewajiban seorang hamba untuk mensyukurinya adalah dengan mengakui bahwa nikmat itu datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala , memuji-Nya dengan lidah, dan mempergunakan nikmat-nikmat tersebut untuk keridhaan-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
"Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku. (Al-Baqarah : 152).
Wallahu A'lam
Dalam buku Syarah Riyadus Shalihin karya Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin rahimahullah menegaskan bahwa akhlak yang baik adalah kepada Allah dan kepada para hamba Allah. Disebutkan bahwa jika Allah menetapkan hukum syar’i, ia pun ridha dan menerima. Ia tunduk kepada syariat Allah Azza Wa Jalla dengan lapang dada dan jiwa yang tenang. Ini adalah akhlak yang baik (mulia) kepada Allah Azza Wa Jalla.
Memang begitulah hendaknya. Selain akhlak kepada manusia, yang harus diutamakan adalah kepada Allah Ta’ala. Artinya, akhlak yang lebih agung daripada ikepada manusia adalah akhlak kita kepada Allah Ta’ala
Allah Ta'ala telah mengisyaratkan hal ini dalam firman-Nya :
"Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al-Isra’ : 23).
Ayat itu menegaskan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk beriman kepada-Nya dan kepada perkara-perkara yang wajib diimani. Tidak kufur atau mengingkari Allah bahkan dilarang menuhankan selain kepada Allah.
Dalam ayat yang lain Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَىٰ رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُۚ وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا
"Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah , malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya. (QS an-Nisâ’ : 136).
Maka sepantasnya seorang hamba beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, meyakini kebenaran firman-Nya dan tunduk terhadap perintah dan larangan-Nya.
Sungguh tidak beradab ketika ada seorang hamba yang ingkar dan menentang-Nya. Allah Azza wa Jalla mencela orang-orang yang ingkar kepada-Nya dengan celaan yang keras, sebagaimana firman-Nya:
كَيْفَ تَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَكُنْتُمْ أَمْوَاتًا فَأَحْيَاكُمْۖ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian hanya kepada-Nya-lah kamu dikembalikan? ( QS al-Baqarah : 28).
Nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hambanya sangat banyak, oleh karena itu termasuk berakhlak kepada Allah adalah kewajiban seorang hamba untuk mensyukurinya adalah dengan mengakui bahwa nikmat itu datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala , memuji-Nya dengan lidah, dan mempergunakan nikmat-nikmat tersebut untuk keridhaan-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ
"Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku. (Al-Baqarah : 152).
Wallahu A'lam
(wid)