Perintah Sholat 4 Rakaat Sebelum dan Sesudah Jumat, Al-Albani: Itu Hadis Batil
Jum'at, 08 Juli 2022 - 15:09 WIB
Syaikh Muhammad Nashruddin al-Albani menyebut sebuat hadis yang menurutnya batil tentang perintah sholat empat rakaat sebelum dan sesudah Jumat. Hadis tersebut berbunyi:
"Rasulullah SAW selalu melakukan sholat sebelum sholat Jumat empat rakaat, dan empat rakaat sesudahnya tanpa ada jarak di antaranya."
"Hadis ini batil," tegasnya dalam bukunya berjudul "Silsilatul-Ahaadiits adh-Dhaifah wal Maudhu'ah wa Atsaruhas-Sayyi' fil-Ummah" dan telah diterjemahkan AM Basamalah dengan judul "Silsilah Hadits Dha'if dan Maudhu'"
Hadis tersebut diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-Mu'jamul-Kabir (III/172/1), dengan sanad dari Buqyah bin al-Walid, dari Mubasysyir bin Ubaid, dari al-Hajjaj bin Artha'ah, dari Athiyah al-Ufi, dari Ibnu Abbas r.a. secara marfu' (diangkat sanadnya hingga kepada Rasulullah SAW ).
Ibnu Majah juga meriwayatkannya dalam Sunan-nya (I/347) dengan sanad yang demikian tanpa menyebutkan "dan empat rakaat sesudahnya."
Az-Zaila'i dalam kitabnya, Nashabur-Rayah (II/206), mengatakan, "Sanad riwayat ini sangat rusak. Mubasysyir termasuk deretan nama pemalsu hadis, sedangkan Hajjaj dan Athiya keduanya tergolong perawi dhaif."
Adapun al-Bushairi dalam kitab az-Zawaid (I/72) mengatakan, sanad riwayat ini sarat dengan perawi dhaif. Athiyah disepakati oleh kalangan ahli hadis sebagai perawi sangat dhaif.
Sedangkan Hajjaj dikenal sebagai pemalsu (penipu), Mubasysyir bin Ubai adalah pendusta, dan Buqyah bin al-Walid terbukti menipu dengan melakukan tadlisut-taswiyah.
Sedangkan, mengenai sholat yang dilakukan Rasulullah SAW di antara azan dengan iqamat pada hari Jumat adalah sangat tidak mungkin, mengingat di antara keduanya ada khutbah. Oleh karena itu, tidak mungkin ada sholat di antara keduanya (antara azan dan iqamah).
"Setelah khalifah Utsman bin Affan ra mengadakan azan di atas menara, sangat memungkinkan untuk melaksanakan sholat sunnah Jumat sebelum khatib atau imam datang untuk berkhutbah," ujar al-Bushairi.
Hanya saja, Al-Albani mengatakan, tidak ada satu pun riwayat yang sahih dan akurat yang menjelaskan bahwa di antara azan yang dilakukan pada zaman Utsman ra dan khutbah, ada kesempatan untuk melangsungkan sholat sunnah Jumat empat rakaat, sebagaimana keterangan riwayat itu.
Demikian pula, tidak ada satu riwayat pun yang menunjukkan bahwa orang-orang --terutama para ulama-- yang hidup pada masa khilafah Utsman melakukan sholat tersebut. "Maka, gugurlah kemungkinan yang digambarkan itu," kata al-Albani.
Kalaupun memang terbukti adanya waktu senggang sehingga memungkinkan untuk melakukan sholat sunnah sebelum khutbah, maka hal ini tidak menunjukkan diperbolehkannya mengada-adakan suatu bentuk peribadahan yang belum pernah dilakukan pada zaman Rasulullah SAW.
Berbeda kasusnya dengan pengadaan azan yang dilakukan oleh Utsman pada masa khilafahnya, sebab yang demikian merupakan masalah al-mashalihul-mursalah 'kemaslahatan umum'.
Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul-Bari (II/341) mengatakan, "Sanad riwayat ini sangat lemah karena tidak mantap." Imam Nawawi dalam ringkasannya mengatakan, "Ini hadis batil."
Demikian pula, Ibnul Qayyim dalam kitabnya, Zadul-Ma'ad (I/1701), mengatakan, "Hadis ini terdapat banyak sekali petakanya." Lebih jauh, Ibnul Qayyim merinci ulasannya yang ringkasannya seperti apa yang ditegaskan oleh al-Bushairi mengenai keempat penyakit yang ada dalam sanadnya
Namun demikian, al-Albani mengatakan, yang membuat dirinya heran adalah bahwa kelemahan riwayat ini tidak diketahui secara pasti oleh al-Hafizh al-Haitsami.
"Rasulullah SAW selalu melakukan sholat sebelum sholat Jumat empat rakaat, dan empat rakaat sesudahnya tanpa ada jarak di antaranya."
"Hadis ini batil," tegasnya dalam bukunya berjudul "Silsilatul-Ahaadiits adh-Dhaifah wal Maudhu'ah wa Atsaruhas-Sayyi' fil-Ummah" dan telah diterjemahkan AM Basamalah dengan judul "Silsilah Hadits Dha'if dan Maudhu'"
Hadis tersebut diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-Mu'jamul-Kabir (III/172/1), dengan sanad dari Buqyah bin al-Walid, dari Mubasysyir bin Ubaid, dari al-Hajjaj bin Artha'ah, dari Athiyah al-Ufi, dari Ibnu Abbas r.a. secara marfu' (diangkat sanadnya hingga kepada Rasulullah SAW ).
Ibnu Majah juga meriwayatkannya dalam Sunan-nya (I/347) dengan sanad yang demikian tanpa menyebutkan "dan empat rakaat sesudahnya."
Az-Zaila'i dalam kitabnya, Nashabur-Rayah (II/206), mengatakan, "Sanad riwayat ini sangat rusak. Mubasysyir termasuk deretan nama pemalsu hadis, sedangkan Hajjaj dan Athiya keduanya tergolong perawi dhaif."
Adapun al-Bushairi dalam kitab az-Zawaid (I/72) mengatakan, sanad riwayat ini sarat dengan perawi dhaif. Athiyah disepakati oleh kalangan ahli hadis sebagai perawi sangat dhaif.
Sedangkan Hajjaj dikenal sebagai pemalsu (penipu), Mubasysyir bin Ubai adalah pendusta, dan Buqyah bin al-Walid terbukti menipu dengan melakukan tadlisut-taswiyah.
Sedangkan, mengenai sholat yang dilakukan Rasulullah SAW di antara azan dengan iqamat pada hari Jumat adalah sangat tidak mungkin, mengingat di antara keduanya ada khutbah. Oleh karena itu, tidak mungkin ada sholat di antara keduanya (antara azan dan iqamah).
"Setelah khalifah Utsman bin Affan ra mengadakan azan di atas menara, sangat memungkinkan untuk melaksanakan sholat sunnah Jumat sebelum khatib atau imam datang untuk berkhutbah," ujar al-Bushairi.
Hanya saja, Al-Albani mengatakan, tidak ada satu pun riwayat yang sahih dan akurat yang menjelaskan bahwa di antara azan yang dilakukan pada zaman Utsman ra dan khutbah, ada kesempatan untuk melangsungkan sholat sunnah Jumat empat rakaat, sebagaimana keterangan riwayat itu.
Demikian pula, tidak ada satu riwayat pun yang menunjukkan bahwa orang-orang --terutama para ulama-- yang hidup pada masa khilafah Utsman melakukan sholat tersebut. "Maka, gugurlah kemungkinan yang digambarkan itu," kata al-Albani.
Kalaupun memang terbukti adanya waktu senggang sehingga memungkinkan untuk melakukan sholat sunnah sebelum khutbah, maka hal ini tidak menunjukkan diperbolehkannya mengada-adakan suatu bentuk peribadahan yang belum pernah dilakukan pada zaman Rasulullah SAW.
Berbeda kasusnya dengan pengadaan azan yang dilakukan oleh Utsman pada masa khilafahnya, sebab yang demikian merupakan masalah al-mashalihul-mursalah 'kemaslahatan umum'.
Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul-Bari (II/341) mengatakan, "Sanad riwayat ini sangat lemah karena tidak mantap." Imam Nawawi dalam ringkasannya mengatakan, "Ini hadis batil."
Demikian pula, Ibnul Qayyim dalam kitabnya, Zadul-Ma'ad (I/1701), mengatakan, "Hadis ini terdapat banyak sekali petakanya." Lebih jauh, Ibnul Qayyim merinci ulasannya yang ringkasannya seperti apa yang ditegaskan oleh al-Bushairi mengenai keempat penyakit yang ada dalam sanadnya
Namun demikian, al-Albani mengatakan, yang membuat dirinya heran adalah bahwa kelemahan riwayat ini tidak diketahui secara pasti oleh al-Hafizh al-Haitsami.