Kisah Dzu Nuwas, Pembantai 20.000 Orang Nasrani yang Mati Tenggelam di Laut
Rabu, 14 September 2022 - 05:15 WIB
Kisah Dzu Nuwas, pembantai 20.000 orang Nasrani yang mati tenggelam di laut disampaikan Ibnu Katsir saat menafsirkan surat Al-Buruj ayat 4-9. Kisah tersebut dinukil dari apa yang diriwayatkan Muhammad Ibnu Ishaq Ibnu Yasar.
Menurut Ibnu Katsir , Muhammad ibnu Ishaq telah mengetengahkan kisah ini di dalam kitab sirahnya dengan konteks yang lain tentang peristiwa ashabul Ukhdud .
Dahulu penduduk negeri Najran adalah para penyembah berhala, yaitu ahli syirik. Dan tersebutlah bahwa di salah satu dari kawasan kota Najran yang sangat besar itu lagi memiliki berbagai bagian kota, dan kepadanyalah dinisbatkan semua penduduk negeri itu, terdapat seorang tukang sihir yang mengajari sihir para pemuda Najran.
Ketika Faimun bermukim di Najran ia membangun sebuah kemah yang terletak di antara Najran dan kota tempat tinggal si penyihir itu.
Maka orang-orang Najran mengirimkan anak-anak mereka untuk belajar kepada ahli sihir itu ilmu sihir yang dikuasainya. Dan tersebutlah bahwa At-Tamir mengirimkan anaknya yang bernama Abdullah ibnu Tamir bersama-sama dengan anak-anak Najran untuk belajar ilmu sihir kepada si penyihir itu.
Tersebutlah bahwa apabila Abdullah melewati penghuni kemah itu, ia merasa kagum dengan apa yang disaksikannya dari penghuni kemah itu yang banyak ibadah dan sholatnya. Maka ia memberanikan diri untuk duduk di dekatnya dan mendengar darinya ajaran-ajarannya, pada akhirnya ia masuk Islam, mengesakan Allah dan menyembah-Nya.
Lalu ia menanyakan kepada penghuni kemah itu tentang syariat-syariat Islam, dan setelah ia pandai tentang syariat-syariat Islam, lalu ia meminta kepadanya untuk diberi Ismul A'zam.
Tersebutlah bahwa lelaki penghuni kemah itu mengetahui Ismul A'zam, tetapi lelaki itu menyembunyikannya dari Abdullah dan menolak untuk mengajarkan Ismul A'zam kepadanya, seraya berkata. ”Wahai anak saudaraku, engkau tidak akan mampu memikulnya dan aku merasa khawatir dengan kelemahanmu darinya."
Sedangkan ayah Abdullah (yaitu At-Tamir) hanya mengetahui bahwa anaknya berangkat hanyalah untuk belajar kepada tukang sihir tersebut.
Ketika Abdullah melihat bahwa gurunya tidak mau memberikan Ismul A’zam kepadanya karena takut akan kelemahannya, maka dengan sengaja ia mengambil banyak wadah, lalu ia kumpulkan, dan tiada suatu wadah pun melainkan ia menuliskan padanya tiap isim yang telah diajarkan oleh gurunya.
Setelah semuanya tertulis, maka ia menyalakan api, kemudian melemparkan wadah-wadah itu ke dalam api satu per satu. Ketika sampai pada giliran wadah yang tertulis padanya Ismul A'zam (yang belum diketahuinya secara pasti), lalu ia melemparkan wadah itu. Maka tiba-tiba wadah itu terpental dari api dan keluar dari nyalanya tanpa mengalami suatu kerusakan pun, melainkan tetap utuh.
Kemudian ia mengambil wadah tersebut dan membawanya menghadap kepada gurunya, lalu ia berkata kepadanya bahwa dirinya telah mengetahui Ismul A’zam yang telah dia catat.
Gurunya bertanya, "Coba sebutkan." Abdullah menjawab, bahwa Ismul A’zam itu adalah demikian dan demikian.
Gurunya bertanya, "Bagaimana kamu mendapatkannya?" Abdullah menceritakan kepada gurunya apa yang telah ia lakukan.
Lalu gurunya berkata, "Wahai anak saudaraku, sesungguhnya engkau telah mendapatkannya, maka tahanlah dirimu, dan saya merasa yakin engkau tidak akan menyalahgunakannya."
Maka jadilah Abdullah ibnu At-Tamir apabila memasuki Najran, tidak sekali-kali dia berdua dengan seseorang yang penyakitan melainkan ia mengatakan kepadanya, "Hai hamba Allah, maukah engkau mengesakan Allah dan masuk ke dalam agamaku, aku akan mendoakanmu kepada Allah agar disembuhkan, maka Dia pasti akan menyehatkanmu seperti sediakala?"
Maka orang yang dijumpainya itu menjawab, "Ya," dan ia pun mengesakan Allah dan masuk Islam, maka Abdullah berdoa untuk kesembuhannya, sehingga tiada seorang pun dari penduduk negeri Najran yang penyakitan melainkan dia datangi, dan menaati perintahnya, lalu ia mendoakannya hingga sembuh.
Pada akhirnya perihal Abdullah ibnut Tamir sampai kepada raja negeri Najran, lalu raja mengundangnya dan berkata kepadanya, "Engkau telah merusak rakyat negeriku dan menentang agamaku, yaitu agama nenek moyangku. Maka sungguh aku akan mencingcangmu."
Menurut Ibnu Katsir , Muhammad ibnu Ishaq telah mengetengahkan kisah ini di dalam kitab sirahnya dengan konteks yang lain tentang peristiwa ashabul Ukhdud .
Dahulu penduduk negeri Najran adalah para penyembah berhala, yaitu ahli syirik. Dan tersebutlah bahwa di salah satu dari kawasan kota Najran yang sangat besar itu lagi memiliki berbagai bagian kota, dan kepadanyalah dinisbatkan semua penduduk negeri itu, terdapat seorang tukang sihir yang mengajari sihir para pemuda Najran.
Ketika Faimun bermukim di Najran ia membangun sebuah kemah yang terletak di antara Najran dan kota tempat tinggal si penyihir itu.
Maka orang-orang Najran mengirimkan anak-anak mereka untuk belajar kepada ahli sihir itu ilmu sihir yang dikuasainya. Dan tersebutlah bahwa At-Tamir mengirimkan anaknya yang bernama Abdullah ibnu Tamir bersama-sama dengan anak-anak Najran untuk belajar ilmu sihir kepada si penyihir itu.
Tersebutlah bahwa apabila Abdullah melewati penghuni kemah itu, ia merasa kagum dengan apa yang disaksikannya dari penghuni kemah itu yang banyak ibadah dan sholatnya. Maka ia memberanikan diri untuk duduk di dekatnya dan mendengar darinya ajaran-ajarannya, pada akhirnya ia masuk Islam, mengesakan Allah dan menyembah-Nya.
Lalu ia menanyakan kepada penghuni kemah itu tentang syariat-syariat Islam, dan setelah ia pandai tentang syariat-syariat Islam, lalu ia meminta kepadanya untuk diberi Ismul A'zam.
Tersebutlah bahwa lelaki penghuni kemah itu mengetahui Ismul A'zam, tetapi lelaki itu menyembunyikannya dari Abdullah dan menolak untuk mengajarkan Ismul A'zam kepadanya, seraya berkata. ”Wahai anak saudaraku, engkau tidak akan mampu memikulnya dan aku merasa khawatir dengan kelemahanmu darinya."
Sedangkan ayah Abdullah (yaitu At-Tamir) hanya mengetahui bahwa anaknya berangkat hanyalah untuk belajar kepada tukang sihir tersebut.
Ketika Abdullah melihat bahwa gurunya tidak mau memberikan Ismul A’zam kepadanya karena takut akan kelemahannya, maka dengan sengaja ia mengambil banyak wadah, lalu ia kumpulkan, dan tiada suatu wadah pun melainkan ia menuliskan padanya tiap isim yang telah diajarkan oleh gurunya.
Setelah semuanya tertulis, maka ia menyalakan api, kemudian melemparkan wadah-wadah itu ke dalam api satu per satu. Ketika sampai pada giliran wadah yang tertulis padanya Ismul A'zam (yang belum diketahuinya secara pasti), lalu ia melemparkan wadah itu. Maka tiba-tiba wadah itu terpental dari api dan keluar dari nyalanya tanpa mengalami suatu kerusakan pun, melainkan tetap utuh.
Kemudian ia mengambil wadah tersebut dan membawanya menghadap kepada gurunya, lalu ia berkata kepadanya bahwa dirinya telah mengetahui Ismul A’zam yang telah dia catat.
Gurunya bertanya, "Coba sebutkan." Abdullah menjawab, bahwa Ismul A’zam itu adalah demikian dan demikian.
Gurunya bertanya, "Bagaimana kamu mendapatkannya?" Abdullah menceritakan kepada gurunya apa yang telah ia lakukan.
Lalu gurunya berkata, "Wahai anak saudaraku, sesungguhnya engkau telah mendapatkannya, maka tahanlah dirimu, dan saya merasa yakin engkau tidak akan menyalahgunakannya."
Maka jadilah Abdullah ibnu At-Tamir apabila memasuki Najran, tidak sekali-kali dia berdua dengan seseorang yang penyakitan melainkan ia mengatakan kepadanya, "Hai hamba Allah, maukah engkau mengesakan Allah dan masuk ke dalam agamaku, aku akan mendoakanmu kepada Allah agar disembuhkan, maka Dia pasti akan menyehatkanmu seperti sediakala?"
Maka orang yang dijumpainya itu menjawab, "Ya," dan ia pun mengesakan Allah dan masuk Islam, maka Abdullah berdoa untuk kesembuhannya, sehingga tiada seorang pun dari penduduk negeri Najran yang penyakitan melainkan dia datangi, dan menaati perintahnya, lalu ia mendoakannya hingga sembuh.
Pada akhirnya perihal Abdullah ibnut Tamir sampai kepada raja negeri Najran, lalu raja mengundangnya dan berkata kepadanya, "Engkau telah merusak rakyat negeriku dan menentang agamaku, yaitu agama nenek moyangku. Maka sungguh aku akan mencingcangmu."