Jejak Peringatan Malapetaka 15 Mei yang Diperingati Rakyat Palestina Seluruh Dunia

Selasa, 09 Mei 2023 - 14:16 WIB
loading...
Jejak Peringatan Malapetaka...
Setiap tahun pada tanggal 15 Mei, warga Palestina di seluruh dunia yang berjumlah sekitar 12,4 juta memperingati hari Nakba, atau malapetaka. Foto/ilustrasi: Aljazeera
A A A
Setiap tahun pada tanggal 15 Mei, warga Palestina di seluruh dunia yang berjumlah sekitar 12,4 juta memperingati hari Nakba, atau malapetaka. Hal ini mengacu pada pembersihan etnis Palestina dan kehancuran total masyarakat Palestina pada tahun 1948.

Pada hari petaka bagi bangsa Palestina itu, Negara Israel terbentuk. Pembentukan negeri Yahudi tersebut melalui proses kekerasan, pengusiran paksa ratusan ribu warga Palestina dari tanah airnya.

Aljazeera mencatat antara 1947 dan 1949, setidaknya 750.000 warga Palestina dari 1,9 juta penduduk dijadikan pengungsi di luar perbatasan negara. Pasukan Zionis merebut lebih dari 78% wilayah Palestina. Mereka membersihkan dan menghancurkan sekitar 530 desa dan kota. Mereka juga membunuh sekitar 15.000 warga Palestina dalam serangkaian kekejaman massal, termasuk lebih dari 70 pembantaian.

Meskipun 15 Mei 1948, menjadi hari resmi untuk memperingati Nakba, sejatinya kelompok bersenjata Zionis telah meluncurkan proses pengusiran warga Palestina jauh lebih awal. Faktanya, pada 15 Mei, setengah dari jumlah total pengungsi Palestina telah diusir secara paksa dari negara mereka.

Israel terus menindas dan mengusir warga Palestina hingga hari ini, meskipun dengan cara yang kurang eksplisit dibandingkan saat Nakba.



Apa yang menyebabkan Nakba?

Akar Nakba berasal dari munculnya Zionisme sebagai ideologi politik di Eropa Timur akhir abad ke-19. Ideologi tersebut didasarkan pada keyakinan bahwa Yahudi adalah bangsa atau ras yang pantas memiliki negara sendiri.

Sejak tahun 1882 dan seterusnya, ribuan orang Yahudi Eropa Timur dan Rusia mulai menetap di Palestina; didorong oleh penganiayaan anti-Semit dan pogrom yang mereka hadapi di Kekaisaran Rusia, dan seruan Zionisme.

Pada tahun 1896, jurnalis Wina Theodor Herzl menerbitkan sebuah pamflet yang kemudian dilihat sebagai dasar ideologis untuk politik Zionisme-- Der Judenstaat, atau “Negara Yahudi”. Herzl menyimpulkan bahwa obat untuk sentimen dan serangan anti-Semit yang berusia berabad-abad di Eropa adalah pembentukan negara Yahudi.

Meskipun beberapa pelopor gerakan awalnya mendukung negara Yahudi di tempat-tempat seperti Uganda dan Argentina, mereka akhirnya menyerukan pembangunan negara di Palestina berdasarkan konsep alkitabiah bahwa Tanah Suci dijanjikan kepada orang Yahudi oleh Tuhan.

Pada tahun 1880-an, komunitas Yahudi Palestina, yang dikenal sebagai Yishuv, berjumlah 3% dari total populasi. Yishuv yang asli tidak bercita-cita membangun negara Yahudi modern di Palestina. Ini berbeda dengan Yahudi zionis yang tiba di Palestina belakangan.

Setelah pembubaran Kekaisaran Ottoman (1517-1914), Inggris menduduki Palestina sebagai bagian dari perjanjian rahasia Sykes-Picot tahun 1916 antara Inggris dan Prancis untuk membagi Timur Tengah demi kepentingan kekaisaran.

Pada tahun 1917, sebelum dimulainya Mandat Inggris (1920-1947), Inggris mengeluarkan Deklarasi Balfour. Negeri itu berjanji membantu “pendirian rumah nasional bagi orang-orang Yahudi di Palestina”. Ini pada dasarnya bersumpah untuk memberikan sebuah negara yang bukan milik mereka sendiri.



Inti dari janji itu adalah Chaim Weizmann. Dia adalah ahli kimia Zionis Rusia yang berbasis di Inggris. Weizmann selama Perang Dunia I (1914-1918) terhubung dengan baik ke eselon atas pemerintah Inggris. Dia dianggap berkontribusi positif pada Inggris.

Weizmann melobi mantan Perdana Menteri Inggris David Lloyd-George dan mantan Menteri Luar Negeri Arthur Balfour untuk secara terbuka berkomitmen membangun tanah air bagi orang Yahudi di Palestina. Lobi itu dilakukan selama 2 tahun.

Dengan memberikan dukungan mereka pada tujuan Zionis di Palestina, Inggris berharap mereka dapat menopang dukungan di antara populasi Yahudi yang signifikan di AS dan Rusia untuk upaya Sekutu selama Perang Dunia I. Mereka juga percaya Deklarasi Balfour akan mengamankan kendali mereka atas Palestina setelah perang.

Sejak tahun 1919 dan seterusnya, imigrasi Zionis ke Palestina, yang difasilitasi oleh Inggris, meningkat secara dramatis. Antara 1922 dan 1935, populasi Yahudi meningkat dari 9% menjadi hampir 27% dari total populasi. Mereka menggusur puluhan ribu rakyat Palestina dari tanah mereka.

Intelektual terkemuka Arab dan Palestina secara terbuka memperingatkan motif gerakan Zionis sejak tahun 1908. Dengan perebutan kekuasaan oleh Nazi di Jerman antara tahun 1933 dan 1936, sebanyak 30.000 hingga 60.000 orang Yahudi Eropa tiba di pantai Palestina.

Pada tahun 1936, orang Arab Palestina melancarkan pemberontakan besar-besaran melawan Inggris karena dukungan mereka terhadap Zionis. Otoritas Inggris menghancurkan pemberontakan, yang berlangsung hingga 1939, dengan kekerasan; mereka menghancurkan setidaknya 2.000 rumah Palestina, menempatkan 9.000 warga Palestina di kamp konsentrasi dan menginterogasi mereka dengan kekerasan, termasuk penyiksaan, dan mendeportasi 200 pemimpin nasionalis Palestina.

Setidaknya 10% populasi pria Palestina terbunuh, terluka, diasingkan, atau dipenjarakan pada akhir pemberontakan.



Pemerintah Inggris, yang khawatir akan meletusnya kekerasan antara Palestina dan Zionis, mencoba membatasi imigrasi orang Yahudi Eropa di beberapa titik. Pelobi Zionis di London membatalkan upaya mereka.

Pada tahun 1944, beberapa kelompok bersenjata Zionis menyatakan perang terhadap Inggris karena mencoba membatasi imigrasi Yahudi ke Palestina pada saat orang Yahudi melarikan diri dari Holocaust.

Organisasi paramiliter Zionis melancarkan sejumlah serangan terhadap Inggris – yang paling menonjol adalah pengeboman Hotel King David pada tahun 1946 di mana markas administrasi Inggris ditempatkan; 91 orang tewas dalam serangan itu.

Pada awal 1947, pemerintah Inggris mengumumkan akan menyerahkan bencana yang ditimbulkannya di Palestina kepada PBB dan mengakhiri proyek kolonialnya di sana. Pada tanggal 29 November 1947, PBB mengadopsi Resolusi 181, yang merekomendasikan pembagian Palestina menjadi dua negara: Yahudi dan Arab.

Pada saat itu, orang Yahudi di Palestina merupakan sepertiga dari populasi dan memiliki kurang dari 6% dari total luas tanah. Di bawah rencana partisi PBB, mereka dialokasikan 55% dari tanah, meliputi banyak kota utama dengan mayoritas Arab Palestina dan garis pantai penting dari Haifa ke Jaffa. Negara Arab akan kehilangan tanah pertanian dan pelabuhan utama, yang menyebabkan Palestina menolak proposal tersebut.

Tak lama setelah Resolusi PBB 181, perang pecah antara orang Arab Palestina dan kelompok bersenjata Zionis, yang, tidak seperti orang Palestina, telah memperoleh pelatihan dan senjata ekstensif dari pertempuran bersama Inggris dalam Perang Dunia II.

Kelompok paramiliter Zionis melancarkan proses pembersihan etnis yang kejam dalam bentuk serangan besar-besaran yang ditujukan pada pengusiran massal warga Palestina dari kota dan desa mereka untuk membangun negara Yahudi, yang berpuncak pada Nakba.



Mengapa orang Palestina memperingati Nakba pada 15 Mei?

Otoritas pendudukan Inggris telah mengumumkan bahwa mereka akan mengakhiri mandat mereka di Palestina pada malam 15 Mei 1948. Delapan jam sebelumnya, David Ben-Gurion, yang menjadi perdana menteri pertama Israel, mengumumkan apa yang disebut para pemimpin Zionis sebagai deklarasi kemerdekaan di Tel Aviv.

Mandat Inggris berakhir pada tengah malam, dan pada 15 Mei, negara Israel terbentuk.

Warga Palestina memperingati tragedi nasional, kehilangan tanah air dengan cara tidak resmi selama beberapa dekade. Akan tetapi pada tahun 1998, mantan Presiden Otoritas Palestina, Yasser Arafat, menyatakan 15 Mei sebagai hari peringatan nasional, pada tahun ke-50 sejak Nakba. Israel merayakan hari itu sebagai hari kemerdekaannya.

Kapan sebenarnya proses perpindahan itu dimulai?

Meskipun pemindahan warga Palestina dari tanah mereka oleh proyek Zionis sudah terjadi selama Mandat Inggris, pemindahan massal dimulai ketika rencana pemisahan PBB disahkan.

Dalam waktu kurang dari enam bulan, dari Desember 1947 hingga pertengahan Mei 1948, kelompok bersenjata Zionis mengusir sekitar 440.000 warga Palestina dari 220 desa.

Sebelum 15 Mei, beberapa pembantaian paling terkenal telah dilakukan; pembantaian Baldat al-Sheikh pada tanggal 31 Desember 1947, menewaskan hingga 70 orang Palestina; pembantaian Sa’sa’ pada 14 Februari 1948, ketika 16 rumah diledakkan dan 60 orang kehilangan nyawa; dan pembantaian Deir Yassin pada 9 April 1948, ketika sekitar 110 pria, wanita, dan anak-anak Palestina dibantai.



Berapa banyak warga Palestina yang mengungsi?

Saat unit tentara Mesir, Lebanon, Suriah, Yordania, dan Irak menyerbu pada 15 Mei, perang Arab-Israel diluncurkan, dan berlangsung hingga Maret 1949.

Pada paruh pertama tahun 1949, setidaknya 750.000 orang Palestina secara paksa diusir atau melarikan diri ke luar tanah air mereka. Pasukan Zionis telah melakukan sekitar 223 kekejaman pada tahun 1949, termasuk pembantaian, serangan seperti pengeboman rumah, penjarahan, perusakan harta benda dan seluruh desa.

Sekitar 150.000 warga Palestina tetap berada di wilayah Palestina yang menjadi bagian dari negara Israel. Dari 150.000, sekitar 30.000 hingga 40.000 mengungsi secara internal.

Seperti 750.000 orang yang terlantar di luar perbatasan negara baru, Israel melarang pengungsi internal Palestina untuk kembali ke rumah mereka.

Pada tahun-tahun setelah berdirinya Israel, negara tersebut memperluas pembersihan etnis secara sistematis. Meskipun perjanjian gencatan senjata telah ditandatangani dengan Mesir, Yordania, Suriah, dan Lebanon pada tahun 1949, tentara Israel yang baru didirikan melakukan sejumlah pembantaian tambahan dan kampanye pemindahan paksa.

Misalnya, pada tahun 1950, 2.500 penduduk Palestina yang tersisa di kota Majdal dipaksa masuk ke Jalur Gaza, sekitar 2.000 penduduk Beer el-Sabe diusir ke Tepi Barat, dan sekitar 2.000 penduduk dari dua desa di utara diusir ke Suriah.

Pada pertengahan 1950-an, populasi Palestina di Israel telah menjadi sekitar 195.000. Antara 1948 dan pertengahan 1950-an, sekitar 30.000, atau 15%dari populasi, diusir ke luar perbatasan negara baru.



Apakah Nakba sudah berakhir?

Sementara proyek Zionis memenuhi mimpinya untuk menciptakan “tanah air Yahudi” di Palestina pada tahun 1948, proses pembersihan etnis dan pengusiran warga Palestina tidak pernah berhenti.

Selama Perang Arab-Israel 1967, yang dikenal sebagai Naksa, yang berarti "kemunduran", Israel menduduki sisa wilayah Palestina di Yerusalem Timur, Tepi Barat, Jalur Gaza dan terus mendudukinya hingga hari ini. Sementara di bawah rencana partisi PBB Israel dialokasikan 55%, hari ini menguasai lebih dari 85% tanah Palestina.

Naksa menyebabkan pemindahan sekitar 430.000 warga Palestina, setengahnya berasal dari daerah yang diduduki pada tahun 1948 dan dengan demikian dua kali menjadi pengungsi. Seperti di Nakba, pasukan Israel menggunakan taktik militer yang melanggar hukum hak dasar internasional seperti serangan terhadap warga sipil dan pengusiran. Sebagian besar pengungsi melarikan diri ke negara tetangga Yordania, sementara yang lain pergi ke Mesir dan Suriah.

(mhy)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2591 seconds (0.1#10.140)