Kisah Mualaf Jepang Saki Takao: Masuk Islam setelah Mengunjungi Turki dan Indonesia
loading...
A
A
A
Mengenakan kimono merah muda, Saki Takao merayakan ulang tahunnya yang ke-26 dengan mengambil keputusan terbesar dalam hidupnya: menjadi seorang Muslim .
Dikelilingi oleh 15 anggota keluarga dan teman, dia membaca teks bahasa Arab Syahadat di smartphone-nya: "Saya bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah."
The Asahi Shimbun sebagaimana dikutip About Islam 5 Juni 2023 lalu melaporkan, meski perayaannya sederhana, jalan guru SMA itu untuk menjadi seorang Muslim tidaklah mudah.
Lahir dan dibesarkan di Jepang , Takao kuliah di Universitas Osaka Jogakuin. Dia bertemu dengan Muslim pertama dalam hidupnya, seorang pria dari Turkmenistan, di Taiwan .
Dalam banyak kesempatan, mereka bercakap-cakap dengan bahasa Inggris. Mereka membangun hubungan dekat dan tiba-tiba berakhir ketika dia menyadari bahwa dia adalah seorang Muslim.
Kembali ke Jepang untuk belajar urusan internasional, rasa malu atas perlakuannya terhadap seorang teman dekat hanya karena dia seorang Muslim mulai menggerogoti dirinya.
Dua tahun kemudian, di musim panas 2019, dia memulai “perjalanan solo untuk bertemu Muslim” yang membawanya ke negara-negara seperti Turki dan Indonesia.
Takao bertemu banyak orang baik di sepanjang jalan, yang akhirnya ingin belajar lebih banyak tentang Islam dan Muslim.
Setelah lulus, Takao mulai bekerja sebagai guru bahasa Inggris di SMA di Osaka. Berbicara tentang Islam di kelasnya, dia mengetahui bahwa murid-muridnya mengasosiasikan agama dengan “terorisme.”
“Kesan negatif dari sejumlah kecil orang tampaknya membayangi yang lainnya,” katanya. Hal yang juga ia rasakan sebelumnya.
Untuk mengetahui lebih banyak tentang Islam, Takao mulai mengunjungi masjid di lingkungannya. Dia mencoba makanan halal dan bahkan berpartisipasi dalam puasa Ramadan.
Mengambil keputusan untuk menjadi seorang Muslim, Takao berbagi kabar tersebut dengan keluarganya. Ibunya mengatakan bahwa dia "tidak menyukai gagasan itu". Ayahnya bahkan memperingatkan putrinya tentang "sisi negatif" agama itu.
Pada saat terjangkit COVID-19, dia merasa itu bukan waktu yang tepat untuk mengucapkan syahadat. Namun, dia kemudian bertemu dengan tunangannya, seorang pria Muslim Malaysia yang mengusir kecemasan dari pikirannya.
Di hari ulang tahunnya yang ke-26, Takao mengucapkan Syahadat.
“Rasa keanehan ini hanya mungkin karena saya baru mendapatkan iman,” katanya. “Saya ingin selalu mengingat perasaan itu sejak saat ini dan seterusnya selama sisa jalan agama saya.”
“Hidup dalam masyarakat Jepang juga bukannya tanpa kesulitan,” kata Takao. “Saya dapat lari ke dunia Islam jika saya merasa mereka tak tertahankan, sekarang saya memiliki dua masyarakat yang terbuka untuk saya.”
Menurut Tanada Hirofumi dari Universitas Waseda, jumlah Muslim di Jepang melonjak lebih dari dua kali lipat dalam 10 tahun terakhir.
Pada tahun 2010, statistik menunjukkan jumlah Muslim di Jepang mencapai 110.000. Pada akhir 2019, meningkat menjadi 230.000 orang. Jumlah tesrebut termasuk 50.000 mualaf Jepang.
Dikelilingi oleh 15 anggota keluarga dan teman, dia membaca teks bahasa Arab Syahadat di smartphone-nya: "Saya bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah."
The Asahi Shimbun sebagaimana dikutip About Islam 5 Juni 2023 lalu melaporkan, meski perayaannya sederhana, jalan guru SMA itu untuk menjadi seorang Muslim tidaklah mudah.
Lahir dan dibesarkan di Jepang , Takao kuliah di Universitas Osaka Jogakuin. Dia bertemu dengan Muslim pertama dalam hidupnya, seorang pria dari Turkmenistan, di Taiwan .
Dalam banyak kesempatan, mereka bercakap-cakap dengan bahasa Inggris. Mereka membangun hubungan dekat dan tiba-tiba berakhir ketika dia menyadari bahwa dia adalah seorang Muslim.
Kembali ke Jepang untuk belajar urusan internasional, rasa malu atas perlakuannya terhadap seorang teman dekat hanya karena dia seorang Muslim mulai menggerogoti dirinya.
Dua tahun kemudian, di musim panas 2019, dia memulai “perjalanan solo untuk bertemu Muslim” yang membawanya ke negara-negara seperti Turki dan Indonesia.
Takao bertemu banyak orang baik di sepanjang jalan, yang akhirnya ingin belajar lebih banyak tentang Islam dan Muslim.
Setelah lulus, Takao mulai bekerja sebagai guru bahasa Inggris di SMA di Osaka. Berbicara tentang Islam di kelasnya, dia mengetahui bahwa murid-muridnya mengasosiasikan agama dengan “terorisme.”
“Kesan negatif dari sejumlah kecil orang tampaknya membayangi yang lainnya,” katanya. Hal yang juga ia rasakan sebelumnya.
Untuk mengetahui lebih banyak tentang Islam, Takao mulai mengunjungi masjid di lingkungannya. Dia mencoba makanan halal dan bahkan berpartisipasi dalam puasa Ramadan.
Mengambil keputusan untuk menjadi seorang Muslim, Takao berbagi kabar tersebut dengan keluarganya. Ibunya mengatakan bahwa dia "tidak menyukai gagasan itu". Ayahnya bahkan memperingatkan putrinya tentang "sisi negatif" agama itu.
Pada saat terjangkit COVID-19, dia merasa itu bukan waktu yang tepat untuk mengucapkan syahadat. Namun, dia kemudian bertemu dengan tunangannya, seorang pria Muslim Malaysia yang mengusir kecemasan dari pikirannya.
Di hari ulang tahunnya yang ke-26, Takao mengucapkan Syahadat.
“Rasa keanehan ini hanya mungkin karena saya baru mendapatkan iman,” katanya. “Saya ingin selalu mengingat perasaan itu sejak saat ini dan seterusnya selama sisa jalan agama saya.”
“Hidup dalam masyarakat Jepang juga bukannya tanpa kesulitan,” kata Takao. “Saya dapat lari ke dunia Islam jika saya merasa mereka tak tertahankan, sekarang saya memiliki dua masyarakat yang terbuka untuk saya.”
Menurut Tanada Hirofumi dari Universitas Waseda, jumlah Muslim di Jepang melonjak lebih dari dua kali lipat dalam 10 tahun terakhir.
Pada tahun 2010, statistik menunjukkan jumlah Muslim di Jepang mencapai 110.000. Pada akhir 2019, meningkat menjadi 230.000 orang. Jumlah tesrebut termasuk 50.000 mualaf Jepang.
(mhy)