Penempatan Jemaah Haji di Madinah Sesuai UU Haji dan Peraturan Arab Saudi

Kamis, 22 Juni 2023 - 15:30 WIB
loading...
Penempatan Jemaah Haji di Madinah Sesuai UU Haji dan Peraturan Arab Saudi
Kepala Daerah Kerja (Kadaker) Madinah Zaenal Muttaqin menegaskan penempatan jemaah haji di sekitar Kompleks Masjid Nabawi, Kota Madinah sudah sesuai peraturan. Foto/SINDOnews
A A A
MADINAH - Kementerian Agama (Kemenag) menegaskan penempatan jemaah haji di sekitar Kompleks Masjid Nabawi, Kota Madinah sudah sesuai peraturan. Tidak hanya peraturan di Indonesia tetapi juga Arab Saudi.

Kepala Daerah Kerja (Kadaker) Madinah Zaenal Muttaqin mengatakan penentuan akomodasi atau hotel tempat penginapan jemaah haji selama di Madinah itu berdasarkan aturan dan undang-undang yang berlaku.



Di antaranya, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah pasal 39 dan Peraturan Menteri Agama (PMA) 13 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Reguler Pasal 72.

“Mengacu pada dua dasar hukum itu, jemaah haji harus ditempatkan di hotel-hotel yang ada di seputaran Masjid Nabawi, atau wilayah markaziyah. Akses jemaah ke Masjid Nabawi harus dekat,” ujarnya, Rabu (21/6/2023).

Oleh karena itu, kata dia, Kemenag selalu berusaha semaksimal mungkin agar jemaah haji Indonesia mendapatkan tempat tinggal di hotel-hotel yang ada di wilayah markaziyah.

Selain itu, akomodasi untuk jemaah haji reguler harus memenuhi standar kelayakan dengan memperhatikan aspek kesehatan, keamanan, dan kemudahan jemaah ke Masjid Nabawi.

“Wilayah markaziyah ini, sangat dekat dengan Masjid Nabawi. Bahkan, hotel jemaah haji Indonesia tahun ini, jarak paling dekat ke Masjid Nabawi hanya 50 meter, dan paling jauh tidak lebih dari 1 Km,” ucapnya.

Zaenal menjelaskan keuntungan jemaah menginap di hotel di wilayah markaziyah itu bisa dekat dengan Masjid Nabawi. Hal itu memudahkan jemaah yang ingin melaksanakan arbain.

Kendati demikian, kata Zaenal, ada konsekuensi yang harus diterima jemaah haji. Sebab, di hotel-hotel yang ada di wilayah markaziyah harus mengikuti standar internasional yang ditetapkan Pemerintah Arab Saudi.

“Ada semacam tasreh yang dimiliki hotel berisi aturan soal kapasitas orang di masing-masing kamar. Nah itu yang menentukan adalah Pemerintah Arab Saudi, bukan Kemenag,” jelas Zaenal.

Diakui Zaenal, kapasitas masing-masing hotel bervariarif. Ada hotel yang satu kamar untuk 5 orang, ada juga yang 4 orang dalam satu kamar. Bahkan, ada yang juga satu kamar untuk 3 orang.

“Itu tergantung hotel di wilayah markaziyah mendapatkan izin kapasitas maksimal berapa dari Pemerintah Arab Saudi. Karena kami, berusaha maksimal menyiapkan hotel jemaah yang lokasinya dekat dengan Masjid Nabawi,” ucapnya.

Karena peraturan tersebut, lanjut Zaenal, ada jemaah mendapatkan hotel yang kapasitas maksimalnya 5 orang satu kamar. Ada juga yang 3 orang untuk satu kamar. Bahkan, ada beberapa jemaah yang mendapatkan kesempatan tinggal di hotel bintang 5.

“Di wilayah markaziyah, rata-rata hotelnya sudah bintang 3. Tapi, kami ingin semua jemaah ada di wilayah markaziyah, jadi kami upayakan komunikasi dengan semua hotel di sini, termasuk bintang 5,” paparnya.

Zaenal menambahkan ada perbedaan penentuan akomodasi di Madinah dan Makkah. Di Madinah sistemnya blocking time, tidak bisa full musim seperti di Makkah.

“Kami tidak bisa menentukan standar atau patokan, karena kami mencari hotel yang ada di wilayah markaziyah sesuai aturan yang berlaku dengan tetap mengutamakan kenyamanan dan keamanan jemaah haji,” jelasnya.



Zaenal mengaku menerima masukan apa pun dari pihak pengawas termasuk dari DPR RI terkait pelaksanaan haji. “Ini menjadi evaluasi untuk kebaikan bersama, tapi tentu harus disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan dan kondisi Madinah,” pungkasnya.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2454 seconds (0.1#10.140)