10 Karakteristik Kepemimpinan Nabi Ibrahim yang Layak Diteladani
loading...
A
A
A
Imam Shamsi Ali
Direktur Jamaica Muslim Center
Presiden Nusantara Foundation USA
Sebagaimana biasanya kunjungan saya ke Indonesia selalu padat dengan undangan ceramah, seminar dan pertemuan lainnya. Seringkali yang ingin didengarkan oleh masyarakat Indonesia dari saya lebih kepada bagaimana Islam dan perkembangannya di Amerika Serikat dan dunia internasional secara umum.
Namun kali ini agak berbeda. Dalam beberapa hari terakhir saya berada di Indonesia justru sering diminta menyampaikan ceramah tentang kepemimpinan dalam Islam. Mungkin juga karena sebuah kebutuhan khusus. Apalagi dalam konteks memasuki musim politik di Indonesia. Dan lebih khusus lagi menjelang pilpres maupun Pileg yang sudah mulai memanas.
Dalam menyampaikan materi kepemimpinan dalam Islam tentu saya ingin ada konteks tertentu. Karenanya, ceramah-ceramah saya tidak lepas dari konteks keumatan hari-hari terakhir. Salah satunya yang terpenting adalah perayaan Idul Adha. Dan lebih khusus lagi relevansinya kepada figur di balik dari Idul Adha atau Kurban, Ibrahim 'alaihissalam.
Dan karenanya saya mengambil hikmah-hikmah kepemimpinan dari perjalan sejarah panjang hidup dan perjuangan Nabi Ibrahim. Bahwa semua rentetan perjalanan sejarah hidup dan perjuangannya mengandung nilai-nilai yang sarat dengan kepemimpinan.
Berikut sepuluh karakteristik dasar kepemimpinan Nabi Ibrahim :
1. Dibangun di Atas Prinsip yang Kokoh
Kepemimpinan yang tidak mudah goyah dan terwarnai oleh rongrongan dan pengaruh apapun. Tapi kokoh dalam memegang prinsip-prinsip dasar dan nilai (value) yang diyakininya.
Hal itu tersimpulkan dari sikap Ibrahim terhadap kesyirikan pada masanya. Beliau terlahir di tengah masyarakat musyrik, bahkan ayahnya adalah pembuat patung, tapi beliau kokoh memegang prinsip. Tidak terpengaruh dan hanyut dalam kesyirikan masa itu.
2. Kepemimpinan Ibrahim Berbasis Kepintaran
Terminologi yang sering kita dengarkan adalah fathonah. Ketajaman akal atau kepintaran menjadi karakter dasar kepemimpinan Ibrahim. Hal ini tersimpulkan dari beberapa hal. Satu di antaranya adalah bagaimana proses Nabi Ibrahim dalam menemukan ketauhidan. Dari bintang-bintang, bulan, hingga matahari, disangakanya sebagai tuhan. Namun dengan ketajaman akal itu pulalah beliau menemukan “ketauhidan” yang sejati.
3. Berkarakter Skill Komunikasi yang Mumpuni
Bahwa Nabi Ibrahim mampu mengkomunikasikan ide/pemikirannya secara baik dan efektif. Hal ini tersimpulkan dari kelihaian dan kehebatan Ibrahim dalam merespon dan mengkomunikasikan kebenaran Tauhid kepada sang raja Namrud yang angkuh itu. Bagaimana soliditas komunikasi dan diplomasi yang dimiliki Ibrahim menjadikan sang raja terdiam (fabuhita), gagal merespon poin-poin yang disampaikan Nabi Ibrahim.
4. Ditempa Melalui Proses Panjang
Kepemimpinan Nabi Ibrahim bukan kepemimpinan karbitan. Bukan juga kepemimpinan mumpung. Tidak dikarbitkan oleh kepentingan dan duit. Apalagi karena hanya karena kesempatan dalam kesempitan alias mumpung. Tapi ditempa penuh dengan pelatihan-pelatihan yang dahsyat.
Hal di atas disimpukan dari rentetang ujian (cobaan) yang ditimpakan kepada Nabi Ibrahim. Dari upaya asasinasi dengan dibakar hidup-hidup, hingga ujian memotong anak satu-satunya yang dia cintai. Semua itu menjadi tangga menuju kepada kepemimpinan yang dijanjikan (ja'iluka linnaas imaama).
5. Kepemimpinan dengan Fondasi Keyakinan yang Tinggi
Keyakinan tinggi ini yang lazim dikenal dengan self confidence (percaya diri). Self confidence bukan sikap superman. Tapi kuat dengan iman kepada Allah. Hal ini terintisarikan dari peristiwa upaya pembakaran yang dilakukan oleh sang raja. Ibrahim memiliki yang keyakinan kokoh bahwa yang dapat menolong hanyalah Allah SWT. Dia bahkan menolak tawaran pertolongan para malaikat. Allah pun memerintahkan api menjadi dingin dan nyaman bagi Ibrahim (bardan wa salaaaman).
7. Bersifat Inklusif dan Terbuka
Beliau menerima masukan bahkan kritikan dari siapapun. Karakteristik ini dalam bahasa politik masa kini dksebut demokratis. Membuka diri dan tidak alergi dengan masukan bahkan keritikan.
Hal itu disimpulkan dari sikap Ibrahim ketika menerima perintah untuk memotong anaknya. Beliau pastinya yakin kalau mimpi itu adalah perintah Allah. Dan Ibrahim tidak pernah mempertanyakan apalagi menolak perintah Allah. Tapi dalam perintah memotong anaknya Ibrahim meminta pendapat anaknya: "Bagaimana pendapat kamu?".
8. Berwawasan Ketakwaan
Segala yang terkait dengan kepemimpinannya merujuk kepada nilai-nilai ketakwaan. Kesimpulan ini diambil dari doa beliau untuk dijadikan pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa: "waj'alna lil-muttaqina imaama." Untuk terjadinya masyarakat (terpimpin) yang bertakwa, pemimpin dan kepemimpinannya harus berlandaskan ketakwaan.
9. Berkarakter Focus Oriented
Artinya beliau memiliki orientasi atau tujuan yang jelas. Orientasi kepemimpinan Nabi Ibrahim terfokus pada hadirnya stabiltas dan kemananan. Dengan stabilitasi akan terwujud kemakmuran. Tapi kemakmuran harus bercirikan keadilan.
10. Kepemimpinan Nabi Ibrahim Berkarakter Global
Bahwa Nabi Ibrahim yang dengan sendirinya menjadi sosok umat diangkat menjadi pemimpin global (dunia). Namun kepemimpinan beliau berwawasan dan berkarakter global.
Kesimpulan ini terangkum dalam penyampaian Ilahi di saat Ibrahim menuntaskan seluruh perintah-perintah Allah: "Inni ja'iluka linnaas imaama" (sesungguhnya Aku menjadikan kamu pemimpin bagi manusia).
Demikian sepuluh karakteristik kepemimpinan Ibrahim yang terangkum dari rentetan perjalanan sejarah hidupnya. Semoga karakteristik ini menjadi pegangan bagi para pemimpin dan para calon pemimpin. Bahkan semoga juga menjadi acuan bagi masyarakat untuk memilih pemimpin yang mendekati karakteristik-karakteristik kepemimpinan Ibrahim.
Terlebih khusus lagi semoga pemimpin Indonesia yang akan terpilih mampu menauladani kepemimpinan Ibrahim dalam kepemimpinannya dalam membawa Indonesia ke arah yang lebih baik. Indonesia yang baldatun thoyyibah wa Rabbun Ghafur. Aamin!
Direktur Jamaica Muslim Center
Presiden Nusantara Foundation USA
Sebagaimana biasanya kunjungan saya ke Indonesia selalu padat dengan undangan ceramah, seminar dan pertemuan lainnya. Seringkali yang ingin didengarkan oleh masyarakat Indonesia dari saya lebih kepada bagaimana Islam dan perkembangannya di Amerika Serikat dan dunia internasional secara umum.
Namun kali ini agak berbeda. Dalam beberapa hari terakhir saya berada di Indonesia justru sering diminta menyampaikan ceramah tentang kepemimpinan dalam Islam. Mungkin juga karena sebuah kebutuhan khusus. Apalagi dalam konteks memasuki musim politik di Indonesia. Dan lebih khusus lagi menjelang pilpres maupun Pileg yang sudah mulai memanas.
Dalam menyampaikan materi kepemimpinan dalam Islam tentu saya ingin ada konteks tertentu. Karenanya, ceramah-ceramah saya tidak lepas dari konteks keumatan hari-hari terakhir. Salah satunya yang terpenting adalah perayaan Idul Adha. Dan lebih khusus lagi relevansinya kepada figur di balik dari Idul Adha atau Kurban, Ibrahim 'alaihissalam.
Dan karenanya saya mengambil hikmah-hikmah kepemimpinan dari perjalan sejarah panjang hidup dan perjuangan Nabi Ibrahim. Bahwa semua rentetan perjalanan sejarah hidup dan perjuangannya mengandung nilai-nilai yang sarat dengan kepemimpinan.
Berikut sepuluh karakteristik dasar kepemimpinan Nabi Ibrahim :
1. Dibangun di Atas Prinsip yang Kokoh
Kepemimpinan yang tidak mudah goyah dan terwarnai oleh rongrongan dan pengaruh apapun. Tapi kokoh dalam memegang prinsip-prinsip dasar dan nilai (value) yang diyakininya.
Hal itu tersimpulkan dari sikap Ibrahim terhadap kesyirikan pada masanya. Beliau terlahir di tengah masyarakat musyrik, bahkan ayahnya adalah pembuat patung, tapi beliau kokoh memegang prinsip. Tidak terpengaruh dan hanyut dalam kesyirikan masa itu.
2. Kepemimpinan Ibrahim Berbasis Kepintaran
Terminologi yang sering kita dengarkan adalah fathonah. Ketajaman akal atau kepintaran menjadi karakter dasar kepemimpinan Ibrahim. Hal ini tersimpulkan dari beberapa hal. Satu di antaranya adalah bagaimana proses Nabi Ibrahim dalam menemukan ketauhidan. Dari bintang-bintang, bulan, hingga matahari, disangakanya sebagai tuhan. Namun dengan ketajaman akal itu pulalah beliau menemukan “ketauhidan” yang sejati.
3. Berkarakter Skill Komunikasi yang Mumpuni
Bahwa Nabi Ibrahim mampu mengkomunikasikan ide/pemikirannya secara baik dan efektif. Hal ini tersimpulkan dari kelihaian dan kehebatan Ibrahim dalam merespon dan mengkomunikasikan kebenaran Tauhid kepada sang raja Namrud yang angkuh itu. Bagaimana soliditas komunikasi dan diplomasi yang dimiliki Ibrahim menjadikan sang raja terdiam (fabuhita), gagal merespon poin-poin yang disampaikan Nabi Ibrahim.
4. Ditempa Melalui Proses Panjang
Kepemimpinan Nabi Ibrahim bukan kepemimpinan karbitan. Bukan juga kepemimpinan mumpung. Tidak dikarbitkan oleh kepentingan dan duit. Apalagi karena hanya karena kesempatan dalam kesempitan alias mumpung. Tapi ditempa penuh dengan pelatihan-pelatihan yang dahsyat.
Hal di atas disimpukan dari rentetang ujian (cobaan) yang ditimpakan kepada Nabi Ibrahim. Dari upaya asasinasi dengan dibakar hidup-hidup, hingga ujian memotong anak satu-satunya yang dia cintai. Semua itu menjadi tangga menuju kepada kepemimpinan yang dijanjikan (ja'iluka linnaas imaama).
5. Kepemimpinan dengan Fondasi Keyakinan yang Tinggi
Keyakinan tinggi ini yang lazim dikenal dengan self confidence (percaya diri). Self confidence bukan sikap superman. Tapi kuat dengan iman kepada Allah. Hal ini terintisarikan dari peristiwa upaya pembakaran yang dilakukan oleh sang raja. Ibrahim memiliki yang keyakinan kokoh bahwa yang dapat menolong hanyalah Allah SWT. Dia bahkan menolak tawaran pertolongan para malaikat. Allah pun memerintahkan api menjadi dingin dan nyaman bagi Ibrahim (bardan wa salaaaman).
7. Bersifat Inklusif dan Terbuka
Beliau menerima masukan bahkan kritikan dari siapapun. Karakteristik ini dalam bahasa politik masa kini dksebut demokratis. Membuka diri dan tidak alergi dengan masukan bahkan keritikan.
Hal itu disimpulkan dari sikap Ibrahim ketika menerima perintah untuk memotong anaknya. Beliau pastinya yakin kalau mimpi itu adalah perintah Allah. Dan Ibrahim tidak pernah mempertanyakan apalagi menolak perintah Allah. Tapi dalam perintah memotong anaknya Ibrahim meminta pendapat anaknya: "Bagaimana pendapat kamu?".
8. Berwawasan Ketakwaan
Segala yang terkait dengan kepemimpinannya merujuk kepada nilai-nilai ketakwaan. Kesimpulan ini diambil dari doa beliau untuk dijadikan pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa: "waj'alna lil-muttaqina imaama." Untuk terjadinya masyarakat (terpimpin) yang bertakwa, pemimpin dan kepemimpinannya harus berlandaskan ketakwaan.
9. Berkarakter Focus Oriented
Artinya beliau memiliki orientasi atau tujuan yang jelas. Orientasi kepemimpinan Nabi Ibrahim terfokus pada hadirnya stabiltas dan kemananan. Dengan stabilitasi akan terwujud kemakmuran. Tapi kemakmuran harus bercirikan keadilan.
10. Kepemimpinan Nabi Ibrahim Berkarakter Global
Bahwa Nabi Ibrahim yang dengan sendirinya menjadi sosok umat diangkat menjadi pemimpin global (dunia). Namun kepemimpinan beliau berwawasan dan berkarakter global.
Kesimpulan ini terangkum dalam penyampaian Ilahi di saat Ibrahim menuntaskan seluruh perintah-perintah Allah: "Inni ja'iluka linnaas imaama" (sesungguhnya Aku menjadikan kamu pemimpin bagi manusia).
Demikian sepuluh karakteristik kepemimpinan Ibrahim yang terangkum dari rentetan perjalanan sejarah hidupnya. Semoga karakteristik ini menjadi pegangan bagi para pemimpin dan para calon pemimpin. Bahkan semoga juga menjadi acuan bagi masyarakat untuk memilih pemimpin yang mendekati karakteristik-karakteristik kepemimpinan Ibrahim.
Terlebih khusus lagi semoga pemimpin Indonesia yang akan terpilih mampu menauladani kepemimpinan Ibrahim dalam kepemimpinannya dalam membawa Indonesia ke arah yang lebih baik. Indonesia yang baldatun thoyyibah wa Rabbun Ghafur. Aamin!
(rhs)