Jakarta Darurat Polusi, Ini Pandangan Islam Tentang Pencemaran Lingkungan
loading...
A
A
A
Buruknya polusi udara di Jakarta kini menjadi perbincangan hangat di Tanah Air. Jika tidak segera diatasi, kondisi ini bisa berdampak serius pada kesehatan warga.
Bagaimana pandangan Islam terhadap pencemaran lingkungan ini? Bagaimana hukum syariat terhadap orang yang merusak atau mencemari lingkungan? Sekadar informasi, data Kementerian LHK menyebutkan, penyumbang polusi udara terbesar adalah aktivitas transportasi yaitu 44% emisi dihasilkan dari kendaraan bermotor. Kemudian disusul aktivitas pabrik dan industri menyumbang 31% polusi udara.
Dalam Islam, manusia adalah khalifah yang diamanahkan Allah untuk menjaga kelangsungan hidup dan kelestarian lingkungan. Manusia wajib mematuhi semua hukum Allah, termasuk tidak melakukan kerusakan alam. Akan tetapi, manusia malah menjadi makhluk paling banyak merusak keseimbangan alam. Ulah manusia menyebabkan terjadinya kebakaran hutan, pencemaran lingkungan, banjir, polusi udara dan lainnya.
Menurut Dai lulusan Sastra Arab Universitas Indonesia, Ustaz Farid Nu'man Hasan, Islam adalah agama yang sempurna. Tidak hanya membicarakan aspek ibadah dan akhirat. Salah satu yang mendapat perhatian Islam adalah menjaga dan melestarikan lingkungan hidup.
Dalam Al-Quran, Allah Ta'ala menyindir perilaku manusia yang telah melakukan kerusakan di daratan dan lautan, dan dampak buruknya.
Allah Ta'ala berfirman:
Artinya: "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS Ar-Rum Ayat 41)
Hukum Syariat Terhadap Orang yang Merusak Lingkungan
Dalam Hadis banyak penegasan larangan merusak lingkungan baik kepada air, tumbuhan, dan hewan. Di antaranya, Rasulullah ﷺ melarang pencemaran air sebagaimana sabda beliau:
عَنْ جَابِرٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ نَهَى أَنْ يُبَالَ فِي الْمَاءِ الرَّاكِدِ
"Dari Jabir, dari Rasulullah ﷺ, bahwasanya beliau melarang kencing di air yang menggenang." (HR Muslim 281)
Hadis ini juga menjadi Dalil larangan bagi manusia membuang limbah berbahaya ke sungai atau air yang mengalir. Karena dikhawatirkan dapat mencemari lingkungan.
Rasulullah ﷺ juga melarang mencemari jalan dan tempat manusia berteduh. Sebab, hal itu merusak lingkungan dan mengganggu manusia.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اتَّقُوا اللَّعَّانَيْنِ قَالُوا وَمَا اللَّعَّانَانِ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الَّذِي يَتَخَلَّى فِي طَرِيقِ النَّاسِ أَوْ فِي ظِلِّهِمْ
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: "Hindarilah dua hal penyebab laknat dan celaan!" Sahabat bertanya: "Apa dua hal tersebut wahai Rasulullah?" Rasulullah menjawab: "Seseorang yang buang hajat di jalanan manusia atau di tempat berteduh mereka." (HR Muslim 269)
Rasulullah ﷺ juga mengecam keras orang yang menebang pohon yang biasa dipakai manusia berteduh.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ حُبْشِيٍّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَطَعَ سِدْرَةً صَوَّبَ اللَّهُ رَأْسَهُ فِي النَّارِ
Dari Abdullah bin Hubsyi ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda: "Barang siapa menebang pohon Bidara maka Allah akan membenamkan kepalanya dalam api neraka." (HR Abu Daud 5239, shahih)
Maksud pohon bidara di sini adalah pohon bidara di padang pasir yang biasa dijadikan tempat berteduh bagi manusia.
Imam Abu Daud ditanya tentang Hadits tersebut, lalu beliau menjawab, "Secara ringkas, makna hadits ini adalah bahwa barang siapa menebang pohon bidara di padang bidara dengan sia-sia dan zalim; padahal itu adalah tempat untuk berteduh para musafir dan hewan-hewan ternak, maka Allah akan membenamkan kepalanya di neraka." (Ibid)
Terhadap hewan juga demikian. Rasulullah ﷺ melarang keras untuk menyakiti mereka. Kesimpulannya, bumi dan sumber daya alam merupakan anugerah yang diberikan Allah dan diperuntukkan bagi manusia. Namun demikian, manusia tidak boleh memperlakukan bumi semaunya sendiri.
Baca Juga: Adab-adab Muslim Terhadap Lingkungan
Bagaimana pandangan Islam terhadap pencemaran lingkungan ini? Bagaimana hukum syariat terhadap orang yang merusak atau mencemari lingkungan? Sekadar informasi, data Kementerian LHK menyebutkan, penyumbang polusi udara terbesar adalah aktivitas transportasi yaitu 44% emisi dihasilkan dari kendaraan bermotor. Kemudian disusul aktivitas pabrik dan industri menyumbang 31% polusi udara.
Dalam Islam, manusia adalah khalifah yang diamanahkan Allah untuk menjaga kelangsungan hidup dan kelestarian lingkungan. Manusia wajib mematuhi semua hukum Allah, termasuk tidak melakukan kerusakan alam. Akan tetapi, manusia malah menjadi makhluk paling banyak merusak keseimbangan alam. Ulah manusia menyebabkan terjadinya kebakaran hutan, pencemaran lingkungan, banjir, polusi udara dan lainnya.
Menurut Dai lulusan Sastra Arab Universitas Indonesia, Ustaz Farid Nu'man Hasan, Islam adalah agama yang sempurna. Tidak hanya membicarakan aspek ibadah dan akhirat. Salah satu yang mendapat perhatian Islam adalah menjaga dan melestarikan lingkungan hidup.
Dalam Al-Quran, Allah Ta'ala menyindir perilaku manusia yang telah melakukan kerusakan di daratan dan lautan, dan dampak buruknya.
Allah Ta'ala berfirman:
ظَهَرَ الْفَسَا دُ فِى الْبَرِّ وَا لْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّا سِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
Artinya: "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS Ar-Rum Ayat 41)
Hukum Syariat Terhadap Orang yang Merusak Lingkungan
Dalam Hadis banyak penegasan larangan merusak lingkungan baik kepada air, tumbuhan, dan hewan. Di antaranya, Rasulullah ﷺ melarang pencemaran air sebagaimana sabda beliau:
عَنْ جَابِرٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ نَهَى أَنْ يُبَالَ فِي الْمَاءِ الرَّاكِدِ
"Dari Jabir, dari Rasulullah ﷺ, bahwasanya beliau melarang kencing di air yang menggenang." (HR Muslim 281)
Hadis ini juga menjadi Dalil larangan bagi manusia membuang limbah berbahaya ke sungai atau air yang mengalir. Karena dikhawatirkan dapat mencemari lingkungan.
Rasulullah ﷺ juga melarang mencemari jalan dan tempat manusia berteduh. Sebab, hal itu merusak lingkungan dan mengganggu manusia.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اتَّقُوا اللَّعَّانَيْنِ قَالُوا وَمَا اللَّعَّانَانِ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الَّذِي يَتَخَلَّى فِي طَرِيقِ النَّاسِ أَوْ فِي ظِلِّهِمْ
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: "Hindarilah dua hal penyebab laknat dan celaan!" Sahabat bertanya: "Apa dua hal tersebut wahai Rasulullah?" Rasulullah menjawab: "Seseorang yang buang hajat di jalanan manusia atau di tempat berteduh mereka." (HR Muslim 269)
Rasulullah ﷺ juga mengecam keras orang yang menebang pohon yang biasa dipakai manusia berteduh.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ حُبْشِيٍّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَطَعَ سِدْرَةً صَوَّبَ اللَّهُ رَأْسَهُ فِي النَّارِ
Dari Abdullah bin Hubsyi ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda: "Barang siapa menebang pohon Bidara maka Allah akan membenamkan kepalanya dalam api neraka." (HR Abu Daud 5239, shahih)
Maksud pohon bidara di sini adalah pohon bidara di padang pasir yang biasa dijadikan tempat berteduh bagi manusia.
Imam Abu Daud ditanya tentang Hadits tersebut, lalu beliau menjawab, "Secara ringkas, makna hadits ini adalah bahwa barang siapa menebang pohon bidara di padang bidara dengan sia-sia dan zalim; padahal itu adalah tempat untuk berteduh para musafir dan hewan-hewan ternak, maka Allah akan membenamkan kepalanya di neraka." (Ibid)
Terhadap hewan juga demikian. Rasulullah ﷺ melarang keras untuk menyakiti mereka. Kesimpulannya, bumi dan sumber daya alam merupakan anugerah yang diberikan Allah dan diperuntukkan bagi manusia. Namun demikian, manusia tidak boleh memperlakukan bumi semaunya sendiri.
Baca Juga: Adab-adab Muslim Terhadap Lingkungan
(rhs)