Tadabbur Al-An'am Ayat 8: Jawaban Allah Atas Pertanyaan Kaum Musyrik Makkah

Sabtu, 30 September 2023 - 22:13 WIB
loading...
Tadabbur Al-Anam Ayat 8: Jawaban Allah Atas Pertanyaan Kaum Musyrik Makkah
Orang-orang musyrik Makkah pernah bertanya (mengolok-olok) mengapa tidak diturunkan Malaikat mendampingi Muhammad SAW dalam menjalankan tugasnya. Maka Allah menjawab tegas pertanyaan mereka. Foto ilustrasi/ist
A A A
Tadabbur ayat kali ini membahas tentang jawaban Allah atas pertanyaan kaum musyrik Makkah mengenai kerasulan. Mereka bertanya mengapa tidak diturunkan Malaikat kepada Nabi Muhammad ﷺ yang akan menolongnya dalam kesulitan, kalau dia benar utusan Allah?

Menanggapi itu, Allah memberikan jawaban dalam Surat Al-An'am ayat 8. Berikut firman-Nya:

وَقَالُوۡا لَوۡلَاۤ اُنۡزِلَ عَلَيۡهِ مَلَكٌ‌ ؕ وَلَوۡ اَنۡزَلۡـنَا مَلَـكًا لَّـقُضِىَ الۡاَمۡرُ ثُمَّ لَا يُنۡظَرُوۡنَ

Wa qooluu law laaa unzila 'alaihi malakunw wa law anzalna malakal laqudiyal amru tsumma laa yunzhoruun.

Artinya: "Dan mereka berkata, "Mengapa tidak diturunkan Malaikat kepadanya (Muhammad)?" Jika Kami turunkan Malaikat (kepadanya), tentu selesailah urusan itu, tetapi mereka tidak diberi penangguhan (sedikit pun)." (QS Al-An'am Ayat 8)

Dalam tafsir ringkas Kemenag dijelaskan, Allah menjawab ucapan mereka (kaum kafir Makkah) dengan berfirman, jika Kami menurunkan Malaikat kepadanya, yang membantu beliau menghadapi musuh-musuh Allah, tentu selesailah urusan orang-orang kafir itu dan mereka langsung dibinasakan. Kemudian mereka, setelah dibinasakan, tidak diberi penangguhan sedikit pun dari azab Allah sejak di alam kubur hingga di neraka.

Orang kafir Makkah berpendapat semestinya ada Malaikat yang mendampingi Nabi Muhammad turut memberi peringatan bersamanya dan memperkuat kerasulannya atau Allah menurunkan Malaikat sebagai Rasul, bahkan mereka menghendaki dapat melihat Tuhan. (QS al-Furqan 7 dan 21)

Di kalangan orang Arab terdapat kepercayaan tentang adanya hubungan antara Allah dengan makhluk-Nya. Menurut mereka, yang patut menjadi penghubung (Rasul) mestinya makhluk rohani (Malaikat). Manusia, meskipun dia memiliki kesempurnaan rohani yang tinggi, seperti akal, akhlak dan adab yang mulia, namun tidak mungkin dia menjadi Rasul, karena dia masih bergaul dengan manusia dan masih memiliki kebutuhan jasmani, seperti makan, minum dan berusaha.

Kepercayaan seperti ini bukan hal baru di zaman Nabi Muhammad, tetapi telah ada sejak zaman Nabi Hud. (QS al-Mu'minun: 33-34)

Kaum musyrik Makkah mempunyai dua anggapan mengenai kedudukan Malaikat dalam kerasulan. Anggapan pertama ialah Malaikat itu sendiri yang menjadi Rasul. Anggapan kedua ialah Malaikat itu menyertai Nabi dan menjelaskan langsung kepada mereka bahwa Muhammad adalah Nabi.

Anggapan mereka yang kedua ini, jika tidak dikaitkan dengan kehadiran Malaikat secara langsung di hadapan mereka, tidaklah menjadi sumber perselisihan, sebab Muhammad sudah menerangkan kepada mereka, bahwa mereka selalu didatangi Malaikat. Tetapi mereka memandang diri mereka sederajat dengan Nabi dalam sifat-sifat kemanusiaan.

Oleh karena itu, mereka berpendapat sanggup pula berhadapan dengan Malaikat dan menerima pelajaran langsung dari Malaikat. Di sinilah letak kekeliruan yang besar dari orang-orang kafir, terhadap diri sendiri; mereka menolak segala sesuatu yang tidak mereka peroleh secara langsung.

Terhadap anggapan mereka yang kedua, Allah menjelaskan dalam ayat ini bahwa jika Allah menghadirkan Malaikat di hadapan mereka dalam bentuknya yang asli tentulah kehancuran akan menimpa mereka. Dan mereka tidak akan diberi kesempatan untuk menyatakan iman, bahkan azab segera akan menimpa mereka. Na'udzubillaahi min dzalik.

Wallahu A'lam

(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1441 seconds (0.1#10.140)