Jejak Kekejaman Israel dalam Menghadapi Intifadah

Kamis, 19 Oktober 2023 - 10:25 WIB
loading...
Jejak Kekejaman Israel...
Intifadah meletus pada 9 Desember 1987 di lingkungan ramai jalur Gaza dan dengan segera menyebar ke Tepi Barat. Foto/Ilustrasi: Ist
A A A
Intifadah -- bahasa Arab untuk "melepaskan diri"-- meletus pada 9 Desember 1987, di lingkungan ramaiJ alur Gaza dan dengan segera menyebar ke Tepi Barat , melibatkan 1,7 juta orang Palestina yang hidup di bawah pendudukan sejak 1967.

Penyebab langsung pemberontakan itu terjadi pada 8 Desember, ketika sebuah truk angkatan bersenjata Israel menabrak sekelompok orang Palestina di dekat kamp pengungsi Jabalya di Jalur Gaza, membunuh empat orang dan melukai tujuh orang lainnya.

Seorang pedagang Yahudi ditikam hingga mati di Gaza pada 6 Desember, dan orang-orang Palestina curiga bahwa kecelakaan lalulintas itu memang disengaja.



Para pengamat memperkirakan bahwa orang-orang Palestina juga dimotivasi oleh dua peristiwa dramatis bulan sebelumnya: oleh tindakan berani dari seorang gerilyawan Palestina yang dengan satu tangan berhasil membunuh enam serdadu Israel dalam suatu serangan lewat pesawat layang gantung dan oleh keputusasaan karena tidak adanya dukungan bagi keadaan bangsa Palestina dari negara-negara Arab pada konferensi puncak Liga Arab di Amman.

"Yang jelas, intifadah telah melibatkan konfrontasi antara para serdadu Israel bersenjata berat dengan anak-anak muda dan kaum wanita yang hanya bersenjatakan batu," tulis Paul Findley, dalam bukunya berjudul "Deliberate Deceptions: Facing the Facts about the U.S. - Israeli Relationship" yang diterjemahkan Rahmani Astuti menjadi "Diplomasi Munafik ala Yahudi - Mengungkap Fakta Hubungan AS-Israel" (Mizan, 1995).

Menurutnya, metode-metode kekerasan Israel dalam usaha mereka untuk menekan pemberontakan telah menewaskan lebih dari 1000 jiwa dan telah mendapat kecaman luas dari seluruh dunia.

Kekejaman Israel

Paul Findley yang Mantan anggota Kongres AS ini menyatakan Israel telah membunuh, melukai, memotong anggota badan, menyiksa, memenjarakan, atau mengusir berpuluh-puluh ribu orang Palestina dalam usaha untuk menekan pemberontakan Palestina.



Ketika pemberontakan itu mencapai tahun kelima pada akhir 1991, Pusat Informasi Hak-hak Asasi Manusia Palestina di Jerusalem dan Chicago melaporkan statistik kumulatif berikut ini: 994 pembunuhan atas orang-orang Palestina oleh pasukan Israel; 119.300 orang terluka; 66 deportasi; 16.000 penahanan administratif; 94.830 acre penyitaan tanah; 2.074 penghancuran atau penyegelan rumah; 10.000 jam malam terus-menerus atas wilayah-wilayah dengan penduduk lebih dari 10.000 orang; dan 120.000 pencabutan pohon-pohon dari akarnya.

Menurut Paul Findley, statistik telah menjadi salah satu subjek kontroversial dari pemberontakan itu. Namun bahkan dengan penghitungan yang lazim dari Kementerian Luar Negeri AS, paling sedikit 930 orang Palestina terbunuh oleh pasukan Israel dalam empat tahun pertama intifadah.

Kebrutalan usaha-usaha Israel untuk menekan intifadhah semula dikemukakan oleh Menteri Pertahanan Yitzhak Rabin.

Pada 19 Januari 1988, dia menyiarkan kebijaksanaan "patah tulang," dengan mengatakan bahwa Israel akan menggunakan "kekerasan, kekuatan, dan pukulan-pukulan" untuk menekan pemberontakan.

Perdana Menteri Yitzhak Shamir berkata: "Tugas kami sekarang adalah menciptakan kembali benteng rasa takut antara orang-orang Palestina dan militer Israel, dan sekali lagi menyebarkan rasa takut akan kematian pada orang-orang Arab di wilayah-wilayah itu untuk mencegah mereka agar tidak menyerang kami lagi."



Pemerintah Israel tampaknya memasukkan ke dalam hati mereka nasihat yang diberikan oleh mantan Menteri Luar Negeri AS, Henry Kissinger, kepada sekelompok pemimpin orang Yahudi Amerika di New York pada Februari 1988.

The New York Times melaporkan bahwa Kissinger menyarankan agar Israel menumpas intifadhah "secepat mungkin --secara besar-besaran, brutal, dan segera. Pemberontakan itu harus dipadamkan cepat-cepat, dan langkah pertama yang diambil hendaklah memberangus televisi, ala Afrika Selatan. Tentu saja, akan timbul kecaman internasional atas langkah tersebut, tapi hal itu akan segera berlalu." Dia menambahkan: "Tidak ada penghargaan atas kekalahan karena kelemahlembutan."

Paul Findley menyebut untuk menekan pemberontakan itu, pasukan Israel tampil terutama untuk memukuli pria-pria tua, kaum wanita, dan anak-anak.

Seorang pejabat Agen Pertolongan dan Pekerjaan PBB di Jalur Gaza, Angela William, berkata: "Kami sangat terkejut melihat bukti kebrutalan pemukulan rakyat. Kami terutama kaget melihat dilakukannya pemukulan-pemukulan terhadap para pria tua dan kaum wanita."

Dana Penyelamatan Anak-anak dari Swedia, dalam riset yang dibiayai oleh Ford Foundation, melaporkan pada pertengahan 1990 bahwa pasukan Israel melakukan kekerasan "yang kejam, tak pilih-pilih, dan berulang-ulang" terhadap anak-anak Palestina.

Dikatakan bahwa 159 anak-anak dengan usia rata-rata sepuluh tahun telah terbunuh dalam dua tahun pertama, 6.500 terluka oleh tembakan, dan 35.000 hingga 48.000 lainnya (40 persen di antara mereka berusia sepuluh tahun atau lebih muda lagi) dilukai dalam waktu dua tahun pertama intifadhah.



Klaim Israel dan para pendukungnya bahwa intifadhah bukan merupakan akibat dari kemarahan terhadap pendudukan melainkan akibat campur tangan kekuatan-kekuatan luar tidaklah benar.

Koresponden New York Times di Israel pada waktu itu adalah Thomas L. Friedman, pemenang Hadiah Pulitzer untuk peliputannya atas invasi Israel pada 1982 ke Lebanon dan peliputannya tentang Israel pada 1987. Dia menulis pada awal pemberontakan itu:

"Pertikaian Israel-Palestina selama dua minggu terakhir hanya menekankan bahwa telah terjadi perang saudara sebelumnya di sini... Hanya karena orang-orang Palestina atau Israel tidak mati dalam jumlah sebegitu setiap minggu bukan berarti bahwa perang mereka tidak berlangsung terus-menerus; tidak pernah ada satu minggu berlalu dalam tiga tahun terakhir ini tanpa adanya seorang Palestina atau Israel yang terbunuh atau terluka."

Sebagaimana dilaporkan Wakil Sekretaris jendral PBB untuk Permasalahan Politik Khusus Marrack Goulding setelah mengunjungi wilayah-wilayah itu pada awal 1988: "Kerusuhan enam minggu sebelumnya merupakan ungkapan keputusasaan dan ketiadaan harapan yang dirasakan oleh para penduduk di wilayah-wilayah yang dikuasai, yang lebih dari separuhnya tidak mengetahui apa-apa kecuali pendudukan yang merebut apa yang mereka anggap sebagai hak-hak mereka yang sah."

(mhy)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3064 seconds (0.1#10.140)