Omong Kosong dan Dalih Israel Invasi ke Lebanon Tahun 1982

Senin, 16 Oktober 2023 - 15:10 WIB
loading...
Omong Kosong dan Dalih...
Mantan Wakil Komite Amerika-Yahudi, Hyman Bookbinder. Foto: Forward
A A A
Mantan anggota Kongres AS , Paul Findley (1921 – 2019) mengungkap masuknya pasukan Israel ke Lebanon pada 1982 adalah suatu invasi berskala penuh yang melibatkan persenjataan berat, pesawat-pesawat, dan kapal-kapal, yang sebagian besar buatan AS . Nama operasi itu adalah Peace for Galilee, yang mengisyaratkan bahwa sasaran Israel adalah mendorong para gerilyawan Palestina mundur dari perbatasan untuk mencegah serangan-serangan di dalam wilayah Israel.

"Dalam kenyataannya pasukan Israel memasuki Beirut dan untuk pertama kalinya mengepung sebuah ibukota Arab," tulis Paul Findley, dalam bukunya berjudul "Deliberate Deceptions: Facing the Facts about the U.S. - Israeli Relationship" yang diterjemahkan Rahmani Astuti menjadi "Diplomasi Munafik ala Yahudi - Mengungkap Fakta Hubungan AS-Israel" (Mizan, 1995).

Menurutnya, tujuan Israel, ternyata, adalah membebaskan Lebanon dari para pejuang Palestina dan pasukan Syria dan mengintimidasi Lebanon agar menandatangani perjanjian perdamaian. Pertempuran utama terjadi antara 6 Juni dan 26 September 1982, ketika pasukan Israel mundur dari Beirut Barat.



Mantan Wakil Komite Amerika-Yahudi, Hyman Bookbinder, mengatakan serangkaian insiden provokatif dan pembalasan sepanjang bulan pertama tahun 1982 mencapai puncaknya pada bulan Juni ketika [Duta Besar Israel] Shlomo Argov ditembak di London... "Pasukan Israel didorong masuk Lebanon pada 6 Juni 1982."

Menurut Paul Findley, itu adalah omong kosong. Faktanya, hingga terjadinya invasi Israel ke Lebanon pada 6 Juni 1982, para gerilyawan Palestina telah dengan hati-hati mematuhi gencatan senjata yang berlaku sejak 24 Juli 1981. Perbatasan utara Israel dengan Lebanon tenang. Tidak terjadi serangan.

Namun ketika Duta Besar Israel untuk London Shlomo Argov ditembak pada 3 Juni, Perdana Menteri Menachem Begin dengan segera memanfaatkan insiden itu untuk membenarkan invasi ke Lebanon.

Tindakan ini tetap dilakukan meskipun dalam kenyataannya para analis intelijen Israel menyatakan bahwa gerombolan pembunuh itu merupakan bagian kelompok teroris Dewan Revolusioner Fatah, suatu kelompok yang sepenuhnya berada di luar PLO.

Kelompok itu diketuai oleh Abu Nidal, terlahir Sabri Khalil Banna, salah satu musuh terbesar ketua PLO Yasser Arafat.

Sekalipun demikian, Begin menyatakan, "Mereka semua PLO," dan memerintahkan serangan udara besar-besaran yang dimulai esok harinya atas kantor-kantor PLO di daerah padat di Beirut dan di Lebanon Selatan, membunuh paling sedikit 45 orang dan melukai 150 orang. Invasi besar Israel berlangsung tiga hari setelah Argov dilukai.



Sebagaimana ditulis oleh seorang kritikus Israel tentang Menteri Pertahanan Ariel ("Arik") Sharon: "Arik Sharon memungut sebuah negeri yang relatif damai, yang perbatasan utaranya tenang-tenang saja sepanjang tahun, dan mencemplungkannya ke dalam pusaran besar kematian dan kehancuran yang akibat-akibat petakanya menyebar ke segala penjuru."

Omong Kosong

Di sisi lain, Perdana Menteri Israel Menachem Begin bilang: "Kami tidak menginginkan satu inci pun dari wilayah Lebanon." Ucapan yang menurut Paul Findley sebagai omong kosong.

Faktanya, ujar Paul Findley, lebih dari satu dasawarsa setelah invasi Israel pada 1982 Israel terus menguasai Lebanon Selatan. Menjelang akhir 1992, masih ada sekitar seribu pasukan Israel yang menduduki "sabuk keamanari" yang direbut Israel pada 1978 dan diperluas hingga dua belas mil masuk ke wilayah Lebanon pada 1982.

"Sabuk keamanan" ini (beberapa orang Israel menyebutnya "Tepi Utara") merupakan 9 persen dari wilayah Lebanon dan menambah lagi beberapa mil persegi pada daftar tanah Arab yang telah dicaplok Israel sejak 1948.



Sejak awal berdirinya Israel, para pemimpinnya telah berambisi untuk mengambil alih bagian selatan Lebanon. Misalnya, pada 1955, Moshe Dayan, waktu itu kepala staf, mendiskusikan masalah itu dengan Perdana Menteri David Ben-Gurion, dan mengatakan bahwa "satu-satunya hal yang penting adalah menemukan seorang perwira, meski hanya seorang mayor [di Lebanon]."

"Kita harus merebut hatinya atau membelinya dengan uang, untuk membuatnya setuju menyatakan diri sebagai penyelamat penduduk Maronite [Kristen]. Selanjutnya angkatan bersenjata Israel akan memasuki Lebanon, menduduki wilayah yang diperlukan, dan menciptakan sebuah rezim Kristen yang akan bersekutu dengan Israel. Wilayah dari Litani ke arah selatan akan sepenuhnya dicaplok Israel dan segala sesuatunya akan beres."

(mhy)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2896 seconds (0.1#10.140)