Tadabbur Surat Al-Fath Ayat 1: Kemenangan yang Dijanjikan Allah
loading...
A
A
A
Surat Al-Fath ayat 1 termasuk ayat yang dicintai Nabi Muhammad ﷺ. Beliau sangat gembira dengan turunnya ayat yang mengabarkan kemenangan bagi Nabi dan umat Islam terhadap orang-orang kafir.
Surat Al-Fath terdiri atas 29 ayat diturunkan sesudah Surat Al-Jum'ah. Dinamakan Al-Fath (kemenangan) diambil dari perkataan Fat-han yang terdapat pada ayat pertama Surat ini. Sebagian besar dari kandungan surat ini menerangkan hal-hal yang berhubungan dengan kemenangan yang dicapai Nabi Muhammad ﷺ dalam menghadapi kaum kafir.
Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang maksud dari kata "kemenangan" dalam ayat pertama surat ini. Sebagian berpendapat penaklukan Mekkah. Ada yang berpendapat, penaklukan negeri-negeri yang waktu itu berada di bawah kekuasaan bangsa Romawi. Ada pula yang berpendapat "Perdamaian Hudaibiyyah". Kebanyakan ahli tafsir mengikuti pendapat terakhir ini.
Berikut firman Allah dalam Tadabbur ayat Al-Qur'an:
Innaa fatahnaa laka Fatham Mubiinaa.
Artinya: "Sungguh, Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata." (QS Al-Fath Ayat 1)
Menurut pendapat Ibnu 'Abbas yang dikutip dari tafsir ringkas Kementerian Agama, kemenangan dalam ayat di atas adalah Perdamaian Hudaibiyyah yang menjadi sebab terjadinya penaklukan Mekkah.
Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud bahwa ia berkata: "Kalian berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kemenangan dalam ayat ini ialah penaklukan Mekkah, sedangkan kami berpendapat Perdamaian Hudaibiyyah. Pada riwayat yang lain diterangkan bahwa Surah al-Fath ini diturunkan pada suatu tempat yang terletak antara Mekkah dan Madinah, setelah terjadi Perdamaian Hudaibiyyah, mulai dari permulaan sampai akhir surah.
Az-Zuhri mengatakan, "Tidak ada kemenangan yang lebih besar daripada kemenangan yang ditimbulkan oleh Perdamaian Hudaibiyyah dalam sejarah penyebaran Islam pada masa Rasulullah. Sejak terjadinya perdamaian itu, terjadilah hubungan yang langsung antara orang-orang Muslim dan orang-orang musyrik Mekkah.
Kaum Muslim dapat menginjak kembali kampung halaman dan bertemu dengan keluarga mereka yang telah lama ditinggalkan. Dalam hubungan dan pergaulan yang demikian itu, orang-orang kafir telah mendengar secara langsung percakapan kaum Muslimin, baik yang dilakukan sesama kaum Muslimin, maupun yang dilakukan dengan orang kafir sehingga dalam masa tiga tahun, banyak di antara mereka yang masuk Islam. Demikianlah proses itu berlangsung sampai saat penaklukan Mekah, kaum Muslimin dapat memasuki kota itu tanpa pertumpahan darah.
Hudaibiyyah adalah nama sebuah desa, kira-kira 30 km di sebelah barat kota Mekkah. Nama itu berasal dari nama sebuah perigi yang ada di desa tersebut. Nama desa itu kemudian dijadikan sebagai nama suatu perjanjian antara kaum Muslimin dengan orang-orang kafir Mekkah, yang terjadi pada bulan Zulkaidah tahun 6 H (Februari 628 M) di desa itu.
Isi Perjanjian Hudaibiyyah
Perdamaian yang disebut Perjanjian Hudaibiyyah (Sulhul-Hudaibiyyah) berisi:
1. Menghentikan peperangan selama 10 tahun.
2. Setiap orang Quraisy yang datang kepada Rasulullah ﷺ tanpa seizin wali yang mengurusnya, harus dikembalikan, tetapi setiap orang Islam yang datang kepada orang Quraisy, tidak dikembalikan kepada walinya.
3. Kabilah-kabilah Arab boleh memilih antara mengadakan perjanjian dengan kaum Muslimin atau dengan orang musyrik Mekkah. Sehubungan dengan ini, maka kabilah Khuza'ah memilih kaum Muslimin, sedangkan golongan Bani Bakr memilih kaum musyrik Mekkah.
4. Nabi Muhammad ﷺ dan rombongan tidak boleh masuk Mekkah pada tahun perjanjian itu dibuat, tetapi baru dibolehkan pada tahun berikutnya dalam masa tiga hari. Selama tiga hari itu, orang-orang Quraisy akan mengosongkan kota Mekah. Nabi Muhammad dan kaum Muslimin tidak boleh membawa senjata lengkap memasuki Kota Mekkah. Setelah perjanjian itu, Rasulullah ﷺ beserta kaum Muslimin kembali ke Madinah.
Wallahu A'lam
Surat Al-Fath terdiri atas 29 ayat diturunkan sesudah Surat Al-Jum'ah. Dinamakan Al-Fath (kemenangan) diambil dari perkataan Fat-han yang terdapat pada ayat pertama Surat ini. Sebagian besar dari kandungan surat ini menerangkan hal-hal yang berhubungan dengan kemenangan yang dicapai Nabi Muhammad ﷺ dalam menghadapi kaum kafir.
Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang maksud dari kata "kemenangan" dalam ayat pertama surat ini. Sebagian berpendapat penaklukan Mekkah. Ada yang berpendapat, penaklukan negeri-negeri yang waktu itu berada di bawah kekuasaan bangsa Romawi. Ada pula yang berpendapat "Perdamaian Hudaibiyyah". Kebanyakan ahli tafsir mengikuti pendapat terakhir ini.
Berikut firman Allah dalam Tadabbur ayat Al-Qur'an:
اِنَّا فَتَحۡنَا لَكَ فَتۡحًا مُّبِيۡنًا
Innaa fatahnaa laka Fatham Mubiinaa.
Artinya: "Sungguh, Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata." (QS Al-Fath Ayat 1)
Menurut pendapat Ibnu 'Abbas yang dikutip dari tafsir ringkas Kementerian Agama, kemenangan dalam ayat di atas adalah Perdamaian Hudaibiyyah yang menjadi sebab terjadinya penaklukan Mekkah.
Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud bahwa ia berkata: "Kalian berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kemenangan dalam ayat ini ialah penaklukan Mekkah, sedangkan kami berpendapat Perdamaian Hudaibiyyah. Pada riwayat yang lain diterangkan bahwa Surah al-Fath ini diturunkan pada suatu tempat yang terletak antara Mekkah dan Madinah, setelah terjadi Perdamaian Hudaibiyyah, mulai dari permulaan sampai akhir surah.
Az-Zuhri mengatakan, "Tidak ada kemenangan yang lebih besar daripada kemenangan yang ditimbulkan oleh Perdamaian Hudaibiyyah dalam sejarah penyebaran Islam pada masa Rasulullah. Sejak terjadinya perdamaian itu, terjadilah hubungan yang langsung antara orang-orang Muslim dan orang-orang musyrik Mekkah.
Kaum Muslim dapat menginjak kembali kampung halaman dan bertemu dengan keluarga mereka yang telah lama ditinggalkan. Dalam hubungan dan pergaulan yang demikian itu, orang-orang kafir telah mendengar secara langsung percakapan kaum Muslimin, baik yang dilakukan sesama kaum Muslimin, maupun yang dilakukan dengan orang kafir sehingga dalam masa tiga tahun, banyak di antara mereka yang masuk Islam. Demikianlah proses itu berlangsung sampai saat penaklukan Mekah, kaum Muslimin dapat memasuki kota itu tanpa pertumpahan darah.
Hudaibiyyah adalah nama sebuah desa, kira-kira 30 km di sebelah barat kota Mekkah. Nama itu berasal dari nama sebuah perigi yang ada di desa tersebut. Nama desa itu kemudian dijadikan sebagai nama suatu perjanjian antara kaum Muslimin dengan orang-orang kafir Mekkah, yang terjadi pada bulan Zulkaidah tahun 6 H (Februari 628 M) di desa itu.
Isi Perjanjian Hudaibiyyah
Perdamaian yang disebut Perjanjian Hudaibiyyah (Sulhul-Hudaibiyyah) berisi:
1. Menghentikan peperangan selama 10 tahun.
2. Setiap orang Quraisy yang datang kepada Rasulullah ﷺ tanpa seizin wali yang mengurusnya, harus dikembalikan, tetapi setiap orang Islam yang datang kepada orang Quraisy, tidak dikembalikan kepada walinya.
3. Kabilah-kabilah Arab boleh memilih antara mengadakan perjanjian dengan kaum Muslimin atau dengan orang musyrik Mekkah. Sehubungan dengan ini, maka kabilah Khuza'ah memilih kaum Muslimin, sedangkan golongan Bani Bakr memilih kaum musyrik Mekkah.
4. Nabi Muhammad ﷺ dan rombongan tidak boleh masuk Mekkah pada tahun perjanjian itu dibuat, tetapi baru dibolehkan pada tahun berikutnya dalam masa tiga hari. Selama tiga hari itu, orang-orang Quraisy akan mengosongkan kota Mekah. Nabi Muhammad dan kaum Muslimin tidak boleh membawa senjata lengkap memasuki Kota Mekkah. Setelah perjanjian itu, Rasulullah ﷺ beserta kaum Muslimin kembali ke Madinah.
Wallahu A'lam
(rhs)