Benarkah Peristiwa Penting Isra Mikraj Terjadi 27 Rajab? Begini Penjelasannya
loading...
A
A
A
Salah satu peristiwa penting yang terjadi di bulan Rajab adalah Isra Mikraj , dan kebanyakan umat Islam memperingatinya pada tanggal 27 Rajab. Benarkah peristiwa itu terjadi di tanggal tersebut?
Tentang waktu peristiwa Isra Mikraj , para ulama terdahulu berbeda pendapat mengenai kapan waktu kejadian peristiwa penting tersebut. Al-Allamah al-Mansyurfuri, misalnya, berpendapat bahwa Isra terjadi pada malam tanggal 27 Rajab pada sepuluh tahun setelah kenabian.
Sedangkan Al-Tabari berpendapat bahwa Isra terjadi pada tahun yang sama setelah Rasulullahshallalahu alaihi wa sallam diangkat menjadi Nabi. Sementara itu, An-Nawawi dan al-Qurthubi berpendapat bahwa Isra terjadi lima tahun setelah Rasulullah diutus sebagai Rasul.
Ada juga yang berpendapat Isra terjadi enam bulan sebelum peristiwa hijrah, yakni pada bulan Muharram tahun ketiga belas setelah kenabian.
Pendapat lainnya Isra terjadi setahun dua bulan sebelum hijrah, tepatnya pada pada bulan Muharram tahun ketiga belas setelah kenabian. Ada juga yang berpendapat Isra terjadi setahun sebelum hijrah, yaitu pada bulan Rabiul Awal tahun ketiga belas setelah kenabian.
Beda pendapat ini dirangkum oleh Syaikh Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury dalam bukuSirah Nabawiyah yang diterjemahan ke bahasa Indonesia oleh Kathur Suhardi (Pustaka Al-Kautsar, 2001).
Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury sendiri menolak tiga pendapat pertama atau pendapat Al-Tabari, An-Nawawi, dan al-Qurthubi. Menurutnya Khadijah wafat pada bulan Ramadhan tahun kesepuluh setelah kenabian, sementara pada saat itu belum ada kewajiban salat lima waktu. Sekadar mengingatkan Isra dan mikraj berkaitan dengan turunnya perintah salat lima waktu.
Di sisi lain, al-Mubarakfuri juga menganggap tiga pendapat terakhir tidak memiliki data atau argumen penguat. Tapi yang jelas, surat Al-Isra menjelaskan bahwa peristiwa Isra dan Mikraj terjadi pada masa akhir-akhir. Dengan demikian, tidak diketahui secara persis kapan tanggal terjadinya Isra dan Mikraj.
Sementara itu, al-Tabari berpendapat bahwa Isra terjadi pada tahun yang sama setelah Rasulullah diangkat menjadi Nabi, di antaranya adalah berdasarkan riwayat-riwayat berikut ini.
Diriwayatkan dari Zakariyya bin Yahya al-Darir dari Abdul Hamid bin Bahr dari Sharik bin Abdallah bin Muhammad bin Aqil dari Jabir:
“Nabi diangkat sebagai nabi pada hari Senin, dan Ali melakukan sholat pada hari Selasa.”
Al-Tabari dalam "Tarikh al-Rusul wa al-Muluk" juga menukil riwayat yang disampaikan oleh Ismail bin Iyas bin Afif dari ayahnya dari kakeknya (yaitu Afif al-Kindi):
Aku adalah seorang pedagang (pada masa Jahiliyah), dan aku datang pada musim haji dan tinggal bersama al-Abbas. Sementara kami bersamanya, seorang pria keluar untuk sholat dan berdiri menghadap Kabah. Kemudian seorang wanita keluar dan berdiri sholat bersamanya, diikuti oleh seorang pemuda yang berdiri sholat bersama dia.
Aku berkata, “Abbas, agama apa ini? Aku tidak tahu agama apa ini.”
Dia menjawab, “Dia adalah Muhammad bin Abdullah, yang mengaku bahwa Allah telah mengirimnya sebagai utusan-Nya dengan ini (agama), dan bahwa harta Kisra dan Kaisar akan diberikan kepadanya dengan penaklukan. Wanita itu adalah istrinya, Khadijah binti Khuwailid, yang telah beriman kepadanya, dan pemuda itu adalah sepupunya, Ali bin Abi Thalib, yang telah beriman kepadanya.”
Afif berkata, “Jika saja aku beriman kepadanya hari itu, maka aku akan menjadi orang yang ketiga.”
Jika riwayat-riwayat di atas benar, maka Nabi sudah melaksanakan sholat dan mengajak orang-orang di sekitarnya untuk sholat juga dari sejak Khadijah masih hidup.
Wallahu A'lam
Tentang waktu peristiwa Isra Mikraj , para ulama terdahulu berbeda pendapat mengenai kapan waktu kejadian peristiwa penting tersebut. Al-Allamah al-Mansyurfuri, misalnya, berpendapat bahwa Isra terjadi pada malam tanggal 27 Rajab pada sepuluh tahun setelah kenabian.
Sedangkan Al-Tabari berpendapat bahwa Isra terjadi pada tahun yang sama setelah Rasulullahshallalahu alaihi wa sallam diangkat menjadi Nabi. Sementara itu, An-Nawawi dan al-Qurthubi berpendapat bahwa Isra terjadi lima tahun setelah Rasulullah diutus sebagai Rasul.
Ada juga yang berpendapat Isra terjadi enam bulan sebelum peristiwa hijrah, yakni pada bulan Muharram tahun ketiga belas setelah kenabian.
Pendapat lainnya Isra terjadi setahun dua bulan sebelum hijrah, tepatnya pada pada bulan Muharram tahun ketiga belas setelah kenabian. Ada juga yang berpendapat Isra terjadi setahun sebelum hijrah, yaitu pada bulan Rabiul Awal tahun ketiga belas setelah kenabian.
Beda pendapat ini dirangkum oleh Syaikh Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury dalam bukuSirah Nabawiyah yang diterjemahan ke bahasa Indonesia oleh Kathur Suhardi (Pustaka Al-Kautsar, 2001).
Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury sendiri menolak tiga pendapat pertama atau pendapat Al-Tabari, An-Nawawi, dan al-Qurthubi. Menurutnya Khadijah wafat pada bulan Ramadhan tahun kesepuluh setelah kenabian, sementara pada saat itu belum ada kewajiban salat lima waktu. Sekadar mengingatkan Isra dan mikraj berkaitan dengan turunnya perintah salat lima waktu.
Di sisi lain, al-Mubarakfuri juga menganggap tiga pendapat terakhir tidak memiliki data atau argumen penguat. Tapi yang jelas, surat Al-Isra menjelaskan bahwa peristiwa Isra dan Mikraj terjadi pada masa akhir-akhir. Dengan demikian, tidak diketahui secara persis kapan tanggal terjadinya Isra dan Mikraj.
Sementara itu, al-Tabari berpendapat bahwa Isra terjadi pada tahun yang sama setelah Rasulullah diangkat menjadi Nabi, di antaranya adalah berdasarkan riwayat-riwayat berikut ini.
Diriwayatkan dari Zakariyya bin Yahya al-Darir dari Abdul Hamid bin Bahr dari Sharik bin Abdallah bin Muhammad bin Aqil dari Jabir:
“Nabi diangkat sebagai nabi pada hari Senin, dan Ali melakukan sholat pada hari Selasa.”
Al-Tabari dalam "Tarikh al-Rusul wa al-Muluk" juga menukil riwayat yang disampaikan oleh Ismail bin Iyas bin Afif dari ayahnya dari kakeknya (yaitu Afif al-Kindi):
Aku adalah seorang pedagang (pada masa Jahiliyah), dan aku datang pada musim haji dan tinggal bersama al-Abbas. Sementara kami bersamanya, seorang pria keluar untuk sholat dan berdiri menghadap Kabah. Kemudian seorang wanita keluar dan berdiri sholat bersamanya, diikuti oleh seorang pemuda yang berdiri sholat bersama dia.
Aku berkata, “Abbas, agama apa ini? Aku tidak tahu agama apa ini.”
Dia menjawab, “Dia adalah Muhammad bin Abdullah, yang mengaku bahwa Allah telah mengirimnya sebagai utusan-Nya dengan ini (agama), dan bahwa harta Kisra dan Kaisar akan diberikan kepadanya dengan penaklukan. Wanita itu adalah istrinya, Khadijah binti Khuwailid, yang telah beriman kepadanya, dan pemuda itu adalah sepupunya, Ali bin Abi Thalib, yang telah beriman kepadanya.”
Afif berkata, “Jika saja aku beriman kepadanya hari itu, maka aku akan menjadi orang yang ketiga.”
Jika riwayat-riwayat di atas benar, maka Nabi sudah melaksanakan sholat dan mengajak orang-orang di sekitarnya untuk sholat juga dari sejak Khadijah masih hidup.
Wallahu A'lam
(wid)