Imam Ibnul Qayyim : Salat sebagai Alat Uji dan Timbangan Iman Seseorang
loading...
A
A
A
Sesungguhnya salat merupakan alat uji keadaan (seseorang) dan timbangan iman. Dengan itu, keimanan seorang hamba ditimbang. Keadaan, kedudukan dan tingkat kedekatannya kepada Allah subahanhu wa ta'ala dan bagian baik terwujudkan.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, salat juga adalah tempat bermunajat dan qurbah (pendekatan diri kepada Allah). Tidak ada perantara antara seorang hamba dengan Rabbnya. Maka, tidak ada sesuatu yang lebih menyejukkan pandangan orang yang mencintai Allah SWT, tidak ada yang lebih lezat bagi hatinya, dan tidak ada yang lebih nikmat bagi hidupnya melebihi salat.
"Bila seseorang mencintai, niscaya tidak ada sesuatu yang lebih didahulukan bagi orang yang mencintai, tidak ada yang lebih baik daripada menyendiri dengan Dzat yang ia cintai dan berkomunikasi intens dengannya, serta berdiri tegak di hadapan-Nya,"papar Imam Inbul Qayyim seperti dilansir laman hisbah.net.
Sungguh, ia telah datang kepada Dzat yang ia cintai dengan segenap hatinya. Dan Dzat yang ia cintai pun telah datang kepadanya. Sebelumnya, ia merasakan berbagai situasi yang berat dan berinteraksi dengan sesama serta sibuk dengan mereka. Lalu ketika ia berdiri menuju salat, menjauh dari selain Allah SWTuntuk menuju kepada-Nya saja, kembali ke sisi-Nya, damai dengan mengingat-Nya, matanya pun sejuk dengan berdiri di depan dan bermunajat kepada-Nya.
Maka, saat itu tidak ada sesuatu yang lebih penting baginya daripada salat. Seolah-olah ia berada dalam tahanan dan kesempitan, serta kepenatan pikiran sampai akhirnya datang waktu salat , sehingga ia mendapatkan hatinya telah lapang, lega dan relaks, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam kepada Bilal :
"Wahai Bilal, tenangkanlah kami dengannya !"
Beliau tidak mengatakan, “Jauhkan kami dari salat”, sebagaimana dikatakan orang-orang ahli batil lagi lalai (Thariq al-Hijratain, hal.662)
Orang yang menggampangkan urusan salat dan meremehkannya, pastilah ia akan meremehkan Islam. Sebab, kadar kebaikan yang diraih seseorang dari Islam itu tergantung sejauh mana atensinya terhadap shalat.
Oleh karena itu, jika seseorang ingin tahu tingkat kecintaannya terhadap Islam, hendaklah ia memeriksa rasa cintanya terhadap shalat. Sebab, kedudukan Islam pada hatinya itu seimbang dengan kedudukan salat pada hatinya. Dan jika engkau ingin menimbang keimanan seseorang, maka lihatlah sejauh mana ia mengagungkan urusan salat.
Khalifah Umar bin al-Khaththab pernah menulis edaran kepada para pegawainya yang berisi :
"Sesungguhnya urusan kalian yang terpenting dalam pandanganku adalah salat. Barang siapa menjaganya, niscaya ia telah menjaga agamanya. Dan barang siapa menyia-nyiakannya, niscaya terhadap urusan lainnya akan lebih mengabaikan. Tidak ada nasib baik dalam Islam bagi orang yang meninggalkan shalat.
Al-Hasan rahimahullah berkata, “Wahai anak Adam. Perkara apalagi yang penting bagimu dari urusan agamamu, jika shalat telah engkau pandang remeh?!”
Wallahu A’lam
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, salat juga adalah tempat bermunajat dan qurbah (pendekatan diri kepada Allah). Tidak ada perantara antara seorang hamba dengan Rabbnya. Maka, tidak ada sesuatu yang lebih menyejukkan pandangan orang yang mencintai Allah SWT, tidak ada yang lebih lezat bagi hatinya, dan tidak ada yang lebih nikmat bagi hidupnya melebihi salat.
"Bila seseorang mencintai, niscaya tidak ada sesuatu yang lebih didahulukan bagi orang yang mencintai, tidak ada yang lebih baik daripada menyendiri dengan Dzat yang ia cintai dan berkomunikasi intens dengannya, serta berdiri tegak di hadapan-Nya,"papar Imam Inbul Qayyim seperti dilansir laman hisbah.net.
Sungguh, ia telah datang kepada Dzat yang ia cintai dengan segenap hatinya. Dan Dzat yang ia cintai pun telah datang kepadanya. Sebelumnya, ia merasakan berbagai situasi yang berat dan berinteraksi dengan sesama serta sibuk dengan mereka. Lalu ketika ia berdiri menuju salat, menjauh dari selain Allah SWTuntuk menuju kepada-Nya saja, kembali ke sisi-Nya, damai dengan mengingat-Nya, matanya pun sejuk dengan berdiri di depan dan bermunajat kepada-Nya.
Maka, saat itu tidak ada sesuatu yang lebih penting baginya daripada salat. Seolah-olah ia berada dalam tahanan dan kesempitan, serta kepenatan pikiran sampai akhirnya datang waktu salat , sehingga ia mendapatkan hatinya telah lapang, lega dan relaks, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam kepada Bilal :
يَا بِلَالُ أَرِحْنَا بِالصَّلَاة
"Wahai Bilal, tenangkanlah kami dengannya !"
Beliau tidak mengatakan, “Jauhkan kami dari salat”, sebagaimana dikatakan orang-orang ahli batil lagi lalai (Thariq al-Hijratain, hal.662)
Orang yang menggampangkan urusan salat dan meremehkannya, pastilah ia akan meremehkan Islam. Sebab, kadar kebaikan yang diraih seseorang dari Islam itu tergantung sejauh mana atensinya terhadap shalat.
Oleh karena itu, jika seseorang ingin tahu tingkat kecintaannya terhadap Islam, hendaklah ia memeriksa rasa cintanya terhadap shalat. Sebab, kedudukan Islam pada hatinya itu seimbang dengan kedudukan salat pada hatinya. Dan jika engkau ingin menimbang keimanan seseorang, maka lihatlah sejauh mana ia mengagungkan urusan salat.
Khalifah Umar bin al-Khaththab pernah menulis edaran kepada para pegawainya yang berisi :
إِنَّ أَهَمَّ أَمْرِكُمْ عِنْدِى الصَّلاَةُ ، فَمَنْ حَفِظَهَا فَقَدْ حَفِظَ دِينَهُ ، وَمَنْ ضَيَّعَهَا فَهُوَ لِمَا سِوَاهَا أَضْيَعُ. وَلَا حَظَّ فِي اْلإِسْلَامِ لِمَنْ تَرَكَ الصَّلَاةَ
"Sesungguhnya urusan kalian yang terpenting dalam pandanganku adalah salat. Barang siapa menjaganya, niscaya ia telah menjaga agamanya. Dan barang siapa menyia-nyiakannya, niscaya terhadap urusan lainnya akan lebih mengabaikan. Tidak ada nasib baik dalam Islam bagi orang yang meninggalkan shalat.
Al-Hasan rahimahullah berkata, “Wahai anak Adam. Perkara apalagi yang penting bagimu dari urusan agamamu, jika shalat telah engkau pandang remeh?!”
Wallahu A’lam
(wid)