Inilah Konsekuensi Jika Menunda Qadha Puasa hingga Ramadan Berikutnya
loading...
A
A
A
Bagi umat Islam yang sudah baligh, ada kewajiban seseorang yang tidak berpuasa di bulan Ramadan berdasarkan sebabnya yakni harus mengganti (qadha) atau membayar puasanya di waktu lain. Lantas, bagaimana jika menunda qadha puasa tersebut sampai Ramadan berikutnya? Apa konsekuensi yang diterimanya?
Syaikh Bin An-Naqiib Al-Mishri di dalam kitabnya Umdatus Salik wa ‘Uddatun Naasik, bahwa jika seseorang punya tanggungan qadha puasa , maka disunahkan untuk menunaikannya secara berturut-turut dan segera dilakukan tanpa ditunda, dan tidak boleh menunda qada sampai Ramadan berikutnya tanpa uzur.
"Jika dia tetap mengakhirkannya maka di setiap hari yang ia harus tunaikan qadanya dia juga harus menunaikan fidyah setiap harinya satu mud. Jika dia terlewat lagi dua Ramadan, maka 2 mud di tiap harinya, dan begitu pula setiap bertambah tahun-tahun yang terlewat dari Ramadan untuk menqada puasanya, maka bertambah pula fidyahnya,"tuturnya.
Dan, jika sampai akhirnya dia meninggal dalam keadaan sebelumnya sebenarnya dia sanggup puasa tapi tetap tidak dia tunaikan qada dan fidyahnya maka dia tetap punya tanggungan fidyah di tiap hari sebanyak 1 mud makanan (yang menunaikan adalah keluarga atau kerabat atau boleh orang lain atas izin mayit atau keluarga yang ditinggalkan).
Ibnu Qudamah Al-Maqdisi penulis kitab fikih Hanbali, yakni Al-Mughniy menjelaskan, seseorang tidak boleh mengakhirkan qadha hingga Ramadan berikutnya tanpa uzur, karena ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha tidak melakukan hal demikian (di dalam hadis, beliau mengakhirkan qada tidak sampai Ramadan berikutnya, akan tetapi sampai Sya’ban), jika mengakhirkan qadha sampai Ramadan berikutnya itu diperbolehkan, maka pasti ia akan menundanya. Karena puasa adalah ibadah yang diulang di setiap tahunnya, maka tidak boleh mengakhirkan Ramadan pertama sampai yang kedua, sebagaimana salat fardu. Jika dia menunda qadha puasa sampai Ramadan berikutnya, maka perlu dilihat,
Adapun Al-Hasan, An-Nakha’ii dan Abu Hanifah mengatakan: tidak perlu fidyah, karena puasa adalah kewajiban, maka mengakhirkannya tidak wajib kafarat, sebagaimana mengakhirkan salat pada waktunya dan juga nazar. Dan bagi kami, apa yang diriwayatkan dari Ibnu Umar, Ibnu Abbas, dan Abu Hurairah, bahwasanya mereka mengatakan: “Berikanlah makan orang miskin di tiap harinya” tidak diriwayatkan dari selainnya dari kalangan sahabat setelahnya. Dan sanad diriwayatkan dari jalur yang lemah. Oleh karena itu, menunda puasa Ramadan dari waktunya jika tidak wajib qada maka wajib fidyah sebagaimana orang yang sudah tua renta.
Jika seseorang tidak sanggup menunaikan qadha sehingga dia menunda qadhanya tanpa uzur, maka baginya dua fidyah tiap harinya. Fidyah karena tidak berpuasa dan fidyah karena menunda qadha puasa.
Hal itu, dijelaskan dalam Kitab Al-Minhaj dan Syarh Al-Mahallii. Dan yang paling mendekati kebenaran adalah jika seseorang menunda qhada padahal dia mampu, dan dia akhirnya meninggal, maka dia harus membayar setiap hari 2 mud. Satu mud dari apa yang terluput darinya dan satu mud karena menunda. Pendapat yang lain, cukup dengan satu mud saja karena apa yang lewat, tanpa 1 mud karena penundaannya.
Sedangkan dalam Al-Fatawaa No.57219, jika orang tersebut tidak mengetahui haramnya menunda qada maka tidak ada kafarat menunda.
Wallahu A'lam
Syaikh Bin An-Naqiib Al-Mishri di dalam kitabnya Umdatus Salik wa ‘Uddatun Naasik, bahwa jika seseorang punya tanggungan qadha puasa , maka disunahkan untuk menunaikannya secara berturut-turut dan segera dilakukan tanpa ditunda, dan tidak boleh menunda qada sampai Ramadan berikutnya tanpa uzur.
"Jika dia tetap mengakhirkannya maka di setiap hari yang ia harus tunaikan qadanya dia juga harus menunaikan fidyah setiap harinya satu mud. Jika dia terlewat lagi dua Ramadan, maka 2 mud di tiap harinya, dan begitu pula setiap bertambah tahun-tahun yang terlewat dari Ramadan untuk menqada puasanya, maka bertambah pula fidyahnya,"tuturnya.
Dan, jika sampai akhirnya dia meninggal dalam keadaan sebelumnya sebenarnya dia sanggup puasa tapi tetap tidak dia tunaikan qada dan fidyahnya maka dia tetap punya tanggungan fidyah di tiap hari sebanyak 1 mud makanan (yang menunaikan adalah keluarga atau kerabat atau boleh orang lain atas izin mayit atau keluarga yang ditinggalkan).
Ibnu Qudamah Al-Maqdisi penulis kitab fikih Hanbali, yakni Al-Mughniy menjelaskan, seseorang tidak boleh mengakhirkan qadha hingga Ramadan berikutnya tanpa uzur, karena ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha tidak melakukan hal demikian (di dalam hadis, beliau mengakhirkan qada tidak sampai Ramadan berikutnya, akan tetapi sampai Sya’ban), jika mengakhirkan qadha sampai Ramadan berikutnya itu diperbolehkan, maka pasti ia akan menundanya. Karena puasa adalah ibadah yang diulang di setiap tahunnya, maka tidak boleh mengakhirkan Ramadan pertama sampai yang kedua, sebagaimana salat fardu. Jika dia menunda qadha puasa sampai Ramadan berikutnya, maka perlu dilihat,
Jika Ada Uzur, Cukup Qadha?
Jika tidak puasa Ramadan tanpa uzur, maka baginya qadha dan juga memberi makan orang miskin di setiap hari yang terlewat. Hal ini dilandasi oleh perkataan Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Abu Hurairah, Mujahid, Sa’id bin Jubair, Maliki, Ats-Tsauri, Al-Auza’iy, Asy-Syafi’iy dan Ishaq.Adapun Al-Hasan, An-Nakha’ii dan Abu Hanifah mengatakan: tidak perlu fidyah, karena puasa adalah kewajiban, maka mengakhirkannya tidak wajib kafarat, sebagaimana mengakhirkan salat pada waktunya dan juga nazar. Dan bagi kami, apa yang diriwayatkan dari Ibnu Umar, Ibnu Abbas, dan Abu Hurairah, bahwasanya mereka mengatakan: “Berikanlah makan orang miskin di tiap harinya” tidak diriwayatkan dari selainnya dari kalangan sahabat setelahnya. Dan sanad diriwayatkan dari jalur yang lemah. Oleh karena itu, menunda puasa Ramadan dari waktunya jika tidak wajib qada maka wajib fidyah sebagaimana orang yang sudah tua renta.
Jika seseorang tidak sanggup menunaikan qadha sehingga dia menunda qadhanya tanpa uzur, maka baginya dua fidyah tiap harinya. Fidyah karena tidak berpuasa dan fidyah karena menunda qadha puasa.
Hal itu, dijelaskan dalam Kitab Al-Minhaj dan Syarh Al-Mahallii. Dan yang paling mendekati kebenaran adalah jika seseorang menunda qhada padahal dia mampu, dan dia akhirnya meninggal, maka dia harus membayar setiap hari 2 mud. Satu mud dari apa yang terluput darinya dan satu mud karena menunda. Pendapat yang lain, cukup dengan satu mud saja karena apa yang lewat, tanpa 1 mud karena penundaannya.
Sedangkan dalam Al-Fatawaa No.57219, jika orang tersebut tidak mengetahui haramnya menunda qada maka tidak ada kafarat menunda.
Wallahu A'lam
(wid)