Rasulullah SAW Tidak Melarang Nyanyian yang Tidak Mengantar kepada Kemaksiatan

Kamis, 30 Mei 2024 - 09:04 WIB
loading...
Rasulullah SAW Tidak...
Prof Quraish Shihab. Foto/Ilustrasi: Ist
A A A
Sejarah kehidupan Rasulullah SAW membuktikan bahwa beliau tidak melarang nyanyian yang tidak mengantar kepada kemaksiatan. "Bukankah sangat populer di kalangan umat Islam, lagu-lagu yang dinyanyikan oleh kaum Anshar di Madinah dalam menyambut Rasulullah SAW?" tulis Quraish Shihab dalam bukunya berjudul "Wawasan al-Quran, Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat" (Penerbit Mizan, 2007)

Lagu yang dimaksud adalah:

Thalaa al-badru alaina. Min tsaniyat al-wadai
Wajabasy syukru alaina. Ma daa lillahi dai
Ayyuha al-mabutsu fina. Jita bil amril muthai

"Memang benar, apabila nyanyian mengandung kata-kata yang tidak sejalan dengan ajaran Islam, maka ia harus ditolak," jelas Quraish.



Imam Ahmad meriwayatkan bahwa dua orang wanita mendendangkan lagu yang isinya mengenang para pahlawan yang telah gugur dalam peperangan Badr sambil menabuh gendang. Di antaranya syairnya adalah:

"Dan kami mempunyai Nabi yang mengetahui apa yang akan terjadi besok"

Mendengar ini Nabi SAW menegur mereka sambil bersabda:

"Adapun yang demikian, maka jangan kalian ucapkan. Tidak ada yang mengetahui (secara pasti) apa yang terjadi esok kecuali Allah". (Diriwayatkan oleh Ahmad).

Al-Quran sendiri memperhatikan nada dan langgam ketika memilih kata-kata yang digunakannya setelah terlebih dahulu memperhatikan kaitan antara kandungan kata dan pesan yang ingin disampaikannya.

Sebelum seseorang terpesona dengan keunikan atau kemukjizatan kandungan Al-Quran, terlebih dahulu ia akan terpukau oleh beberapa hal yang berkaitan dengan susunan kata-kata dan kalimatnya, antara lain menyangkut nada dan langgamnya.

Walaupun ayat-ayat Al-Quran ditegaskan oleh Allah bukan syair, atau puisi, namun ia terasa dan terdengar mempunyai keunikan dalam irama dan ritmenya. Ini disebabkan karena huruf dari kata-kata yang dipilihnya melahirkan keserasian bunyi, dan kemudian kumpulan kata-kata itu melahirkan pula keserasian irama dalam rangkaian kalimat ayat-ayatnya.



"Bacalah misalnya surat Asy-Syams, atau Adh-Dhuha atau Al-Lahab dan surat-surat lainnya. Atau baca misalnya surat An-Naziat ayat 15-26," tutur Quraish.

"Yang ingin digarisbawahi di sini adalah nada dan irama yang unik itu. Ini berarti bahwa Allah sendiri berfirman dengan menyampaikan kalimat-kalimat yang memiliki irama dan nada. Nada dan irama itu tidak lain dari apa yang kemudian diistilahkan oleh sementara ilmuwan Al-Quran dengan Musiqa Al-Quran (musik Al-Quran)," lanjut Quraish

Ini belum lagi jika ditinjau dari segi ilmu tajwid yang mengatur antara lain panjang pendeknya nada bacaan, bahkan belum lagi dan lagu-lagu yang diperkenalkan oleh ulama-ulama Al-Quran. Imam Bukhari, dan Abu Daud meriwayatkan sabda Nabi SAW:

"Perindahlah Al-Quran dengan suara kamu."

Bukankah semua ini menunjukkan bahwa menyanyikan Al-Quran tidak terlarang, dan karena itu menyanyi secara umum pun tidak terlarang kecuali kalau nyanyian tersebut tidak sejalan dengan tuntunan Islam.

(mhy)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1551 seconds (0.1#10.140)