32.554 Jemaah Mendaftar Murur di Muzdalifah dari Kuota 55.000
loading...
A
A
A
Sebanyak 32 ribu jemaah haji Indonesia mendaftar murur di Muzdalifah dari kuota 55 ribu orang. Artinya, kuota yang tersisa 23 ribu untuk menjalani murur di Muzdalifah.
Jemaah haji yang ikut murur nanti tidak mabit di Muzdalifah. Mereka hanya melintas di Muzdalifah dengan naik bus. Langsung ke Mina untuk melontar jumrah. "Sudah ada 32.554 yang daftar, 60 persen dari kuota," ujar Direktur Layanan Haji Luar Negeri Kementerian Agama Subhan Cholid saat diwawancara di Kantor Daker Makkah, Minggu, 9 Juni 2024.
Tidak semua jamaah haji bisa mengikuti murur. Ada empat kriteria yang sudah ditetapkan oleh PPIH. Pertama, jamaah yang memiliki risiko tinggi (risti) secara medis. Kedua, jamaah lansia. Ketiga, jamaah disabilitas. Dan keempat, pendamping tiga kriteria jamaah di atas.
Namun, menurut Subhan, jika kuotanya masih ada, jamaah yang tidak termasuk kuota tersebut juga bisa mendaftar. "Jemaah biasa juga bisa mendaftar, daftarnya bisa melalui ke ketua kloter. Ketua kloter nantinya akan menyampaikan ke ketua sektor,” kata Subhan.
Kebijakan murur ini baru pertama kali diterapkan. Apalagi tahun ini suhu udara saat puncak haji diperkirakan mencapai 50 derajat Celsius. "Hari ini saja kita sudah mencapai 44 bahkan 45 derajat," jelas Subhan.
Selain itu, pemerintah Arab Saudi tidak menyiapkan sarana dan prasarana di untuk jamaah menetap lebih lama di Muzdalifah. Jamaah hanya akan mabit pada tengah malam dan harus sudah berada di Mina pagi harinya. Area Muzdalifah juga sangat sempit. Tahun lalu sebagian jamaah Indonesia ditaruh di kawasan Mina Jadid. Tahun ini, area Mina Jadid tidak dipergunakan lagi. Semua akan ke Muzdalifah. Ada 27 ribu jamaah haji yang tahun lalu berada di Mina Jadid.
Padahal tahun ini jumlah jamaah haji reguler bertambah 10 ribu orang. Belum lagi di Muzdalifah telah didirikan ratusan toilet baru yang memakan area sampai 2 hektare. Murur ini diperlukan untuk mengurangi kepadatan di Muzdalifah.
Murur, kata Subhan, untuk menjaga keamanan dan keselamatan jamaah Indonesia. "Beberapa kali kita sudah berdiskusi dengan berbagai pihak di Arab Saudi untuk melakukan simulasi skema murur yang paling tepat untuk mengantisipasi situasi itu," kata Subhan.
Seluruh jemaah yang berangkat dari Makkah ke Arafah, kata Subhan, akan mengikuti skema normal. Pada 9 Dzulhijah (15 Juni 2024), setelah wukuf, ketika terbenam matahari di Arafah, jamaah mulai digerakkan menuju Muzdalifah dan juga ke Mina.
Jemaah akan bergerak dari Arafah ke Muzdalifah pada pukul 19.00 Waktu Arab Saudi (WAS). Mereka sudah harus berada di Mina paling lambat pukul 08.30 WAS. "Kemarin kita sampai pada kesepakatan bahwa pergerakannya akan dilakukan secara bersamaan mulai pukul 19.00 malam. Jadi terbenam matahari, baik yang murur maupun yang normal itu akan diberangkatkan secara bersama-sama," jelas Subhan.
Jemaah haji yang ikut murur nanti tidak mabit di Muzdalifah. Mereka hanya melintas di Muzdalifah dengan naik bus. Langsung ke Mina untuk melontar jumrah. "Sudah ada 32.554 yang daftar, 60 persen dari kuota," ujar Direktur Layanan Haji Luar Negeri Kementerian Agama Subhan Cholid saat diwawancara di Kantor Daker Makkah, Minggu, 9 Juni 2024.
Tidak semua jamaah haji bisa mengikuti murur. Ada empat kriteria yang sudah ditetapkan oleh PPIH. Pertama, jamaah yang memiliki risiko tinggi (risti) secara medis. Kedua, jamaah lansia. Ketiga, jamaah disabilitas. Dan keempat, pendamping tiga kriteria jamaah di atas.
Namun, menurut Subhan, jika kuotanya masih ada, jamaah yang tidak termasuk kuota tersebut juga bisa mendaftar. "Jemaah biasa juga bisa mendaftar, daftarnya bisa melalui ke ketua kloter. Ketua kloter nantinya akan menyampaikan ke ketua sektor,” kata Subhan.
Kebijakan murur ini baru pertama kali diterapkan. Apalagi tahun ini suhu udara saat puncak haji diperkirakan mencapai 50 derajat Celsius. "Hari ini saja kita sudah mencapai 44 bahkan 45 derajat," jelas Subhan.
Selain itu, pemerintah Arab Saudi tidak menyiapkan sarana dan prasarana di untuk jamaah menetap lebih lama di Muzdalifah. Jamaah hanya akan mabit pada tengah malam dan harus sudah berada di Mina pagi harinya. Area Muzdalifah juga sangat sempit. Tahun lalu sebagian jamaah Indonesia ditaruh di kawasan Mina Jadid. Tahun ini, area Mina Jadid tidak dipergunakan lagi. Semua akan ke Muzdalifah. Ada 27 ribu jamaah haji yang tahun lalu berada di Mina Jadid.
Padahal tahun ini jumlah jamaah haji reguler bertambah 10 ribu orang. Belum lagi di Muzdalifah telah didirikan ratusan toilet baru yang memakan area sampai 2 hektare. Murur ini diperlukan untuk mengurangi kepadatan di Muzdalifah.
Murur, kata Subhan, untuk menjaga keamanan dan keselamatan jamaah Indonesia. "Beberapa kali kita sudah berdiskusi dengan berbagai pihak di Arab Saudi untuk melakukan simulasi skema murur yang paling tepat untuk mengantisipasi situasi itu," kata Subhan.
Seluruh jemaah yang berangkat dari Makkah ke Arafah, kata Subhan, akan mengikuti skema normal. Pada 9 Dzulhijah (15 Juni 2024), setelah wukuf, ketika terbenam matahari di Arafah, jamaah mulai digerakkan menuju Muzdalifah dan juga ke Mina.
Jemaah akan bergerak dari Arafah ke Muzdalifah pada pukul 19.00 Waktu Arab Saudi (WAS). Mereka sudah harus berada di Mina paling lambat pukul 08.30 WAS. "Kemarin kita sampai pada kesepakatan bahwa pergerakannya akan dilakukan secara bersamaan mulai pukul 19.00 malam. Jadi terbenam matahari, baik yang murur maupun yang normal itu akan diberangkatkan secara bersama-sama," jelas Subhan.
(aww)