Tragedi Karbala dan Asyura di Mata Syiah, Begini Sikap Kalangan Suni

Rabu, 17 Juli 2024 - 05:15 WIB
loading...
Tragedi Karbala dan...
Tragedi Karbala tersebut menyisakan luka mendalam di kalangan pendukung fanatik Ali dan keluarga Nabi SAW. Foto/Ilustrasi: Tehran Times
A A A
Di kalangan Syiah , hari Asyura (10 Muharram) memperoleh kedudukan yang sangat sakral dan memiliki nilai historis yang tak terlupakan. Hal ini disebabkan karena cucu Nabi Muhammad SAW yang bernama Husain bin Ali bin Abi Thalib wafat terbunuh pada hari tersebut.

Mengutip sejarawan Sunni , Prof. Dr. H. Ahmad Khairuddin, M.Ag dalam karya tulisnya berjudul "Asyura: Antara Doktrin, Historis dan Antropologis Perspektif Dakwah Pencerahan" menjelaskan setelah Yazid dibaiat sebagai Amirul Mukminin (khalifah) di Syam, Husain diajak oleh kelompok Yazid untuk turut membaiat Yazid. Akan tetapi Husain menolak, dan beliau segera meninggalkan Madinah menuju Makkah .

Ketika Penduduk Kufah (Irak) yang mendengar sikap Husain terhadap Yazid, mereka langsung mengirim berbagai surat kepada Husain. Ada lebih dari 500 surat yang diterima Husain. Inti dari isi surat itu ada 3 hal, yakni: penduduk Kufah tidak membaiat Yazid. Kedua, penduduk Kufah hanya mau taat jika Husain dan keluarga Ali sebagai khalifah. Ketiga, mengundang Husain untuk datang ke Kufah agar bisa dibaiat.



Untuk menyelidiki kebenaran ini, Husain mengirim Muslim bin Aqil (sepupu Husain) agar memeriksa keadaan di Kufah yang sebenarnya. Sesampainya Muslim bin Aqil tiba di Kufah, dia singgah di rumah Hani bin Urwah.

Di rumah ini, banyak penduduk Kufah yang membaiat Husain melalui perwakilan Muslim bin Aqil. Merasa bahwa penduduk Kufah telah loyal terhadap Husain, Muslim mengirim surat kepada Husain, agar segera datang ke Kufah, karena semua telah disiapkan.

Berita tentang sikap penduduk Kufah tersebut didengar oleh Yazid. Ketika itu, Kufah termasuk daerah kekuasaan Bani Umaiyah dengan gubernur Nu’man bin Basyir ra., salah satu sahabat terpercaya Nabi SAW. Namun karena Nu’man tidak perhatian dengan kejadian baiat Husain di Kufah, beliau dinon-aktifkan dan wilayah Kufah diserahkan kepada Ubaidillah bin Ziyad, yang ketika itu menjadi gubernur Bashrah. Sehingga Ubaidillah memegang kekuasaan dua wilayah, Bashrah dan Kufah.

Ubaidullah menemui Hani’ bin Urwah dan menanyakannya tentang gejolak di Kufah. Ubaidullah ingin mendengar sendiri penjelasan langsung dari Hani’ bin Urwah. Namun Hani’ tidak mau mengaku, hingga dia dipenjara. Mendengar kabar bahwa Ubaidullah memenjarakan Hani’ bin Urwah, Muslim bin Aqil datang bersama 4000 orang Syiah (pembela) Husain yang membaiatnya dan mengepung istana Ubaidullah bin Ziyad. Peristiwa ini terjadi siang hari.



Ubaidullah bin Ziyad merespon pengepungan Muslim bin Aqil dengan mengancam akan mendatangkan sejumlah pasukan dari Syam. Ternyata gertakan Ubaidullah membuat takut para pembela Husein ini. Mereka pun berkhianat dan berlari meninggalkan Muslim bin Aqil hingga tersisa 30 orang saja yang bersama Muslim bin Aqil, dan ketika matahari terbenam pada hari itu, hanya tersisa Muslim bin Aqil seorang diri.

Muslim pun ditangkap danan Ubaidullah memerintahkan agar dan dia dibunuh. Sebelum dieksekusi, Muslim meminta izin untuk berwasiat kepada Umar bin Sa’ad bin Abi Waqqash mengirim surat kepada Husein. Keinginan terakhir Muslim pun dikabulkan oleh Ubaidullah bin Ziyad.

Isi surat Muslim kepada Husein adalah “Pergilah, pulanglah kepada keluargamu! Jangan engkau tertipu oleh penduduk Kufah. Sesungguhnya penduduk Kufah telah berkhianat kepadamu dan juga kepadaku. Orang-orang pendusta itu tidak memiliki akal”.

Setelah itu, Muslim bin Aqil kemudian dibunuh, tepatnya tanggal 9 Dzulhijjah, hari Arafah.

Sementara itu, Husain berangkat dari Makkah menuju Kufah di tanggal 8 Dzulhijah. Banyak sahabat Nabi SAW menasihatinya agar tidak pergi ke Kufah. Ibnu Umar ra menemui Husain ra meraya menasihati: “Aku hendak menyampaikan kepadamu beberapa kalimat. Sesungguhnya Jibril datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian memberikan dua pilihan kepada beliau antara dunia dan akhirat, maka beliau memilih akhirat dan tidak mengiginkan dunia. Engkau adalah darah dagingnya, demi Allah tidaklah Allah memberikan atau menghindarkan kalian (ahlul bait) dari suatu hal, kecuali hal itu adalah yang terbaik untuk kalian”.



Husain tetap enggan untuk membatalkan keberangkatannya. Ibnu Umar pun memeluknya seraya menangis, lalu mengatakan, “Aku titipkan engkau kepada Allah agar tidak dibunuh”.

Sahabat yang lain, Abu Said alKhudri ra memperingatkan Husain ra., “Sesungguhnya aku adalah seorang penasihat untukmu, dan aku sangat menyayangimu. Telah sampai berita bahwa orang-orang yang mengaku sebagai Syiahmu (pembelamu) di Kufah menulis surat kepadamu. Mereka mengajakmu untuk bergabung bersama mereka. Mohon jangan engkau pergi bergabung bersama mereka karena aku mendengar ayahmu –Ali bin Abi Thalib- mengatakan tentang penduduk Kufah, ‘Demi Allah, aku bosan dan benci kepada mereka, demikian juga mereka bosan dan benci kepadaku. Mereka tidak memiliki sikap memenuhi janji sedikit pun.”

Singkat cerita Husein menginjakkan kakinya di daerah Karbala bersama 72 orang yang mendampinginya. Kemudian tibalah 4000 pasukan yang dikirim oleh Ubaidullah bin Ziyad di bawah pimpinan Umar bin Saad.

Husein bertanya, “Apa nama tempat ini?” Orang-orang menjawab, “Ini adalah daerah Karbala.” Kemudian Husein menanggapi, “Karbala: Karbun wa Balaa’.” Karbun artinya bencana dan Balaa’ artinya musibah.

Melihat pasukan dalam jumlah yang sangat besar, Husain ra menyadari tidak ada peluang baginya. Lalu dia menawarkan 3 hal, “Aku ada 3 pilihan, (1) kalian mengawal (menjamin keamananku) pulang, atau (2) kalian biarkan aku pergi menghadap Yazid di Syam untuk membaiatnya, atau (3) aku pergi ke daerah perbatasan dan ikut bergabung bersama kaum muslimin dalam jihad melawan daerah kafir.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3474 seconds (0.1#10.140)