Produksi dan Reproduksi Manusia: Islam Bisa Menerima Teori Evolusi Darwin
loading...
A
A
A
AL-QUR'AN menguraikan produksi dan reproduksi manusia. Ketika berbicara tentang penciptaan manusia pertama, Al-Quran menunjuk kepada sang Pencipta dengan menggunakan pengganti nama berbentuk tunggal: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dan tanah". ( QS Shad [38] : 71).
"Apa yang menghalangi kamu (iblis) sujud kepada apa yang Aku ciptakan dengan kedua tangan-Ku?" ( QS Shad [38] : 75).
"Akan tetapi ketika berbicara tentang reproduksi manusia secara umum, Yang Maha Pencipta ditunjuk dengan menggunakan bentuk jamak," ujar Prof Dr M Quraish Shihab dalam bukunya berjudul " Wawasan Al-Quran , Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat" (Mizan, 2007).
Demikian kesimpulan kita kalau membaca surat At-Tin ayat 4: "Sesungguhnya Kami telah menjadikan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya".
Hal itu, kata Quraish, untuk menunjukkan perbedaan proses kejadian manusia secara umum dan proses kejadian Adam as . Penciptaan manusia secara umum, melalui proses keterlibatan Tuhan bersama selain-Nya, yaitu ibu dan bapak.
Keterlibatan ibu dan bapak mempunyai pengaruh menyangkut bentuk fisik dan psikis anak, sedangkan dalam penciptaan Adam, tidak terdapat keterlibatan pihak lain termasuk ibu dan bapak.
Al-Quran tidak menguraikan secara rinci proses kejadian Adam, yang oleh mayoritas ulama dinamai manusia pertama. Yang disampaikannya dalam konteks ini hanya:
a. Bahan awal manusia adalah tanah.
b. Bahan tersebut disempurnakan.
c. Setelah proses penyempurnaannya selesai, ditiupkan kepadanya ruh Ilahi ( QS Al-Hijr [15] : 28-29; Shad [38]: 71-72).
Apa dan bagaimana penyempurnaan itu, tidak disinggung oleh Al-Quran. Dari sini, terdapat sekian banyak cendekiawan dan ulama Islam, jauh sebelum Charles Darwin yang melakukan penyelidikan dan analisis sehingga berkesimpulan bahwa manusia diciptakan melalui fase atau evolusi tertentu, dan bahwa ada tingkat-tingkat tertentu menyangkut ciptaan Allah.
Nama-nama seperti Al-Farabi (783-950 M), Ibnu Miskawaih (Wafat 1030 M), Muhammad bin Syakir Al-Kutubi (1287- 1363 M), Ibnu Khaldun (1332-1406 M) dapat disebut sebagai tokoh-tokoh paham evolusi sebelum lahirnya teori evolusi Darwin (1804-1872 M).
Perlu ditambahkan bahwa kesimpulan ulama-ulama tersebut tidak sepenuhnya sama dalam rincian teori evolusi yang dirumuskan oleh Darwin.
Menurut Quraish, dari sini pula dapat dimengerti uraian pakar tafsir Syaikh Muhammad Abduh yang menyatakan bahwa seandainya teori Darwin tentang proses penciptaan manusia dapat dibuktikan kebenarannya secara ilmiah, maka tidak ada alasan dari Al-Quran untuk menolaknya.
Al-Quran hanya menguraikan proses pertama, pertengahan, dan akhir. Apa yang terjadi antara proses pertama dan pertengahan, serta antara pertengahan dan akhir, tidak dijelaskannya
Abbas Al-Aqad, seorang ilmuwan dan ulama Mesir kontemporer, dalam bukunya Al-Insan fi Al-Quran (Manusia dalam Al-Quran) mempersilakan setiap Muslim, untuk --menerima atau menolak teori itu-- berdasarkan penelitian ilmiah, tanpa melibatkan Al-Quran sedikit pun, karena Al-Quran tidak berbicara secara rinci tentang proses kejadian manusia pertama.
"Apa yang menghalangi kamu (iblis) sujud kepada apa yang Aku ciptakan dengan kedua tangan-Ku?" ( QS Shad [38] : 75).
"Akan tetapi ketika berbicara tentang reproduksi manusia secara umum, Yang Maha Pencipta ditunjuk dengan menggunakan bentuk jamak," ujar Prof Dr M Quraish Shihab dalam bukunya berjudul " Wawasan Al-Quran , Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat" (Mizan, 2007).
Demikian kesimpulan kita kalau membaca surat At-Tin ayat 4: "Sesungguhnya Kami telah menjadikan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya".
Hal itu, kata Quraish, untuk menunjukkan perbedaan proses kejadian manusia secara umum dan proses kejadian Adam as . Penciptaan manusia secara umum, melalui proses keterlibatan Tuhan bersama selain-Nya, yaitu ibu dan bapak.
Keterlibatan ibu dan bapak mempunyai pengaruh menyangkut bentuk fisik dan psikis anak, sedangkan dalam penciptaan Adam, tidak terdapat keterlibatan pihak lain termasuk ibu dan bapak.
Al-Quran tidak menguraikan secara rinci proses kejadian Adam, yang oleh mayoritas ulama dinamai manusia pertama. Yang disampaikannya dalam konteks ini hanya:
a. Bahan awal manusia adalah tanah.
b. Bahan tersebut disempurnakan.
c. Setelah proses penyempurnaannya selesai, ditiupkan kepadanya ruh Ilahi ( QS Al-Hijr [15] : 28-29; Shad [38]: 71-72).
Apa dan bagaimana penyempurnaan itu, tidak disinggung oleh Al-Quran. Dari sini, terdapat sekian banyak cendekiawan dan ulama Islam, jauh sebelum Charles Darwin yang melakukan penyelidikan dan analisis sehingga berkesimpulan bahwa manusia diciptakan melalui fase atau evolusi tertentu, dan bahwa ada tingkat-tingkat tertentu menyangkut ciptaan Allah.
Nama-nama seperti Al-Farabi (783-950 M), Ibnu Miskawaih (Wafat 1030 M), Muhammad bin Syakir Al-Kutubi (1287- 1363 M), Ibnu Khaldun (1332-1406 M) dapat disebut sebagai tokoh-tokoh paham evolusi sebelum lahirnya teori evolusi Darwin (1804-1872 M).
Perlu ditambahkan bahwa kesimpulan ulama-ulama tersebut tidak sepenuhnya sama dalam rincian teori evolusi yang dirumuskan oleh Darwin.
Menurut Quraish, dari sini pula dapat dimengerti uraian pakar tafsir Syaikh Muhammad Abduh yang menyatakan bahwa seandainya teori Darwin tentang proses penciptaan manusia dapat dibuktikan kebenarannya secara ilmiah, maka tidak ada alasan dari Al-Quran untuk menolaknya.
Al-Quran hanya menguraikan proses pertama, pertengahan, dan akhir. Apa yang terjadi antara proses pertama dan pertengahan, serta antara pertengahan dan akhir, tidak dijelaskannya
Abbas Al-Aqad, seorang ilmuwan dan ulama Mesir kontemporer, dalam bukunya Al-Insan fi Al-Quran (Manusia dalam Al-Quran) mempersilakan setiap Muslim, untuk --menerima atau menolak teori itu-- berdasarkan penelitian ilmiah, tanpa melibatkan Al-Quran sedikit pun, karena Al-Quran tidak berbicara secara rinci tentang proses kejadian manusia pertama.
(mhy)