Belajar dari Laba-Laba yang Menganyam Jaringnya

Minggu, 30 Agustus 2020 - 06:29 WIB
loading...
Belajar dari Laba-Laba yang Menganyam Jaringnya
Laba-laba. Foto/Ilustrasi/Ist
A A A
Musyawarah Burung (1184-1187) karya Faridu'd-Din Abu Hamid Muhammad bin Ibrahim atau Attar dalam gaya sajak alegoris ini, melambangkan kehidupan dan ajaran kaum sufi . Judul asli: Mantiqu't-Thair dan diterjemahan Hartojo Andangdjaja dari The Conference of the Birds (C. S. Nott). ( )

===

SEEKOR burung lain berkata pada Hudhud , "Hatiku menyala karena gembira, sebab aku tinggal di sebuah tempat yang menawan. Aku punya istana emas teramat indah hingga siapa saja mengaguminya, dan di sana aku hidup dalam kepuasan." ( )

"Bagaimana mungkin aku diharapkan untuk meninggalkannya? Di istana ini aku seperti raja burung-burung, maka mengapa pula aku bersusah payah di lembah-lembah yang kausebutkan itu? Mestikah aku meninggalkan istanaku dan kedudukanku sebagai raja? Tiada makhluk yang berpikiran sehat akan meninggalkan taman Iram untuk menempuh perjalanan yang begitu berat dan sulit!"

Baca juga
: "Selama Anjing Nafsu Lari di Mukamu, Setan Takkan Meninggalkanmu"

Hudhud menjawab, "O kau yang tanpa cita-cita dan semangat! Adakah kau anjing? Atau inginkah kau menjadi pelayan dalam hammam? Dunia bawah ini hanyalah sebuah bilik panas dan istanamu sebagian daripadanya. Meski istanamu sebuah surga sekalipun, namun pada suatu hari maut akan mengubahnya menjadi penjara penderitaan. Hanya jikalau maut berhenti menggunakan kekuasaannya atas segala makhluk akan baiklah bagimu untuk tinggal puas di istana emasmu."

Baca juga:
Penasaran Nama dan Logo Partai Baru Amien Rais? Ini Bocorannya

Seloroh Seorang Arif
Seorang raja mendirikan sebuah istana yang menghabiskan biaya seratus ribu dinar. Di sebelah luar, istana itu dihiasi dengan menara-menara dan kubah-kubah yang bersepuhkan emas, sedang perabotan dan permadani-permadani membuat ruang dalamnya seperti surga.

Ketika istana itu selesai didirikan, raja mengundang orang-orang dari setiap negeri untuk mengunjunginya. Mereka datang dan memberikan hadiah-hadiah, dan dipersilakannya mereka semua duduk bersamanya.


Kemudian raja itu pun bertanya pada mereka, "Katakan bagaimana pendapat Tuan sekalian tentang istanaku. Adakah sesuatu yang terlupa, yang merusakkan keindahannya?"

Semuanya menyatakan bahwa belum pernah ada istana semacam itu di dunia dan tak mungkin ada kembarannya lagi. Semua menyatakan demikian, Kecuali satu, seorang arif, yang bangkit berdiri dan berkata, "Ada satu celah kecil yang menurut pendapat hamba merupakan cacat, Tuanku. Andaikan tak ada cacat ini, surga itu sendiri pun akan memberikan hadiah-hadiah pada Tuanku dari dunia gaib."

"Aku tak melihat cacat ini," kata raja murka. "Kau orang bodoh, dan kau hanya ingin membuat dirimu tampak penting."




"Tidak, Raja yang sombong," jawab orang arif itu. "Celah yang kusebutkan itu ialah celah yang akan dilalui Izrail, malakulmaut, bila ia datang nanti. Semoga Tuhan berkenan, Tuanku dapat menutup celah itu, sebab jika tidak, apakah gunanya istana, mahkota dan singgasana Tuanku yang megah itu?"

"Bila maut datang, semua itu akan menjadi bagai segenggam debu. Tak satu pun yang tetap bertahan lama, dan celah itulah yang akan merusakkan tempat semayam Tuanku."

"Tiada kepandaian dapat membuat tetap apa yang tak tetap. Ah, jangan letakkan harapan kebahagiaan Tuanku pada istana! Jangan biarkan kuda kebanggaan Tuanku melata bagai siput. Jika tak seorang pun berani mengatakan terus terang pada raja dan memperingatkannya tentang kesalahan-kesalahan ini, maka ini akan merupakan malapetaka yang besar."



Laba-Laba
Pernahkah kau memperhatikan laba-laba dan mengamati betapa mengagumkan ia menggunakan waktunya? Dengan kecepatan dan kewaspadaan ia menganyam jaring-sarangnya yang menakjubkan itu, sebuah rumah yang dihiasinya untuk keperluannya.

Bila lalat jatuh tertungging ke dalam jaring itu, laba-laba itu buru-buru menyergapnya mengisap darah makhluk kecil itu dan membiarkan bangkai itu mengering untuk digunakannya sebagai makanannya.

Kemudian datang penghuni rumah dengan membawa sapu, dan dalam sekejap saja, jaring-sarang, lalat dan laba-laba itu pun lenyap ketiga-tiganya!

Jaring laba-laba itu melambangkan dunia; lalat itu, rizki yang telah diberikan Tuhan di sana bagi makhlukNya.

Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1749 seconds (0.1#10.140)