Sang Murid Minta Abu Nawas Membagi Syair Pujian Kepada Tuhan

Senin, 04 Mei 2020 - 02:53 WIB
loading...
Sang Murid Minta Abu Nawas Membagi Syair Pujian Kepada Tuhan
Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil. Ilustrasi/Ist
A A A
Abu Nawas adalah pujangga Arab dan merupakan salah satu penyair terbesar sastra Arab klasik. Penyair ulung sekaligus tokoh sufi ini mempunyai nama lengkap Abu Ali Al Hasan bin Hani Al Hakami dan hidup pada zaman Khalifah Harun Al-Rasyid di Baghdad (806-814 M). Cerita berikut dinukil dari Kisah Seribu Satu Malam. ( )

Abu Nawas memang seorang ulama. Tak begitu mengherankan jika muridnya lumayan banyak. Di antara sekian banyak muridnya, ada satu orang yang hampir selalu menanyakan mengapa Abu Nawas mengatakan begini dan begitu.

Suatu ketika ada tiga orang tamu bertanya kepada Abu Nawas dengan pertanyaan yang sama. Orang pertama mulai bertanya. "Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?"

"Orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil," jawab Abu Nawas.

"Mengapa?" tanya orang pertama lagi.

"Sebab lebih mudah diampuni oleh Tuhan," kata Abu Nawas.

Orang pertama puas karena ia memang yakin begitu. Orang kedua bertanya dengan pertanyaan yang sama. "Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?"

"Orang yang tidak mengerjakan keduanya," jawab Abu Nawas.

"Mengapa?" tanya orang kedua.

"Dengan tidak mengerjakan keduanya, tentu tidak memerlukan pengampunan dari Tuhan," kata Abu Nawas.

Orang kedua langsung bisa mencerna jawaban Abu Nawas. Orang ketiga juga bertanya dengan pertanyaan yang sama. "Manakah yang iebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?"

"Orang yang mengerjakan dosa-dosa besar," jawab Abu Nawas.

"Mengapa?" kata orang ketiga.

"Sebab pengampunan Allah kepada hambaNya sebanding dengan besarnya dosa hamba itu," jawab Abu Nawas.

Orang ketiga menerima alasan Abu Nawas. Kemudian ketiga orang itu pulang dengan perasaan puas.

Karena belum mengerti, seorang murid Abu Nawas bertanya. "Mengapa dengan pertanyaan yang sama bisa menghasilkan jawaban yang berbeda?"

"Manusia dibagi tiga tingkatan. Tingkatan mata, tingkatan otak, dan tingkatan hati," tutur Abu Nawas menjelaskan.

"Apakah tingkatan mata itu?" tanya sang murid.

"Anak kecil yang melihat bintang di langit. la mengatakan bintang itu kecil karena ia hanya menggunakan mata," jawab Abu Nawas mengandaikan.

"Apakah tingkatan otak itu?" tanya murid Abu Nawas lagi.

"Orang pandai yang melihat bintang di langit. la mengatakan bintang itu besar karena ia berpengetahuan," jawab Abu Nawas.

"Lalu apakah tingkatan hati itu?" tanya murid Abu Nawas.

"Orang pandai dan mengerti yang melihat bintang di langit. Ia tetap mengatakan bintang itu kecil walaupun ia tahu bintang itu besar. Karena bagi orang yang mengerti tidak ada sesuatu apapun yang besar jika dibandingkan dengan Ke Maha-Besaran Allah."

Kini murid Abu Nawas mulai mengerti mengapa pertanyaan yang sama bisa menghasilkan jawaban yang berbeda. la bertanya lagi. 'Wahai guru, mungkinkah manusia bisa menipu Tuhan?"

"Mungkin," jawab Abu Nawas.

"Bagaimana caranya?" tanya murid Abu Nawas penasaran.

"Dengan merayuNya melalui pujian dan doa," kata Abu Nawas.

"Ajarkanlah doa itu padaku wahai guru," pinta sang murid.

Abu Nawas pun menyanyikan pujian dan doa yang dimaksud.

إِلهِي لََسْتُ لِلْفِرْدَوْسِ أَهْلاَ# وَلاَ أَقوى عَلَى النّارِ الجَحِيم
Ilaahii lastu lil firdausi ahlaan wa laa aqwaa ‘alaa naaril jahiimi

Wahai Tuhanku ! Aku bukanlah ahli surga, tapi aku tidak kuat dalam neraka Jahim

فهَبْ لِي تَوْبَةً وَاغْفِرْ ذنوبِي # فَإنّكَ غَافِرُ الذنْبِ العَظِيْم
Fa hablii taubatan waghfir zunuubii fa innaka ghaafirudzdzambil ‘azhiimi

Maka berilah aku taubat (ampunan) dan ampunilah dosaku, sesungguhnya engkau Maha Pengampun dosa yang besar

ذنوبِي مِثلُ أَعْدَادٍ الرّمَالِ # فَهَبْ لِي تَوْبَةً يَاذَاالجَلاَل
Dzunuubii mitslu a’daadir rimaali fa hablii taubatan yaa dzaaljalaali

Dosaku bagaikan bilangan pasir, maka berilah aku taubat wahai Tuhanku yang memiliki keagungan

وَعُمْرِي نَاقِصٌ فِي كُلِّ يَوْمٍ # وَذنْبِي زَائِدٌ كَيفَ احْتِمَالِي
Wa ‘umrii naaqishun fii kulli yaumi wa dzambii zaa-idun kaifah timaali

Umurku ini setiap hari berkurang, sedang dosaku selalu bertambah, bagaimana aku menanggungnya

َإلهي عَبْدُكَ العَاصِي أَتَاكَ # مُقِرًّا بِالذنوبِ وَقَدْ دَعَاك
Ilaahii ‘abdukal ‘aashii ataaka muqirran bidzdzunuubi wa qad da’aaka

Wahai, Tuhanku ! Hamba Mu yang berbuat dosa telah datang kepada Mu dengan mengakui segala dosa, dan telah memohon kepada Mu

َفَإِنْ تَغْفِرْ فَأنْتَ لِذاك أَهْلٌ # فَإنْ تَطْرُدْ فَمَنْ نَرْجُو سِوَاك
Fa in taghfir fa anta lidzaaka ahlun wa in tathrud faman narjuu siwaaka

Maka jika engkau mengampuni, maka Engkaulah yang berhak mengampuni,

Jika Engkau menolak, kepada siapakah lagi aku mengharap selain kepada Engkau?

( )
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0948 seconds (0.1#10.140)