Sujud Itu Keren: Wahana Intim Antara Hamba Dengan Al-Khaliq

Kamis, 14 Mei 2020 - 15:24 WIB
loading...
Sujud Itu Keren:  Wahana Intim Antara Hamba Dengan  Al-Khaliq
Mestinya kalau orang sudah bersujud, tak perlu lagi ada kesedihan, kekecewaan ... ilustrasi/Ist
A A A
SUATU ketika, Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU), KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha mengatakan bahwa sujud itu keren. "Barokah ajaran nabi, kita bisa sujud kepada Allah SWT," ujarnya.

Inti hidup adalah sujud. Dan andaikan bukan karena hidayah Rasulullah kita tidak pernah menikmati sujud. "Nanti di akherat, satu sujud itu lebih nikmat dari dunia seisinya," jelas Gus Baha.

Gus Baha mengajarkan logika bagaimana seharusnya umat Islam benar-benar menganggap sujud merupakan perkara penting. Jauh lebih penting dari pada yang lain. Rasulullah bersabda, Aqrabu ma yakuunul abdu wahuwa saajidun. Posisi terdekat hamba Allah dengan Allah adalah ketika sujud.

“Ciri khas seorang nabi, orang mukmin, ciri utama umatnya nabi dan orang salih. Sujudlah yang akan dibawa orang ke akherat. Ciri khas utama umatnya Kanjeng Nabi adalah sujudnya," katanya.

“Kamu kalau menganggap kenal presiden penting, kenal pejabat penting, kenal orang kaya penting, punya duit banyak penting dan lain-lain tapi ndak pernah merasa kalau sujud kepada Allah itu penting, berhati-hatilah kelak kalau dihisab di mahsyar. Bagaimana kalau kemudian Allah mengatakan kepadamu, ‘Sana pergi ke sesuatu yang kamu anggap penting. Minta ke dia. Habis sampean.’”

( )

Jadi kalau bisa, menurut Gus Baha, sewaktu meninggal, kita berstatus sebagai hamba Allah yang meninggal dalam keadaan sujud kepada Allah atau statusnya sebagai orang yang menunggu waktu sujud alias menunggu waktu salat lima waktu.

Artinya, sebisa mungkin walaupun orang tidak sedang melaksanakan salat, di dalam hatinya selalu tertanam bahwa dirinya sedang menunggu sujud. Misalnya ada orang yang selesai salat zuhur, maka di hatinya harus diniatkan sedang menunggu salat ashar. Setelah selesai salat ashar, dia harus benar-benar merasa sedang menunggu salat maghrib. Begitu seterusnya.

“Jangan sampai seseorang meninggal dalam keadaan statusnya sebagai orang yang berharap punya uang banyak, berharap punya rumah mewah atau status orang yang berharap pada hal-hal duniawi lain. Jadi orang jangan sembrono. Malaikat akan mencatat status terakhir orang yang meninggal. Dalam keadaan mengabdi kepada Allah atau dalam keadaan memikirkan hal duniawi,” ujarnya.

( )

Memperbanyak Sujud

Ma’dan bin Abi Tholhah Al Ya’mariy, ia berkata, “Aku pernah bertemu Tsauban –bekas budak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam-, lalu aku berkata padanya, ‘Beritahukanlah padaku suatu amalan yang karenanya Allah memasukkanku ke dalam surga’.” Atau Ma’dan berkata, “Aku berkata pada Tsauban, ‘Beritahukan padaku suatu amalan yang dicintai Allah’.” Ketika ditanya, Tsauban malah diam.

Kemudian ditanya kedua kalinya, ia pun masih diam. Sampai ketiga kalinya, Tsauban berkata, ‘Aku pernah menanyakan hal yang ditanyakan tadi pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda,

عَلَيْكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ لِلَّهِ فَإِنَّكَ لاَ تَسْجُدُ لِلَّهِ سَجْدَةً إِلاَّ رَفَعَكَ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً وَحَطَّ عَنْكَ بِهَا خَطِيئَةً

‘Hendaklah engkau memperbanyak sujud (perbanyak salat) kepada Allah. Karena tidaklah engkau memperbanyak sujud karena Allah melainkan Allah akan meninggikan derajatmu dan menghapuskan dosamu’.” Lalu Ma’dan berkata, “Aku pun pernah bertemu Abu Darda’ dan bertanya hal yang sama. Lalu sahabat Abu Darda’ menjawab sebagaimana yang dijawab oleh Tsauban padaku.” (HR. Muslim no. 488)

Di antara semua rukun dalam salat, yang Allah klaim memposisikan kita ‘sangat dekat’ kepada-Nya adalah sujud. Sujud juga, di sisi lain, salah satu hal yang membuat sebagian orang Quraisy menolak Islam.

Bagi mereka, sujud adalah tindakan yang merendahkan martabat (kesukuan) mereka. Apalagi, kening kita disentuhkan ke debu, ke tanah, ke ‘lantai’. Tetapi QS an-Nazm yang mempesona dan puitik berhasil ‘menyihir’ mereka sehingga tidak sadar ikut sujud bersama kaum Muslim dan kaget sendiri setelahnya.

(

Sujud secara fiqh dipilari oleh jemari kaki, dua lutut, telapak tangan yang membuka, dan kening yang tidak terhalang, yang menempel ke tempat sujud. Lalu, kita membaca doa: subhana Robbial ‘ala: Maha Suci Allah yang Maha Luhur.

Ketika rukuk, yang juga merupakan penghormatan, kita memuji Allah sebagai Maha Agung. Di sujud, dengan menginsyafi betapa rendah dan bawahnya kita, kita memuji Allah sebagai Maha Luhur ‘tak terjangkau’.

Penghambaan yang total itu—yang dibarengi kesadaran betapa rendah dan hina-dinanya diri kita; betapa lemah dan papanya kita ini—mestinya mampu menghasilkan atsar sujud (bekas sujud). Atsar sujud yang dimaksud sebetulnya merujuk pada akhlak. Dengan kata lain: sujud semestinya mensalehkan kita.

Pertama, sSujud melatih kita merendahkan diri di hadapan Allah, maka sujud sebetulnya adalah upaya sistematis untuk melatih kerendah-hatian. Apalagi kalau kita ingat tentang penolakan Iblis terhadap sujud yang juga mengindikasi kesombongan dia. ( )

Kedua, sujud juga menjadi ekspresi penghambaan total, sehingga kita diingatkan kembali untuk berusaha lagi sekuat tenaga melaksanakan perintah-Nya menjauhi larangan-Nya secara kaffah. Untuk menjadikan Allah sebagai alasan utama dan tujuan paling akhir. Untuk bisa melaksanakan amanah menjadi khalifah-Nya di muka bumi sebaik mungkin. ( )

Sujud kepada Allah merupakan suatu kewajiban. Namun banyak orang yang menganggapnya sebagai suatu hal yang biasa. Tidak ada yang menganggapnya penting. Anggapan semacam ini merupakan suatu kesalahan bagi seorang hamba Allah yang masih hidup di dunia. Sebab bagaimana pun sujud kepada Allah merupakan salah satu pembeda antara orang yang beriman dan tidak beriman.

Secara psiklogis sujud memiliki nilai lebih dibandingkan dengan rukun salat yang lain. Karena ketika sujud posisi seseorang benar-benar mununjukkan kerendahannya di hadapan Sang Khaliq, Allah SWT. Sebab kepala yang menjadi bagian paling istimewa dalam tubuh manusia dan tempat bersemayamnya pancaindera.

Wahana Intim
Juga anggota tubuh yang paling dimuliakan oleh manusia, tiba-tiba diposisikan begitu rendahnya hingga rata dengan tanah, tempat kaki berpijak.

Salah satu keistimewaan sujud ialah menjadi wahana intim antara hamba dengan Allah SWT. Al-Quran menggunakan kata sujud untuk berbagai arti. Sekali diartikan sebagai penghormatan dan pengakuan akan kelebihan pihak lain, seperti sujudnya malaikat kepada Adam pada Al-Quran surat Al-Baqarah : 34.

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَىٰ وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ

Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.”

Di waktu lain sujud berarti kesadaran terhadap kekhilafan serta pengakuan kebenaran yang disampaikan pihak lain, itulah arti sujud di dalam firman-Nya, Lalu para penyihir itu tersungkur dengan bersujud (QS. Thaha : 70).

فَأُلْقِيَ السَّحَرَةُ سُجَّدًا قَالُوا آمَنَّا بِرَبِّ هَارُونَ وَمُوسَىٰ

"Lalu tukang-tukang sihir itu tersungkur dengan bersujud, seraya berkata: "Kami telah percaya kepada Tuhan Harun dan Musa." Yang ketiga sujud berarti mengikuti maupun menyesuaikan diri dengan ketetapan Allah yang berkaitan dengan alam raya ini, yang secara salah kaprah dan populer sering dinama hukum-hukum alam. Bintang dan pohon keduanya bersujud (QS. Al-Rahman : 6).

وَالنَّجْمُ وَالشَّجَرُ يَسْجُدَانِ

“Dan tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan kedua-duanya tunduk kepada-Nya.”

( )

Dari sunnatullah diketahui bahwa kemenangan hanya tercapai dengan kesungguhan dan perjuangan. Kekalahan diderita karena kelengahan dan pengabaian disiplin, dan sukses diraih dengan perencanaan dan kerja keras, dan sebagainya, sehingga seseorang tidak disebut bersujud, apabila tidak mengindahkan hal-hal tersebut.

Pakar Tafsir Al-Qur’an, Muhammad Quraish Shihab dalam Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat (2000) menjelaskan bahwa kata sujud sangat terkait dengan istilah masjid. Itu karena dari segi bahasa, kata masjid terambil dari akar kata sajada-sujud, yang berarti patuh, taat, serta tunduk dengan penuh hormat dan takzim.

Meletakkan dahi, kedua tangan, lutut, dan kaki ke bumi, yang kemudian dinamai sujud oleh syariat, adalah bentuk lahiriah yang paling nyata dari makna-makna di atas. Itulah sebabnya mengapa bangunan yang dikhususkan untuk melaksanakan salat dinamakan masjid, yang artinya "tempat bersujud."

Namun, selain tempat bersujud, Al-Qur’an menyebut fungsi masjid antara lain di dalam Firman-Nya:

فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَنْ تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ۙ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ

Bertasbihlah kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya pada waktu pagi dan petang, orang-orang yang tidak dilalaikan oleh perniagaan, dan tidak (pula) oleh jual-beli, atau aktivitas apapun dan mengingat Allah, dan (dari) mendirikan salat, membayarkan zakat, mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang.” (QS An-Nur: 36-37)

Perintah bertasbih bukan hanya berarti mengucapkan Subhanallah, melainkan lebih luas lagi, sesuai dengan makna yang dicakup oleh kata tersebut beserta konteksnya.

Sedangkan arti dan konteks-konteks tersebut dapat disimpulkan dengan kata takwa. Sedangkan takwa sendiri tidak hanya diwujudkan dalam hablum minallah (hubungan dengan Allah), tetapi juga hablum minannas (hubungan sesama manusia) serta hablum minal alam (hubungan dengan alam/lingkungan).

(

Jadi benarlah jika menurut Gus Baha, hidup yang keren itu hidup yang pola pikirnya menunggu waktu ibadah sambil melakukan kemanfaatan. Bukan hidup menunggu mapan.

“Malaikat nanti mencatat si fulan meninggal dalam keadaan menunggu salat zuhur. Kan keren. Bukan si Fulan meninggal dalam keadaan menunggu mapan. Pengin punya mobil mewah ndak kesampaian. "Buat apa hidup ingin mapan? Apa ndak kuatir mati dalam keadaan begitu?” katanya. “Mestinya kalau orang sudah bersujud, tak perlu lagi ada kesedihan, kekecewaan atau kesedihan karena sudah di dalam benaknya sudah tertanam bahwa sujud adalah segala-galanya.”
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1160 seconds (0.1#10.140)