Muawiyah Tinggal di Istana Megah, Ali bin Abu Thalib: Itu Istana Celaka!

Jum'at, 19 Februari 2021 - 16:11 WIB
loading...
Muawiyah Tinggal di Istana Megah, Ali bin Abu Thalib: Itu Istana Celaka!
Ilustrasi Ali Bin Abi Thalib/Ist/mhy
A A A
Hasan Al Bashriy bertutur Ali bin Abu Thalib r.a. adalah orang rahbaniy (orang suci) dari ummat ini. Beliau menghayati kehidupan yang amat sederhana. Ia bersembah sujud kepada Allah seperti para wali atau orang suci lainnya. Ia memikul tanggung jawab atas negara dan ummatnya dengan tekad seperti Nabi.



Buku Sejarah Hidup Imam Ali ra karya H.M.H. Al Hamid Al Husaini menyebut di Kufah , Ali bin Abu Thalib r.a. melarang keras orang memaki-maki Muawiyah . Kepada sahabat-sahabatnya ia berkata: "Ucapkanlah: Ya Allah, hindarkanlah kami dari pertumpahan darah dengan mereka, dan perbaikilah hubungan persaudaraan kami dengan mereka!"

Padahal di Syam , Muawiyah mendorong-dorong penduduk supaya mencerca dan mencaci-maki Ali bin Abu Thalib r.a .

Di Kufah Ali bin Abu Thalib r.a. memakai baju seharga tiga dirham, menelan makanan serba kasar dan kering. Kekayaan kaum muslimin dibagi di antara mereka semua berdasarkan keadilan tanpa pilih kasih.

Ia hidup takwa dan zuhud tidak mengenal kesenangan hidup sama sekali!

Padahal di Syam, Muawiyah tinggal di istana megah dan menikmati hidup serba mewah. Kekayaan datang dari mana-mana dalam jumlah yang sukar dihitung. Tetapi kekayaan itu dihamburkan untuk tujuan mencapai kepentingan ambisinya.

Di Kufah kepada para utusan muslimin yang datang, baik yang mencari kebenaran untuk dijadikan pegangan hidup, maupun yang mencari kekayaan atau kesempatan memperoleh kedudukan, oleh Ali bin Abu Thalib r.a. diingatkan kepada ayat Al-Qur'an (S. Yunus: 108), yang artinya: "Barang siapa memperoleh hidayat, maka hidayat itu sesungguhnya untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan barang siapa yang sesat, maka kesesatan itu pun akan mencelakakan dirinya sendiri."

Selain kalimat tersebut tidak ada harapan atau janji-janji muluk, tidak ada suap, dan tidak ada penghamburan uang milik ummat, betapa pun besarnya akibat yang akan dihadapi oleh Ali bin Abu Thalib r.a.

Sedang di Syam, Muawiyah memberi harapan dan janji-janji muluk serta mengobral harta dan hadiah-hadiah.

Di Kufah, Ali bin Abu Thalib r.a. diminta oleh kaum muslimin supaya tinggal di sebuah istana besar dan megah. Waktu melihat istana itu Ali bin Abu Thalib ra. membuang muka sambil berkata: "Itu istana celaka! Sampai kapan pun aku tak sudi tinggal di sana!"

Penduduk Kufah tetap menghimbau dan mendesak supaya Ali bin Abu Thalib r.a. bersedia menempati istana itu, sebab dianggap patut dan sesuai, tetapi Ali bin Abu Thalib r.a. tetap menolak keras: "Aku tidak membutuhkan itu! Umar Ibnul Khattab sendiri dulu tidak menyukainya!"

Di Kufah, Ali bin Abu Thalib r.a. sering berjalan kaki ke pasar-pasar, padahal ia seorang Amirul Mukminin. Di sana ia menunjukan orang yang sesat jalan dan membantu orang yang lemah. Ia berjumpa dengan seorang yang sudah sangat lanjut usia. Segera ia membantu membawakan barang jinjingannya.

Melihat perbuatan Ali bin Abu Thalib r.a. seperti itu ada sahabatnya yang tidak rela, lalu mendekati, kemudian berkata kepadanya: "Ya Amirul Mukminin....!"

Ali bin Abu Thalib r.a. tidak membiarkan sahabat itu berkata sampai selesai. Segera ia menukas dengan mengucapkan firman Allah, yang artinya: "Kampung akhirat itu kami sediakan bagi orang-orang yang tidak menyombongkan diri di bumi dan tidak berbuat kerusakan. Kesudahan yang baik bagi orang-orang yang bertaqwa." (S. Al-Qishash:83).

Ia membeli kebutuhan-kebutuhan keluarganya dan membawanya sendiri. Jika ada salah seorang dari pengantarnya yang hendak membawakan jinjingannya, ia menjawab sambil tersenyum: "Kepala keluarga lebih berhak membawanya sendiri!"

Walaupun ia seorang Khalifah, ia menunggang keledai dengan dua kaki tergelantung seolah-olah tak ada bedanya lagi dengan seorang badui miskin.

Para sahabatnya berusaha mengganti hewan kendaraan itu dengan seekor kuda yang pantas bagi seorang Amirul Mukminin. Tetapi Ali bin Abu Thalib r.a. malah menjawab: "Biarkan aku meremehkan dunia ini!"

Ali bin Abu Thalib r.a. sanggup menaklukkan rayuan kesenangan duniawi dan menundukkan megahnya kekuasaan. Di dunia ini ia hidup untuk menunggu akhirat, dan bukannya takluk kepada dunia.

Nyata benar bedanya antara Ali bin Abu Thalib r.a. di Kufah dengan Muawiyah di Syam. Ali bin Abu Thalib r.a. hidup zuhud dan suci, sedang Muawiyah hidup serba mewah meniru raja-raja Persia dan Romawi.

Salah seorang dinasti Bani Umayyah sendiri yang terkenal jujur, Umar bin Abdul Azis , mengakui terus terang: "Ali bin Abi Thalib r.a. adalah orang yang paling zuhud di dunia."

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1406 seconds (0.1#10.140)