Mengucapkan Talak Karena Emosi atau Canda, Ini konsekuensi Hukumnya
loading...
A
A
A
Dalam Islam, perceraian dikenal dengan nama talak yang dapat diartikan sebagai terlepasnya ikatan sebuah perkawinan atau terputusnya hubungan perkawinan antar suami dan istri . Penyebab jatuhnya talak juga bermacam-macam. Nah, bagaimana bila talak diucapkan lantaran emosi atau karena candaan? Sah atau tidak hukum talak tersebut?
Islam telah mengajarkan bahwasannya talak atau cerai tidak bisa dilakukan kapan saja. Al- Qur’an dan As- Sunnah telah mengajarkan bahwa talak hendaknya dilakukan secara pelan-pelan dan memilih waktu yang sesuai. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam talak atau cerai di antaranya :
1. Talak atau cerai tidak boleh dilakukan oleh seorang suami kepada istrinya pada saat istrinya sedang dalam masa haid, nifas, atau saat istrinya dalam keadaan suci akan tetapi ia menggaulinya. Jika suami melakukan hal tersebut maka dianggap telah melakukan talak yang bid’ah dan diharamkan.
Rasulullah Shalallahu Alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang melakukan perbuatan tanpa dilandasi perintah kami maka itu tertolak (tidak diterima).”
2. Hendaknya ketika mengucapkan talak, suami dalam keadaan sadar, karena apabila suami mentalak istrinya dalam keadaan tidak sadar seperti ketika sedang marah, sehingga karena amarah tersebut dapat menutupi kesadarannya hingga ia bicaa yang tidak diinginkan, maka talak yang ia lakukan adalah tidak sah.
Rasulullah Shalallahu Alaihi wa sallam bersabda :
لا طلاق ولا عتاق في إغلاق
Artinya “Tidak ada talak dan tidak dianggap kalimat membebaskan budak, ketika ighlaq.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Hakim)
2. Seorang suami yang mentalak atau menceraikan istrinya bermaksud untuk benar-benar mencerai atau berpisah dengan istrinya tersebut, jangan sampai talak yang diucapkan hanya sekedar menakut-nakuti atau menjadikan talak itu sebagai sumpah. Hal tersebut tidak dibenarkan dalam islam.
Ibnu Abbas pernah berkata: “Sesungguhnya talak itu harena diperlukan.”
Bagaimana bila talak itu dijatuhkan ketika kondisi suami sedang marah atau emosi atau dengan maksud bercanda? Dikutip dari kitab 'Fiqih Sunah untuk Wanita' karya Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim, dipaparkan sebagai berikut :
Kondisi marah dapat dibagi menjadi tiga, yakni:
1. Marah dalam keadaan pikiran dan akalnya tetap normal, serta menyadari apa yang dikatakan dan diinginkannya. Talak orang yang marah dengan keadaan seperti ini jelas sah dan berlaku.
2. Kemarahannya mencapai puncak, sehingga kesadarannya tertutup dan keinginannya tidak terkendali. Dia tidak lagi mengerti apa yang dikatakannya dan tidak dapat mengendalikan keinginannya. Orang seperti ini, talaknya tidak sah. Dan inilah yang dapat menjelaskan maksud sabda Rasulullah SAW.,
“Tidaklah berlaku talak ataupun pemerdekaan (budak) dalam keadaan (pikiran) tertutup.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Abu Dawud berkata, “Menurutku, maksud tertutup (ighlaq) adalah marah.”
Islam telah mengajarkan bahwasannya talak atau cerai tidak bisa dilakukan kapan saja. Al- Qur’an dan As- Sunnah telah mengajarkan bahwa talak hendaknya dilakukan secara pelan-pelan dan memilih waktu yang sesuai. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam talak atau cerai di antaranya :
1. Talak atau cerai tidak boleh dilakukan oleh seorang suami kepada istrinya pada saat istrinya sedang dalam masa haid, nifas, atau saat istrinya dalam keadaan suci akan tetapi ia menggaulinya. Jika suami melakukan hal tersebut maka dianggap telah melakukan talak yang bid’ah dan diharamkan.
Baca Juga
Rasulullah Shalallahu Alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang melakukan perbuatan tanpa dilandasi perintah kami maka itu tertolak (tidak diterima).”
2. Hendaknya ketika mengucapkan talak, suami dalam keadaan sadar, karena apabila suami mentalak istrinya dalam keadaan tidak sadar seperti ketika sedang marah, sehingga karena amarah tersebut dapat menutupi kesadarannya hingga ia bicaa yang tidak diinginkan, maka talak yang ia lakukan adalah tidak sah.
Rasulullah Shalallahu Alaihi wa sallam bersabda :
لا طلاق ولا عتاق في إغلاق
Artinya “Tidak ada talak dan tidak dianggap kalimat membebaskan budak, ketika ighlaq.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Hakim)
2. Seorang suami yang mentalak atau menceraikan istrinya bermaksud untuk benar-benar mencerai atau berpisah dengan istrinya tersebut, jangan sampai talak yang diucapkan hanya sekedar menakut-nakuti atau menjadikan talak itu sebagai sumpah. Hal tersebut tidak dibenarkan dalam islam.
Ibnu Abbas pernah berkata: “Sesungguhnya talak itu harena diperlukan.”
Bagaimana bila talak itu dijatuhkan ketika kondisi suami sedang marah atau emosi atau dengan maksud bercanda? Dikutip dari kitab 'Fiqih Sunah untuk Wanita' karya Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim, dipaparkan sebagai berikut :
Kondisi marah dapat dibagi menjadi tiga, yakni:
1. Marah dalam keadaan pikiran dan akalnya tetap normal, serta menyadari apa yang dikatakan dan diinginkannya. Talak orang yang marah dengan keadaan seperti ini jelas sah dan berlaku.
2. Kemarahannya mencapai puncak, sehingga kesadarannya tertutup dan keinginannya tidak terkendali. Dia tidak lagi mengerti apa yang dikatakannya dan tidak dapat mengendalikan keinginannya. Orang seperti ini, talaknya tidak sah. Dan inilah yang dapat menjelaskan maksud sabda Rasulullah SAW.,
“Tidaklah berlaku talak ataupun pemerdekaan (budak) dalam keadaan (pikiran) tertutup.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Abu Dawud berkata, “Menurutku, maksud tertutup (ighlaq) adalah marah.”