Saling Salip Sholat Tarawih, Begini Pendapat Para Ulama

Sabtu, 17 April 2021 - 02:58 WIB
loading...
Saling Salip Sholat...
Salat Tarawih di Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Quraniyah, Kabupaten Indramayu. Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
PADA tahun 2019, tepatnya 23 Mei 2019, laman resmi Nahdlatul Ulama (NU) menurunkan laporan berjudul “Sensasi Shalat Tarawih Tercepat di Dunia”. Ini adalah laporan dari Pondok Pesantren Mamba’ul Hikam yang terletak di Desa Mantenan, Udanawu, Blitar. Kala itu, nama Ponpes ini tengah viral di media sosial karena menyelenggarakan Salat Tarawih super cepat.



Salat Tarawih beserta witir yang berjumlah 23 rakaat di pondok yang diasuh oleh KH Muhammad Dhiyauddin Azzamzami ini hanya ditempuh dalam kurun waktu 10 menit. Waktu tempuh secepat itu disebutnya tercepat di dunia. Pasalnya, salat tarawih yang umum di kalangan NU dilakukan sebanyak 23 rakaat rata-rata ditempuh dalam waktu sekitar 30 menit bahkan bisa lebih.

Di Ponpes ini bacaan Al-Fatihah sangat cepat saat Salat Tarawih. Lepas Al-Fatihah, sang imam hanya membaca satu potong surat pendek dari Al-Qur’an seperti ‘Yaasin’, ‘Alif Lam Mim’, Alif Lam Ro’, dan potongan surat sejenis. Rukun salat lain juga dilakukan dengan begitu cepat.

Hanya saja, pada tahun ini, kecepatan salat tarawih Ponpes Mamba’ul Hikam itu tampaknya mulai tergeser. Salat Tarawih di Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Quraniyah, Kabupaten Indramayu, jauh lebih cepat yakni 6 menit saja. Video salat tarawih supercepat itu kini viral di media sosial.

Inilah yang mengundang Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis berkomentar. “Tidak sah,” ujarnya menilai salat secepat itu. "Ya memang sebaiknya tidak begitu. Karena tarawih itu artinya kan santai, bukan buru-buru," tambahnya.

Lebih jauh dia memaparkan, jika Salat Tarawih dilakukan dengan cara seperti itu, maka dikhawatirkan kekhyusukannya berkurang. Bahkan, lebih parahnya lagi, tidak khusyuk sama sekali.

Dia pun berharap masyarakat dapat melaksanakan ibadah Salat Tarawih sesuai dengan pedoman yang diajarkan. Adapun salah satu syaratnya adalah tuma'ninah yang berarti diam sejenak setelah gerakan salat sebelumnya.



KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau akrab disapa Gus Baha juga punya penilaian tak jauh berbeda. Dengan enteng ia mengatakan, “Itu umatnya Nabi Sulaiman bukan umatnya Nabi Muhammad. Pengikutnya Ashif bin Barkhiya (yang membawa Istana Bilqis).”

“Kalau saya tidak cocok, maksudnya bagaimana kiainya! Tujuh menit bagi dua puluh rakaat, berapa? Satu menit, tiga rakaat. Kalau satu menit dapat tiga rakaat, lalu Fatihah-nya itu berapa huruf? Terlalu…!” ujarnya. Hanya saja, Gus Baha berharap salat tarawih yang cepat atau lambat sama-sama ditermia Allah SWT. "Menurut saya, kalau Tarawih terlalu lama juga keberatan. Tapi, mudah-mudahan diterima Allah," lanjutnya..

Abdurrohim, seorang alumni Pondok Pesantren Mamba'us Salam al-Islami Bangkalan Madura sempat mengupas kajian fiqih dalam melaksanakan salat dengan cepat di laman NU. Rinciannya sebagai berikut:

1. Niat dan Takbir
Takbiratul Ihram dilakukan bersamaan dengan niat di dalam hati. Keduanya merupakan bagian daripada rukun shalat. Lafadz takbiratul Ihram adalah Allahu Akbar (الله أكبر) atau Allahul Akbar (الله الأكبر). Dua lafadz takbir ini diperbolehkan, kecuali oleh Imam Malik, sehingga ulama menyarankan agar hanya menggunakan lafadz "Allahu Akbar", untuk menghindari khilaf ulama.

Niat di dalam hati. Adapun melafadzkan niat dihukumi sunnah agar lisan bisa membantu hati dalam menghadirkan niat. Niat shalat wajib hanya perlu memenuhi 3 unsur, yaitu: (1). Qashdul fi'il (menyengaja suatu perbuatan) seperti lafadh Ushalli (sengaja aku shalat...); (2). Ta'yin (menentukan jenis shalat), seperti Dhuhur, 'Asar, dan lain-lain; dan (3) Fardliyyah (menyatakan kefardluannya), seperti lafadz 'Fardlan'. Sedangkan shalat sunnah (kecuali sunnah muthlaq) hanya perlu memenuhi 2 unsur, yaitu Qashdul Fi'li dan Ta'yin.

Misalnya salat tarawih, maka niatnya cukup dengan lafadh "sengaja aku salat tarawih" atau "sengaja aku salat qiyam ramadlan", sudah mencukupi.



2. Membaca Surah Al-Fatihah
Membaca surah al-Fatihah hukumnya wajib, tidak bisa ditinggalkan. Dalam hadis shahih dijelaskan "لا صَلاَة إِلاَّ بِفَاتِحَة الكِتابِ (Tidak shalat kecuali dengan surah Al-Fatihah)".

Dalam hal ini, diperlukan kemahiran membaca cepat dengan tetap menjaga makhrijul huruf dan tajwidnya. Bila mampu, boleh saja membaca dengan satu kali nafas atau washol seluruhnya selama tidak mengubah makna.

Membaca surah Al-Qur'an setelah al-Fatihah hukumnya sunnah. Bila ditinggalkan maka tidak disunnahkan sujud sahwi. Oleh karena, Imam hendaknya tetap membaca surah walaupun pendek, bahkan walaupun satu ayat.

Sedangkan bagi makmum, sering kali tidak memiliki cukup waktu membaca surah Al-Fatihah bila menunggu imam selesai. Oleh karena itu, makmum hendaknya bisa memperkirakan lama bacaan surah Imam atau membaca al-Fatihah bersamaan dengan Imam, atau pada pertengahan bacaan Al-Fatihah imam lalu disambung kembali saat selesai mengucapkan amin.

3. Ruku', I'tidal, Sujud dan Duduk di antara Dua Sujud
Yang terpenting dari rukun-rukun salat diatas adalah thuma'ninah. Thuma'niah adalah berhenti sejenak setelah bergerak, lamanya sekadar membaca tasbih (Subhanallah). Kira-kira 1 detik atau tidak sampai 1 detik.Bacaan dalam ruku', i'tidal, sujud dan duduk diantara dua sujud hukumnya sunnah, sehingga bisa ditinggalkan.

Namun salat cepat, bacaan tersebut sangat mencukupi untuk membacanya sehingga sebaiknya tidak ditinggalkan.



4. Tasyahud Tasyahud akhir hukumnya wajib, sehingga tidak boleh ditinggalkan. Sedangkan tasyahhud awal bagi salat yang lebih dari 2 raka'at hukumnya sunnah, sehingga bisa saja ditinggalkan, tetapi disunnahkan sujud sahwi, baik ditinggalkan karena lupa maupun sengaja.

Tasyahhud dibaca secara sir (lirih) berdasarkan ijma' kaum muslimin. Karena Shalat Tarawih dikerjakan dengan dua raka'at satu kali salam, artinya hanya ada tasyahhud akhir.

5. Shalawat Kepada Nabi Saw
Shalawat kepada Nabi Muhammad Saw setelah tasyahhud akhir hukumnya wajib, sehingga tidak sah salat seseorang apabila meninggalkan shalawat. Sedangkan shalawat kepada keluarga Nabi tidak wajib dalam madzhab Syafi'i, namun hukumnya sunnah menurut pendapat yang shahih serta masyhur. Sebagian ulama Syafi'i mengatakan tetap wajib.

6. Salam
Salam dalam rangka keluar dari shalat termasuk bagian daripada rukun/fardlu shalat. Bila ditinggalkan maka tidak sah shalat seseorang. Salam yang sempurna menggunakan lafadh Assalamu'alaikum wa Rahmatullah السَّلامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ ke kanan satu kali dan ke kiri satu kali. Salam yang wajib hanya satu kali, sedangkan salam kedua hukumnya sunnah sehingga bila ditinggalkan tidak akan merusak shalat.



Berharga
Lepas dari itu, sejatinya waktu salat adalah waktu yang singkat yang sangat berharga bagi seorang Muslim. Karena saat itu, ia sedang menghadap dan bermunajat kepada Rabbnya yang Maha tinggi dan Maha Agung.

Oleh karena itu, setiap Muslim yang shalat, hendaknya berusaha untuk meninggalkan segala kesibukan duniawi dan menghadapkan hati dan wajahnya kepada Allâh SWT dengan penuh khusyu’ dan tunduk demi mengharapkan ridha-Nya. Jika salat dilaksanakan dengan ikhlas dan baik, terpenuhi syarat-syarat dan semua rukunnya, khusyu’ dan thuma’nînahnya, maka salatnya akan berbuah kebaikan, sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla:

وَأَقِمِ الصَّلَاةَ ۖ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ

Dan dirikanlah shalat! Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. [Al-Ankabut/29:45]

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di ketika menjelaskan ayat di atas mengatakan, sesungguhnya seseorang yang mendirikan salat dengan memenuhi rukun-rukun, syarat-syarat, serta kekhusyu’annya, maka hatinya akan bercahaya dan menjadi bersih, keimanannya akan bertambah, kecintaannya terhadap semua kebaikan akan menguat dan (sebaliknya) kegemarannya terhadap keburukan akan berkurang atau sirna.

Dengan demikian, dengan tetap rutin mendirikannya dan menjaga pelaksanaannya dengan cara seperti ini, maka salat itu akan bisa mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Ini termasuk diantara maksud dan hasil teragung dari salat. Namun di sana, ada maksud yang lebih agung dari itu yaitu zikrullah (mengingat Allah) yang terkandung dalam salat dengan menggunakan lisan, hati dan badan. Karena sesungguhnya, Allah Azza wa Jalla menciptakan para makhluk-Nya agar mereka beribadah kepada-Nya dan ibadah teragung yang mereka lakukan adalah salat.
(mhy)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3206 seconds (0.1#10.140)