Beribadah di Rumah Masing-masing, tetapi Makna Ibadah Harus Tetap

Minggu, 19 April 2020 - 18:25 WIB
loading...
Beribadah di Rumah Masing-masing, tetapi Makna Ibadah Harus Tetap
Haedar Nashir menyampaikan tausyiah dalam acara tabligh akbar yang dilakukan secara daring dengan aplikasi Zoom pada Ahad (19/4). Foto/m.muhammadiyah
A A A
JAKARTA - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, menyampaikan tausyiah dalam acara tabligh akbar yang dilakukan secara daring dengan aplikasi Zoom pada Ahad (19/4). Pengajian ini diinisiasi Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Gorontalo bekerjasama dengan Pemerintah Kota Gorontalo.

Haedar mengatakan, kita harus bersyukur kepada Allah dalam situasi apapun, seperti saat ini di tengah musibah pandemi wabah Covid-19. “Tentu kita semua tidak menghendaki musibah dari semua ini, tapi kita bisa ambil hikmah dari musibah,” ucapnya.

Sebagai orang beriman, kata Haedar, menghadapi situasi saat ini kita jadikan suasana musibah sebagai wiqayat an-nafsiyat untuk membangun kewaspadaan diri secara ruhani maupun juga secara jasmani. “Kita berdoa berikhtiar agar musibah ini segera berakhir. Setelah kita berikhtiar disertai doa dan kemudian juga bertawakal, faidza azamta fatawakkal alallah,” tuturnya.

Dalam suasana seperti ini kita tidak perlu jatuh diri, kehilangan optimisme dan kehilangan makna hidup dan ibadah kita. “Ketika kita yang sebentar lagi memasuki bulan Ramadan, percayalah jika kita menghayati yang terkandung dalam makna dan hakikat ibadah. Ibadah bulan Ramadhan dan ibadah maghdoh lainnya semuanya tidak akan kehilangan makna dan pahalanya. Begitu juga kehidupan kita sehari-hari. Apabila kita dalam keadaan musibah, kita tidak akan kehilangan makna, tergantung kita yang menghayatinya,” jelas Haedar.

Musibah ini membuat kita mengerakkan diri untuk muhasabah tentang iman dan kesabaran. Jadikan suasana musibah ini untuk memperkokoh iman dan kesabaran, sebagai modal besar ruhani kita.

“Kita harus semakin kuat bertauhid kepada Allah, ada kadang cara berpikir yang pendek, kenapa kok takut kepada corona, tapi tidak takut kepada Allah? Kenapa menjauhi masjid, padahal di masjid itulah tempat seluruh dzikrullah disampaikan dan dilaksanakan. Kenapa orang beriman seakan tipis imannya dan takut pada sesuatu? Sesungguhnya di kala normal itu boleh terjadi, tetapi di saat seperti ini kita tidak pernah berspekulasi. Dan agamapun memberi banyak hal, dan memberi kita jalan keluar,” terang Haedar.

Makna Ibadah Harus Tetap
Di sisi lain, Haedar mengingatkan kita harus beribadah di rumah masing-masing, tetapi makna ibadah itu harus tetap. Tentu ibadah puasa bulan Ramadhan harus ditunaikan bagi mereka yang mampu. Bagi para petugas medis yang jika berpuasa hilang kekuatannya atau lemah, maka di sinilah Majelis Tarjih Muhammadiyah memberi tuntunan.

Haedar mengajak untuk menjadikan puasa Ramadhan tahun ini seperti tahun-tahun yang lalu pada jiwanya, yakni jadikan puasa Ramadhan sebagai tazkiyatun nafs, karena puasa itu tujuannya sama di setiap tahunnya. Yakni supaya engkau menjadi orang yang bertakwa,

“Puasa kita jadikan sebagai tanwirun aql wal ilmu, pencerahan akal pikiran dan puasa tidak membuat kita berhenti membaca dan mencari ilmu. Bahkan dengan puasa menghidupkan aql salim kita, dengan membaca al qur’an, tadaru, tadabur,” ucap Haedar.

Jadikan puasa untuk menghidupkan amal kita, tashlihul 'amal, memperbarui amaliah, termasuk amal ijtima'i atau perbuatan sosial dengan sesama dan lingkungan.

“Harus ada yang hidup di jiwa kita, amal yang jernih, amal yang membawa kemaslahatan harus hidup. Dalam Ramadhan bukan hanya taqarub ilallah tapi juga tetap menjalin hubungan dengan manusia,” ujar Haedar.
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1801 seconds (0.1#10.140)