Kebahagiaan Ramadhan yang Terganggu Covid-19, Kuncinya Sabar

Selasa, 21 April 2020 - 18:51 WIB
loading...
Kebahagiaan Ramadhan yang Terganggu Covid-19, Kuncinya Sabar
Marilah kita jadikan puasa Ramadhan ini sebagai sarana untuk memantapkan kesabaran kita dalam menghadapi virus Corona. Ilustrasi?Dok SINDOnews
A A A
KEBAHAGIAAN kita seakan terobek oleh wabah Covid-19. Hati menjadi was-was. Semoga Ramadhan yang bakal datang beberapa hari lagi menjadi wahana bagi umat Islam untuk kembali merajut kebahagiaan itu. Untuk itu kesabaran menjadi kuncinya.

Para ulama banyak menghubungkan antara Puasa Ramadhan dengan kesabaran. Hal ini berdasarkan beberap hadits, antara lain:

صَوْمُ شَهْرَ الصَّبْرِ وَثَلاَثَةُ اَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍصَوْمُ الدَّهْرِ/ رواه مسلم

“Puasa di bulan Sabar (Ramadhan) dan tiga hari setiap bulan seperti puasa satu tahun” (H.R Muslim)

الَصِّيَامُ نِصْفُ الصَّبْرِ / رواه الترميذى والبيهقى

“Puasa itu separuh dari sabar”. (H.R At-Tirmidzi dan Al-Baihaqi)

Menurut Ibnu Rajab Al-Hambali, sabar itu ada tiga macam: sabar dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala (SWT), sabar dalam meninggalkan hal-hal yang diharamkan Allah SWT, dan sabar dalam menghadapi takdir-takdir yang tidak sesuai dengan keinginan manusia.

Ketiga macam sabar ini, seluruhnya terkumpul dalam satu ibadah puasa karena dengan puasa, kita harus bersabar dalam menajalankan ketaatan dan bersabar dalam mengekang semua keinginan syahwat yang diharamkan bagi orang yang berpuasa, serta bersabar dalam menghadapi beratnya rasa lapar, haus dan lemahnya badan yang dialami oleh orang yang sedang berpuasa.

Secara bahasa, shaum dan sabar memiliki kesamaan arti, yaitu اَلْاِمْسَاكُ Al-Imsak (menahan diri). Menurut Ar-Raghib Al-Asfihani dalam “Al-Mufradat fi Gharibil Qur’an”:

اَلصَّوْمُ فِى الْاَصْلِ اَلْاِمْسَاكُ مِنَ اْلفِعْلِ مَطْعَمًا كَانَ اَوْكَلَامًا اَوْ مَشْيًا

“Puasa pada asalnya berarti menahan diri dari melakukan pekerjaan, baik makan, berbicara, atau berjalan”. Sedangkan sabar disebutkan:

الَصَّبْرُ اَلْاِمْسَاكُ فِى ضَيْقٍ

“Sabar adalah bertahan dalam kesulitan”.

Sementara dari segi pahala, antara puasa dan sabar juga terdapat kesamaan, yaitu mendapatkan pahala tanpa batas. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ / الزمر ١٠

Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas” (QS. Az-Zumar [39]: 10).

Sedangkan Rasulullah Shallallahu alaihi wa salam bersabda:

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ

“Segala amalan kebaikan anak Adam dilipatgandakan pahalanya dengan 10 hingga 700 kali lipat. Allah berfirman,: Kecuali puasa, puasa itu untukku dan Aku sendiri yang akan memberikan pahalanya”. (H.R Muslim).

Selama puasa Ramadhan, kesabaran dan ketahanan mental individu dan sosial diuji Allah SWT. Apakah kita tetap merasa ringan mengeluarkan derma untuk memberi buka orang lain, padahal kita sama-sama memerlukan setelah sama-sama menahan lapar dan dahaga seharian?

  • Apakah kita sanggup untuk tidak meminum air tatkala berkumur-kumur ketika kita berwudhu, padahal ada kesempatan?
  • Apakah kita masih konsisten melaksanakan salat lima waktu dan salat sunnah yang lain ketika cairan tubuh kita berkurang karena shaum?
  • Apakah kita tetap semangat dan disiplin bekerja di tengah lapar dan dahaga yang mendera?
  • Apakah syahwat kita tergoda dengan istri yang cantik di depan kita ketika tidak ada orang yang melihat kita?.

Puasa Ramadhan memang sarat dengan nilai-nilai kesabaran yang sangat kita perlukan apalagi pada saat ini di tengah-tengah mewabahnya Covid-19 yang melanda seluruh dunia.

Wabah Corona adalah musibah yang harus kita hadapi dengan kesabaran, sebagaimana disebutkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Al-Quran:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (١٥٥) الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (١٥٦) أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ (١٥٧) /البقرة: ١٥٥ـــ١٥٧

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepada kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Inna lillahi wainna ilaihi raji’un.” Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS. Al-Baqarah [2]: 155-157).

Rangkaian ayat ini merupakan tuntunan komprehensif dari Allah SWT dalam menghadapi musibah yang didefinisikan oleh ulama:

كُلُّ مَكْرُوْهٍ يَحِلُّ بِالْاِنْسَانِ

“Segala sesuatu yang tidak menyenangkan yang menimpa manusia”.

Dengan menggunakan kalimat Ta’kid (penguatan), Allah SWT menjelaskan bahwa setiap manusia tidak mungkin lepas dari musibah. Namun Allah SWT juga mengisyaratkan agar manusia tetap berpikir positif dalam menghadapi musibah karena walaupun sebesar apapun musiabah yang dirasakan, itu masih lebih sedikit dibanding besarnya rahmat Allah SWT yang diberikan kepada manusia sebagaimana yang dapat kita fahami dari “ Min” yang menurut Ibu Katsir artinya “sedikit dari”.

Di samping itu, Allah SWT juga menyatakan bahwa manusia akan keluar dari musibah itu asal mereka sabar menghadapinya.

Dengan kesabaran, segala kesedihan dan dampak dari segala musibah itu akan dapat diatasi karena sabar pada hakikatnya adalah kemampuan jiwa untuk menghimpun potensi diri guna mencari jalan keluar untuk mengatasi musibah dan tidak hanya berkeluh kesah.

Orang yang sabar akan mengembalikan segala musibah kepada Allah SWT . Ketika musibah datang, ia akan mengucapkan istirja. “Sesunguhnya kita semua milik Allah dan akan kembali kepada-Nya”.

اِنَّا لِلَّهِ وَاِنَّا اِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ

Menurut Ibnul Qoyyim Al-Jauzi, kalimat istirja ini adalah ucapan paling ampuh untuk mengobati penyakit karena musibah, amat mujarab bagi orang yang tertimpa musibah di dunia dan akhirat karena kalimat ini mengandung dua pokok penting yang bila diketahui oleh seorang hamba dengan sebaik-baiknya, pasti dia akan terhibur.

Pokok pertama; bahwa seorang hamba, keluarga dan seluruh hartanya adalah benar-benar milik Allah SWT. Semua itu diberikan kepada seorang hamba adalah sebagai pinjaman belaka. Kalau Allah SWT mengambilnya kembali, tak ubahnya seperti seorang pemberi pinjaman yang mengambil kembali barang miliknya dari orang yang diberi pinjaman. Seorang hamba hanya bisa mengurus barang yang dipinjamnya tanpa bisa memilikinya karena pemilik sesungguhnya adalah Allah SWT.

Pokok kedua; tempat kembali dan berpulangnya seorang hamba hanyalan kepada Allah Sang Penguasa yang Haq. Seseorang pasti akan meninggalkan dunia ini, untuk kembali kepada Allah SWT seorang diri, sama seperti dahulu ia dilahirkan dan diciptakan, tanpa sanak saudara, tanpa harta dan tanpa keluarga. Setelah ia mati, yang dibawanya hanyalah amal kebajikan dan keburukan. Kalaulah demikian, awal keadaan seorang hamba dan akhir keberadaannya, bagaimana ia harus bergembira sedemikian rupa atas adanya sesuatu atau bersedih sedemikian rupa karena kehilangan sesuatu.

Tehadap orang yang sabar ini, Allah SWT memerintahkan kepada Rasulullah SAW untuk memberi kabar gembira berupa keberkahan dan rahmat dari-Nya.

Ketika menafsirkan ayat ini, Ibnu Katsir menukilkan ucapan Amirul Mukminin Umar bin Khattab, ”Sebaik-baik dua jenis balasan dan tambahan adalah yang disebutkan dalam firman Allah: Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan-Nya” (awal surah Al-Baqarah: 152).

Kedua jenis balasan itu adalah berkah dan rahmat yang sempurna. Dan apa yang disebutkan dalam firman-Nya: “Dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk” (ujung surah Al-Baqarah: 157) adalah balasan tambahannya yang ditambahkan di antara kedua balasan tersebut sehingga mereka mendapat pahala sekaligus tambahannya. Jadi, sabar akan mendapat tiga balasan, dua yang pokok, yaitu shalawat dan rahmat, sedangkan tambahannya adalah hidayah.

Sebagian ulama menjelaskan tiga balasan yang akan diterima oleh orang yang sabar sebagai berikut:

  • Selawat (anugerah) berupa perlindungan dan pengampunan dosa dari Allah SWT.
  • Rahmat (kasih sayang) berupa kasih sayang yang tidak pernah putus sepanjang hidup bahkan setelah meninggal dunia.
  • Hidayah (petunjuk) yaitu berupa petunjuk dari Allah sehingga dapat mengatasi musibah tersebut.

Oleh karena itu, marilah kita jadikan puasa Ramadhan ini sebagai sarana untuk memantapkan kesabaran kita dalam menghadapi virus Corona sehingga kita tetap tenang dan optimis bahwa wabah ini dapat berakhir sebagiamana optimisme kita menanti datangnya waktu berbuka saat kita sedang lapar dan dahaga ketika kita sedang berpuasa.
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2273 seconds (0.1#10.140)