Musik Bisa Asyik untuk Maksiat, Gus Baha: Untuk Allah Masak Nggak Bisa
loading...
A
A
A
Gus Baha menyebut Jalaluddin Rumi sebagai orang yang sholeh. Logikanya masuk akal. "Kalau orang bisa asyik dengan musik untuk hal-hal yang mungkar, masak kita kalah asyik dengan Tuhan?" ujar kiai yang bernama lengkap KH Ahmad Bahauddin Nursalim ini.
Pernyataan Gus Baha ini disampaikan dalam suatu majelis pengajian kitab bersama para santri yang dilansir dalam jaringan YouTube pada kanal Nderek Poro Kiai. Gus Baha mencoba menjelaskan tentang maksud filosofi dari tarian sufi yang diajarkan oleh Jalaluddin Rumi.
"Wong iso nyanyi iso njoget mergo lagu ayat-ayat cinta, lagu munajat cinta, mosok ra iso joget mergo cinta neng Pengeran?" ujar Gus Baha. Omongan Gus Baha dalam Bahasa Jawa itu jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia bermakna: "Orang bisa menyanyi dan berjoget sebab lagu ayat-ayat cinta, lagu munajat cinta, masak tidak bisa berjoget sebab cinta Tuhan?
Gus Baha melanjukan bahwa di dalam kitab Jam’ul Jawami’ mengatakan: Kita meyakini bahwa Husain Al-Hallaj adalah orang sholeh, kita meyakini bahwa Rumi orang sholeh, Ibnu Arabi juga orang sholeh, karena mereka berangkatnya dari keasyikan dengan Tuhan.
Selanjutnya Gus Baha mengutip isi di kitab ‘Imrithi.
فَأُشْرِبَتْ معنى ضمير الشان * فَأُعْرِبَتْ فى الحان بالاحان
Terjemah bebas: Maka La ilaha illa Allah tenggelam dalam dhomir sya’n (lubuk hati), bagaikan seorang pecandu minuman yang sedang asyik dengan diiringi irama musik.
Menurut Gus Baha, orang yang mahabbah (cinta)-nya kepada Allah itu sudah tinggi, maka menyebut lafal Allah saja sudah tidak bisa. Menyebut La ilaha illa Allah (لا إله إلا الله) saja sudah tidak bisa, karena terlalu lama, keburu rasa senangnya hilang.
Sekarang ini secara sejarah, karena yang memulai adalah Jalaluddin Rumi, lalu disebut “Tarian Rumi”. Dia itu ketika ingat dengan Tuhan, karena keasyikan lalu dilakukan sambil menari.
Gus Baha mengaku pernah membaca kitab Matsnawi dan dia mengatakan masuk akal. "Tarian Rumi itu kan ada filosofinya," ujarnya.
Misalnya, tangan kanan menengadah ke langit, tangan kiri menyebar rahmat di bumi. Inti filosofinya itu tangan kanan mengambil rahmat dari langit, tangan kiri menyebar rahmat di bumi.
"Lha tapi kalau kata para pemuda," ujar Gus Baha. "Karek sing nari to Gus. Nek sing nari artis yo menarik, nek ora yo ora, hahahaha…”. Maksudnya, "Bergantung orang yang menari lah Gus. Kalau yang menari artis ya menarik, kalau tidak ya tidak, hahaha".
Karena, ketika tari Rumi diperagakan oleh orang yang berjenggot, tua-tua, tidak ada yang menonton, tapi pas waktu di kampus, diteatrikalkan, yang menari mahasiswi cantik-cantik, lalu orang-orang pada menonton semua.
"Lha menontonnya, karena filosofi cinta Allah atau karena cinta penarinya?! Yang bikin perkara kan itu," tutur Gus Baha tertawa. "Giliran yang menari orang yang cantik kan menarik. Lha yang menarik itu filosofi menarinya apa penarinya?"
Gus Baha menekankan bahwa nafsu itu memang bikin gara-gara. "Tapi, memang begitu," ujarnya.
Pernyataan Gus Baha ini disampaikan dalam suatu majelis pengajian kitab bersama para santri yang dilansir dalam jaringan YouTube pada kanal Nderek Poro Kiai. Gus Baha mencoba menjelaskan tentang maksud filosofi dari tarian sufi yang diajarkan oleh Jalaluddin Rumi.
"Wong iso nyanyi iso njoget mergo lagu ayat-ayat cinta, lagu munajat cinta, mosok ra iso joget mergo cinta neng Pengeran?" ujar Gus Baha. Omongan Gus Baha dalam Bahasa Jawa itu jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia bermakna: "Orang bisa menyanyi dan berjoget sebab lagu ayat-ayat cinta, lagu munajat cinta, masak tidak bisa berjoget sebab cinta Tuhan?
Gus Baha melanjukan bahwa di dalam kitab Jam’ul Jawami’ mengatakan: Kita meyakini bahwa Husain Al-Hallaj adalah orang sholeh, kita meyakini bahwa Rumi orang sholeh, Ibnu Arabi juga orang sholeh, karena mereka berangkatnya dari keasyikan dengan Tuhan.
Selanjutnya Gus Baha mengutip isi di kitab ‘Imrithi.
فَأُشْرِبَتْ معنى ضمير الشان * فَأُعْرِبَتْ فى الحان بالاحان
Terjemah bebas: Maka La ilaha illa Allah tenggelam dalam dhomir sya’n (lubuk hati), bagaikan seorang pecandu minuman yang sedang asyik dengan diiringi irama musik.
Menurut Gus Baha, orang yang mahabbah (cinta)-nya kepada Allah itu sudah tinggi, maka menyebut lafal Allah saja sudah tidak bisa. Menyebut La ilaha illa Allah (لا إله إلا الله) saja sudah tidak bisa, karena terlalu lama, keburu rasa senangnya hilang.
Sekarang ini secara sejarah, karena yang memulai adalah Jalaluddin Rumi, lalu disebut “Tarian Rumi”. Dia itu ketika ingat dengan Tuhan, karena keasyikan lalu dilakukan sambil menari.
Gus Baha mengaku pernah membaca kitab Matsnawi dan dia mengatakan masuk akal. "Tarian Rumi itu kan ada filosofinya," ujarnya.
Misalnya, tangan kanan menengadah ke langit, tangan kiri menyebar rahmat di bumi. Inti filosofinya itu tangan kanan mengambil rahmat dari langit, tangan kiri menyebar rahmat di bumi.
"Lha tapi kalau kata para pemuda," ujar Gus Baha. "Karek sing nari to Gus. Nek sing nari artis yo menarik, nek ora yo ora, hahahaha…”. Maksudnya, "Bergantung orang yang menari lah Gus. Kalau yang menari artis ya menarik, kalau tidak ya tidak, hahaha".
Karena, ketika tari Rumi diperagakan oleh orang yang berjenggot, tua-tua, tidak ada yang menonton, tapi pas waktu di kampus, diteatrikalkan, yang menari mahasiswi cantik-cantik, lalu orang-orang pada menonton semua.
"Lha menontonnya, karena filosofi cinta Allah atau karena cinta penarinya?! Yang bikin perkara kan itu," tutur Gus Baha tertawa. "Giliran yang menari orang yang cantik kan menarik. Lha yang menarik itu filosofi menarinya apa penarinya?"
Gus Baha menekankan bahwa nafsu itu memang bikin gara-gara. "Tapi, memang begitu," ujarnya.
(mhy)