Maulid Nabi: Barzanji, Kitab Paling Populer Setelah Al-Qur'an

Senin, 11 Oktober 2021 - 16:04 WIB
loading...
Maulid Nabi: Barzanji, Kitab Paling Populer Setelah Al-Quran
Kitab Barzanji pada umumnya dibacakan pada momen Maulid Nabi Muhammad SAW yang jatuh setiap tanggal 12 Rabiulawal. (Foto/Ilustrasi:pecihitam)
A A A
Barzanji, orang Jawa bilang barzanjian atau berjanjen, adalah teks keagamaan yang populer di seluruh Nusantara. Kitab Barzanji pada umumnya dibacakan pada momen Maulid Nabi Muhammad SAW yang jatuh setiap tanggal 12 Rabiulawal. Apa sesungguhnya tujuan dan isi dalam kitab yang amat populer ini?

Menurut Martin Van Bruinessen, dalam bukunya yang berjudul Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat: Tradisi-tradisi Islam di Indonesia, menyatakan barangkali tidak ada seorang pun penganut Islam di Indonesia yang tidak pernah menghadiri pembacaan Barzanji, paling tidak beberapa kali sepanjang hidupnya.



Dalam banyak praktik ritual atau kebudayaan yang berhubungan dengan Islam, Barzanji adalah kitab yang umum dan secara luas paling banyak dibacakan dalam berbagai tradisi Islam di Indonesia, utamanya pada acara Maulid Nabi Muhammad SAW.

Ensiklopedi Islam Nusantara menyebut kitab Barzanji awalnya ditulis dengan tujuan untuk meningkatkan kecintaan umat Islam kepada Nabi Muhammad SAW dan meningkatkan semangat keumatan. Dalam kitab itu riwayat kehidupan Nabi Muhammad SAW dilukiskan dengan bahasa yang indah dalam bentuk puisi dan prosa, dan kasidah yang sangat menarik.

Tiga Tujuan Utama
Secara garis besar, Ahmad Ta’rifin dalam bukunya berjudul Tafsir Budaya atas Tradisi Barzanji dan Manakib membagi tiga tujuan utama dituliskannya Barzanji:

Pertama, untuk meningkatkan semangat kecintaan dan pengamalan nilai kesalehan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai uswatun hasanah yang patut dicontoh oleh masyarakat masa kini. Dalam hal ini, terdapat transfer nilai-nilai luhur yang bisa diambil dari sosok Nabi itu sendiri untuk bisa diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Kedua, untuk merekatkan ukhuwah islamiyah di antara umat Islam karena pagelaran Barzanji sendiri selalu melibatkan banyak orang dan massa yang melihatnya juga banyak, sehingga di samping mendapatkan nilai edukasi dari pembacaan tradisi Barzanji, kegiatan ini juga meningkatkan interaksi di antara sesama masyarakat.

Ketiga, untuk meningkatkan amalan ibadah tertentu bagi individu yang senantiasa membaca Barzanji di setiap waktu senggangnya, karena Barzanji secara langsung menuntun seseorang untuk mengamalkan salah satu poin dalam rukun iman, yakni iman kepada Rasul dan Nabi Allah. [Lihat juga Wasisto Raharjo Jati, Tradisi, Sunnah & Bid’ah: Analisa Barzanji Dalam Perspektif Cultural Studies (Jurnal el Harakah, Vol 14 No.2, 2012), hlm 235-236].

Kemudian apabila dilihat dari segi isi, ringkasan Barzanji terdiri dari: (1). Silsilah Nabi Muhammad SAW. (2). Kejadian-kejadian luar biasa yang terjadi kepada Nabi Muhammad SAW. (3). Kesabaran Nabi Muhammad SAW ketika dilanda musibah. (4). Penggambaran sifat jujur Nabi Muhammad SAW. (5). Nilai-nilai pendidikan tentang mencari pasangan hidup. (6). Penggambaran sosok Nabi Muhammad SAW yang bijaksana. (7). Masa kerasulan Nabi Muhammad SAW. (8). Dakwah Nabi Muhammad SAW. (9). Isra dan Mi'raj Nabi Muhammad SAW. (10). Nabi Muhammad SAW menyiarkan agama Islam secara terang-terangan. (11). Muhammad SAW adalah nabi pilihan yang sempurna.



Bulan Mulud
Kitab Barzanji pada umumnya dibacakan pada momen Maulid Nabi Muhammad SAW yang jatuh setiap tanggal 12 Rabiulawal. Oleh karena itu, orang Jawa menyebut bulan ini sebagai bulan mulud (diambil dari kata Maulid, yang merujuk kepada bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW). Pembacaan kitab Barzanji kemudian disebut dengan nuansa dialek lokal, yaitu barzanjian atau berjanjen.

Dan pada gilirannya, kegiatan ini terus menyebar kepada tradisi-tradisi lainnya seperti pada saat pemotongan rambut bayi untuk pertama kalinya dalam momen akikah, sebagai bacaan pada masa krisis, bagian dari ritual untuk mengusir setan, atau dijadikan sebagai bagian dari wiridan berjamaah yang dilakukan secara rutin.

Kemudian di beberapa wilayah Indonesia yang dikenal memeluk Islam secara ketat – Aceh, Sumatra Barat, dan Banten – terdapat sebuah tradisi yang disebut dengan debus. Para pelaku debus menunjukkan kemampuan yang luar biasa dalam hal kekebalan tubuh. Mereka menikam diri mereka sendiri dengan senjata tajam atau pedang tanpa menimbulkan luka.

Dalam sebuah catatan sejarah yang dinukil oleh Martin Van Bruinessen, ditemukan bahwa dalam tradisi debus, Kitab Barzanji dibacakan selama pertunjukan berlangsung. Jika Anda menyangka bahwa debus adalah sekadar pertunjukkan seni tradisional belaka, maka tidak demikian yang sebenarnya. Debus itu sendiri sangat erat kaitannya dengan tradisi dari mana Kitab Barzanji berasal.



Ritual Baku Tarekat Qadiriyah
Penggubah Kitab Barzanji adalah Jafar Barzanji. Kitab Barzanji bukan nama sebenarnya dari kitab tentang ringkasan sirah Nabi tersebut, nama sebenarnya adalah al-Iqd al-Jawahir (bahasa Arab, artinya “Kalung Permata”), atau ada juga sebagian ulama yang menyebutnya Iqd al-Jawhar fi Maulid an-Nabiyyil Azhar.

Martin van Bruinessen menyatakan kitab Barzanji adalah karya yang paling populer dari semua kitab tentang maulid, dan di banyak tempat telah menjadi bagian dari ritual baku Tarekat Qadiriyah.

Meskipun tradisi peringatan Maulid Nabi tidak benar-benar diterima sepenuhnya oleh seluruh kalangan Islam, namun di Indonesia peringatan maulid beserta pembacaan Kitab Barzanji adalah kegiatan yang benar-benar populer dan dikenal secara luas.

Ada beberapa pendapat mengenai apa alasan Kitab Barzanji itu digubah.

Pertama, bahwa kitab tersebut disusun untuk meningkatkan rasa cinta kepada Nabi Muhammad SAW.

Kedua, kitab tersebut dibuat untuk mengikuti sayembara yang diselenggarakan oleh Sultan Salahuddin Yusuf al-Ayyubi (1138-1193) pendiri Dinasti Ayyubiyah (1171-1260) di Mesir. Latar belakangnya adalah berkenaan dengan tradisi maulid yang rutin diselenggarakan oleh dinasti sebelumnya, yaitu Fatimiyah.

Dinasti Fatimiyah (909-1171) adalah dinasti Islam yang bercorak Syiah di Mesir. Setelah dinasti ini runtuh dan digantikan oleh Dinasti Ayyubiyah, Sultan Salahuddin tidak menghilangkan tradisi tersebut meskipun dia seorang Sunni. Sebaliknya, dia berpendapat bahwa tradisi maulid dapat memperkokoh keimanan dan ketakwaan kepada rasul-Nya sekaligus juga menambah semangat juang.

Waktu itu, Dinasti Ayyubiyah sedang menghadapi Perang Salib III (1189-1192). Menurut Sultan Salahuddin, tradisi maulid dapat membangkitkan semangat jihad (perjuangan) dan ittihad (persatuan). Selain itu, dia juga menyelenggarakan sayembara penulisan riwayat Nabi beserta puji-pujian bagi Nabi dengan bahasa yang seindah mungkin.

Seluruh ulama dan sastrawan lalu diundang untuk mengikuti sayembara tersebut. Menurut Wasisto Raharjo, pemenang sekaligus juara pertama dari sayembara tersebut adalah Jafar Barzanji dengan gubahannya yang berjudul al-Iqd al-Jawahir, atau yang di kemudian hari lebih dikenal dengan sebutan Kitab Barzanji.

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1125 seconds (0.1#10.140)