Sibuk dengan Hal yang Sia-sia, Tanda Allah Menelantarkan Kita
loading...
A
A
A
Menyibukan diri dengan hal-hal atau perbuatan sia-sia sangat dilarang dalam Islam. Bahkan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam sudah memperingatkannya untuk meninggalkan hal yang tidak bermanfaat.
Abu Hurairah radhiyallahu anhu dari Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Di antara kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat". (HR Tirm idzi no.2317 dan Ibnu Majah no.3976)
Juga hadis :
"Di antara tanda Allah berpaling dari seorang hamba, Allah menjadikannya sibuk dalam hal yang sia-sia sebagai tanda Allah menelantarkannya" (At-Tamhid Hadis).
Mengapa melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat ini harus ditinggalkan? Ustadz Hadromi Lc, pengasuh dari Al-Hisbah, Jakarta, menjelaskan hakikat dari maksud penciptaan manusia adalah untuk ibadah dan penghambaan diri kepada Allah Ta’ala.
Sebagaimana firman-Nya:
"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku." (QS Azzariyat: 56)
Dan kemudian Allah Ta’ala mengutus para Rasul dan menurunkan Kitab-Nya sebagai pedoman hidup bagi umat manusia. Namun, dengan kehendak-Nya, Allah Ta’ala juga menciptakan Iblis dan keturunannya, yang kemudian mereka bekerja siang dan malam menyesatkan anak Adam untuk kelak menemani mereka di Neraka.
Sehingga sebagian manusia ada yang tergoda dengan rayuan setan, hidup dalam kekufuran atau kemaksiatan kepada Allah Ta’ala, apakah itu dengan ucapan maupun perbuatan.
Namun, Allah Ta’ala juga memiliki hamba-hamba setia, yang senantiasa mengagungkan dan memuji Allah Ta’ala setiap saat, bersyukur kepada-Nya atas segala nikmat, meski hidup sederhana. Mereka setiap harinya hidup dalam ketenangan, bukan maksudnya tidak bekerja, namun kesibukan mereka semuanya adalah Lillahi Ta’ala.
Mulai dari beribadah, mencari nafkah sepanjang hari, menuntut ilmu atau membantu sesama yang sedang kesusahan. "Kesibukan itu, meski zahirnya adalah kepenatan, namun hakikatnya adalah tanda cinta Allah Ta’ala kepada hamba-Nya itu,"ujar Ustadz Hadromi.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi salah satu hamba-Nya, Dia akan mempekerjakannya”. ’Allah berikan taufiq kepadanya untuk beramal shaleh sebelum kematian, sehingga orang lain di sekitarnya menjadi senang dengannya.’ (HR. Ahmad).
Dan begitu pula bagi yang bersusah payah menuntut Ilmu, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, niscaya Allah akan jadikan ia faham dalam agama” (Muttafaqun ‘alaihi).
Maka sungguh, mereka akan mendapatkan hidup yang tenang dibalik kesibukan mereka. Karena tenang bukan berarti tidak ada masalah, atau hidup dengan limpahan harta, namun adalah hati yang ikhlas dan bertawakkal kepada Allah.
Allah Ta’ala berfirman:
Abu Hurairah radhiyallahu anhu dari Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Di antara kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat". (HR Tirm idzi no.2317 dan Ibnu Majah no.3976)
Juga hadis :
"Di antara tanda Allah berpaling dari seorang hamba, Allah menjadikannya sibuk dalam hal yang sia-sia sebagai tanda Allah menelantarkannya" (At-Tamhid Hadis).
Baca Juga
Mengapa melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat ini harus ditinggalkan? Ustadz Hadromi Lc, pengasuh dari Al-Hisbah, Jakarta, menjelaskan hakikat dari maksud penciptaan manusia adalah untuk ibadah dan penghambaan diri kepada Allah Ta’ala.
Sebagaimana firman-Nya:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku." (QS Azzariyat: 56)
Dan kemudian Allah Ta’ala mengutus para Rasul dan menurunkan Kitab-Nya sebagai pedoman hidup bagi umat manusia. Namun, dengan kehendak-Nya, Allah Ta’ala juga menciptakan Iblis dan keturunannya, yang kemudian mereka bekerja siang dan malam menyesatkan anak Adam untuk kelak menemani mereka di Neraka.
Sehingga sebagian manusia ada yang tergoda dengan rayuan setan, hidup dalam kekufuran atau kemaksiatan kepada Allah Ta’ala, apakah itu dengan ucapan maupun perbuatan.
Namun, Allah Ta’ala juga memiliki hamba-hamba setia, yang senantiasa mengagungkan dan memuji Allah Ta’ala setiap saat, bersyukur kepada-Nya atas segala nikmat, meski hidup sederhana. Mereka setiap harinya hidup dalam ketenangan, bukan maksudnya tidak bekerja, namun kesibukan mereka semuanya adalah Lillahi Ta’ala.
Mulai dari beribadah, mencari nafkah sepanjang hari, menuntut ilmu atau membantu sesama yang sedang kesusahan. "Kesibukan itu, meski zahirnya adalah kepenatan, namun hakikatnya adalah tanda cinta Allah Ta’ala kepada hamba-Nya itu,"ujar Ustadz Hadromi.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدٍ خَيْرًا اسْتَعْمَلَهُ؛ يُفْتَحُ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ بَيْنَ يَدَيْ مَوْتِهِ حَتَّى يَرْضَى عَنْهُ مَنْ حَوْلَهُ
“Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi salah satu hamba-Nya, Dia akan mempekerjakannya”. ’Allah berikan taufiq kepadanya untuk beramal shaleh sebelum kematian, sehingga orang lain di sekitarnya menjadi senang dengannya.’ (HR. Ahmad).
Dan begitu pula bagi yang bersusah payah menuntut Ilmu, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
مَن يُرِدِ اللهُ به خيرًا يُفَقِّهْه في الدينِ
“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, niscaya Allah akan jadikan ia faham dalam agama” (Muttafaqun ‘alaihi).
Maka sungguh, mereka akan mendapatkan hidup yang tenang dibalik kesibukan mereka. Karena tenang bukan berarti tidak ada masalah, atau hidup dengan limpahan harta, namun adalah hati yang ikhlas dan bertawakkal kepada Allah.
Allah Ta’ala berfirman: