Penghuni Neraka : Orang yang Tidak Menggunakan Akalnya untuk Memahami Petunjuk Allah

Sabtu, 30 Oktober 2021 - 15:34 WIB
loading...
Penghuni Neraka : Orang yang Tidak Menggunakan Akalnya untuk Memahami Petunjuk Allah
Penghuni neraka adalah orang yang tidak menggunakan pendengaran dan akalnya untuk mema.Penghuni neraka adalah orang yang tidak menggunakan pendengaran dan akalnya untuk memahami dan mendengarkan petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala.. Foto ilustrasi/ist
A A A
Ibnu Qayyim Rahimahullahu Ta’ala menjelaskan, Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al-Qur’an memuji akal dan orang yang berakal (orang yang bisa memahami petunjuk Allah). Sebaliknya, banyak ayat Al-Qur’an mencela orang yang tidak punya akal atau yang tidak bisa memahami petunjuk Allah dengan pemahamannya.



Bahkan Allah memberitakan di dalam Al-Qur’an bahwa orang-orang yang tidak punya akal inilah yang akan menjadi penghuni neraka, karena mereka tidak menggunakan pendengaran dan akalnya untuk memahami petunjuk Allah Ta’ala. Seperti yang terungkap dalam ayat berikut:
وَقَالُوا لَوْ كُنَّا نَسْمَعُ أَوْ نَعْقِلُ مَا كُنَّا فِي أَصْحَابِ السَّعِيرِ

“Dan mereka berkata: ‘Seandainya dulu kami di dunia mau mendengarkan dan mau menggunakan akal kami untuk memahami petunjuk Allah, maka mestinya sekarang kami tidak termasuk kedalam penghuni neraka yang menyala-nyala.’” (QS. Al-Mulk: 10)

Penghuni neraka adalah orang yang tidak menggunakan pendengaran dan akalnya untuk memahami dan mendengarkan petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka akal yang dipuji dalam banyak ayat Al-Qur’an, menurut Ustadz Abdullah Taslim MA, dai lulusan Universitas Islam Madinah ini, merupakan alat semua ilmu, sekaligus merupakan penimbang atau pengukur atau penilai untuk mengenal mana yang benar dan mana yang salah dari ilmu tersebut.

"Kita mengenal mana pendapat yang kuat dan mana yang lemah, sekaligus akal ini adalah sebagai cermin untuk kita bisa melihat mana yang baik atau indah dan mana yang buruk,"ungkapnya.

Bahkan ada ungkapan yang mengatakan: “Akal itu ibaratnya adalah raja pada tubuh manusia, sedangkan anggota badan, ruh manusia, panca indera, gerakan-gerakannya, semua adalah masyarakat. Ketika akal itu lemah, tidak mampu menegakkan dan menjaga rakyatnya, maka akan sampai berbagai macam keburukan kepada rakyatnya tersebut.”



Ada juga ungkapan Arab yang mengatakan:
من لم يكن عقله أغلب خصال الخير عليه، كان حتفه في أغلب خصال الشر عليه

“Barangsiapa yang tidak menjadikan akalnya sebagai sifat kebaikan yang dominan pada dirinya, maka orang seperti ini kecelakaannya adalah pada sifat keburukan yang dominan pada dirinya.”

Menurut Ustadz Abdullah Taslim, akal yang merupakan tabiat/watak bawaan manusia, disebut juga bapaknya ilmu, pendidik ilmu dan yang menumbuhkan ilmu. Akal atau pemahaman yang diusahakan atau bisa dikembangkan dan ditingkatkan. Ini merupakan anaknya ilmu atau buah dan hasil dari ilmu.

Untuk akal yang jenis pertama, jelas bahwa semua orang punya akal, yakni kemampuan untuk memahami dan mempelajari agama Allah Subhanahu wa Ta’ala. Permasalahannya apakah semua orang memanfaatkan potensi ini untuk memahami dan menumbuhkan ilmu yang benar pada dirinya? Jawabnya tidak. Karena penghuni neraka mengakui bahwa mereka dahulu di dunia tidak mau mendengarkan dan menggunakan akalnya untuk memahami petunjuk yang Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Jadi, akal jenis kedua inilah yang mereka tidak punyai, karena mereka tidak mau memanfaatkannya dalam memahami dan mencari kebenaran. Dan, jika terkumpul dua jenis akal ini pada diri seorang hamba, maka inilah karunia besar yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepada siapa yang dikehendakiNya.



Wallahu A'lam
(wid)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2352 seconds (0.1#10.140)