Kisah Tsabit Al-Bunani Berdialog dengan Pemuda yang Sudah Meninggal
loading...
A
A
A
Ini adalah kisah Sayyid Tsabit Al-Bunani, seorang tabi’in, yang disampaikan Imam Muhamand Bin Abu Bakar dalam Kitab Al-Mawaidh Al-Usfuriyah.
Alkisah, seorang pemuda yang meninggal dunia datang menemui Tsabit Al Banani di dalam tidurnya. Rohnya datang dalam keadaan berserabut, wajahnya pucat lesi, cemas dan gundah gulana.
Tsabit dapat melihat di dalam tidurnya itu, pemuda tersebut berjalan dengan tangan kosong sambil air matanya mengalir.
Pada waktu yang sama dia melihat semua ahli kubur yang lain memakai pakaian putih bersih serta membawa makanan beraneka macam.
Tsabit pun bertanya kepada pemuda yang menderita itu, "Hai Pemuda, siapa engkau sebenarnya? Mereka terlihat membawa hidangan dan kembali dengan suka cita, sedangkan engkau tidak menemukan makanan. Engkau pulang dengan dengan tangan hampa, penuh duka cita."
Pemuda itu berkata bahwa tidak ada seorang pun di dunia yang mau mendoakan serta bersedekah untuknya. Sedangkan ahli-ahli kubur yang lain mempunyai keluarga dan sanak saudara yang sering berdoa dan bersedekah untuk mereka pada setiap malam Jumat.
Ibunya masih hidup, tetapi setelah menikah lagi, ibunya lupa untuk berdoa dan bersedekah untuknya. "Kini aku telah berputus asa dan sentiasa sedih lagi cemas sepanjang masa," kata pemuda itu.
Tsabit pun bertanya tentang ibunya dan di mana dia tinggal serta berjanji akan menceritakan keadaan pemuda itu kepadanya. "Katakan bahwa di dalam bajunya ada uang seratus misgol warisan ayahku. Uang itu adalah kepunyaanku. Nanti dia akan percaya terhadap apa yang tuan ceritakan. "
Begitu terbangun, Tsabit Al-Bunani langsung mencari ibu pemuda tersebut. Ketika sudah ketemu, beliau menyampaikan tentang keadaan anaknya. Ibunya baru percaya ketika beliau menyampaikan pesan sang anak tentang warisan ayahnya.
Setelah dicari, ternyata 100 mistqol perak memang ada dalam sakunya. Ia langsung pingsan. Setelah siuman, ia serahkan semua uang itu pada Sayyid Tsabit untuk disedekahkan.
Pada malam Jumat berikutnya, Tsabit mimpi bertemu dengan pemuda itu lagi. Kali ini ia sama dengan penduduk kubur yang lain. Ia berpakaian mewah dan nampak bahagia sekali.
Lalu ia berkata pada Tsabit, "Wahai imam, semoga Allah SWT merahmatimu sebagaimana engkau telah mengasihiku. Sesungguhnya nyata bahwa keduanya bisa menyakiti yang ada dikubur saat berbuat maksiat. Sebaliknya keduanya akan membahagiakan ahli kubur bila melakukan kebaikan".
Alkisah, seorang pemuda yang meninggal dunia datang menemui Tsabit Al Banani di dalam tidurnya. Rohnya datang dalam keadaan berserabut, wajahnya pucat lesi, cemas dan gundah gulana.
Tsabit dapat melihat di dalam tidurnya itu, pemuda tersebut berjalan dengan tangan kosong sambil air matanya mengalir.
Pada waktu yang sama dia melihat semua ahli kubur yang lain memakai pakaian putih bersih serta membawa makanan beraneka macam.
Tsabit pun bertanya kepada pemuda yang menderita itu, "Hai Pemuda, siapa engkau sebenarnya? Mereka terlihat membawa hidangan dan kembali dengan suka cita, sedangkan engkau tidak menemukan makanan. Engkau pulang dengan dengan tangan hampa, penuh duka cita."
Pemuda itu berkata bahwa tidak ada seorang pun di dunia yang mau mendoakan serta bersedekah untuknya. Sedangkan ahli-ahli kubur yang lain mempunyai keluarga dan sanak saudara yang sering berdoa dan bersedekah untuk mereka pada setiap malam Jumat.
Ibunya masih hidup, tetapi setelah menikah lagi, ibunya lupa untuk berdoa dan bersedekah untuknya. "Kini aku telah berputus asa dan sentiasa sedih lagi cemas sepanjang masa," kata pemuda itu.
Tsabit pun bertanya tentang ibunya dan di mana dia tinggal serta berjanji akan menceritakan keadaan pemuda itu kepadanya. "Katakan bahwa di dalam bajunya ada uang seratus misgol warisan ayahku. Uang itu adalah kepunyaanku. Nanti dia akan percaya terhadap apa yang tuan ceritakan. "
Begitu terbangun, Tsabit Al-Bunani langsung mencari ibu pemuda tersebut. Ketika sudah ketemu, beliau menyampaikan tentang keadaan anaknya. Ibunya baru percaya ketika beliau menyampaikan pesan sang anak tentang warisan ayahnya.
Setelah dicari, ternyata 100 mistqol perak memang ada dalam sakunya. Ia langsung pingsan. Setelah siuman, ia serahkan semua uang itu pada Sayyid Tsabit untuk disedekahkan.
Pada malam Jumat berikutnya, Tsabit mimpi bertemu dengan pemuda itu lagi. Kali ini ia sama dengan penduduk kubur yang lain. Ia berpakaian mewah dan nampak bahagia sekali.
Lalu ia berkata pada Tsabit, "Wahai imam, semoga Allah SWT merahmatimu sebagaimana engkau telah mengasihiku. Sesungguhnya nyata bahwa keduanya bisa menyakiti yang ada dikubur saat berbuat maksiat. Sebaliknya keduanya akan membahagiakan ahli kubur bila melakukan kebaikan".
(mhy)