Tafsir Surat Yasin Ayat 2-4: Sumpah Allah atas Kerasulan Nabi Muhammad SAW
loading...
A
A
A
Surat Yasin ayat 2-4 adalah berisi tentang kerasulan Nabi Muhammad SAW . Dalam surat itu Allah SWT bersumpah demi Al-Qur’an yang penuh hikmah.
Allah SWT berfirman:
“Demi Al-Qur’an yang penuh hikmah.”
“Sesungguhnya kamu salah seorang dari rasul-rasul.”
“(yang berada) di atas jalan yang lurus.”
Laman Tafsiralquran.id menjelaskan ayat kedua dari surat Yasin di atas merupakan kalimat sumpah. Allah SWT bersumpah dengan al-Qur’an yang penuh hikmah. Selain dengan Al-Qur’an, Allah SWT juga pernah bersumpah dengan dirinya sendiri, arsy, waktu subuh dan lain sebagainya.
Allah SWT tidak bersumpah dengan sesuatu kecuali hal itu mulia dan istimewa di sisi-Nya serta patut direnungkan (tadabbur) oleh manusia. Salah satunya kitab suci Al-Qur’an.
Ibn Asyur mengatakan, sumpah Allah SWT di sini setidaknya bertujuan dua hal. Pertama, menunjukkan kemuliaan Al-Qur’an sebagai komponen sumpah (muqsam bih). Kedua, menguatkan isi pernyataan Allah SWT sendiri pada ayat setelahnya, bahwa Nabi Muhammad saw termasuk rasul yang lurus.
Definisi Al-Qur'an
Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki mendefinisikan Al-Qur’an sebagai berikut: “Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang satu surat darinya dapat menjadi mukjizat.”
Allah SWT di sini menyebut Al-Qur’an sebagai al-hakim, yang bijaksana. Menurut Hamka, ini karena isi dan susunan Al-Qur’an selalu relevan untuk setiap zaman.
Al-hakim juga dapat bermakna penuh kandungan hikmah. Quraish Shihab menerangkan bahwa Al-Qur’an mengandung banyak hikmah yang dapat mengantarkan manusia pada kemaslahatan duniawi dan ukhrawi, serta menghindarkannya dari segala malapetaka baik di dunia maupun di akhirat.
Allah SWT bersumpah dengan Al-Qur’an akan kerasulan Nabi Muhammad SAW. Dan bahwa beliau berada di jalan yang lurus. Jalan yang menyampaikan kepada akidah, syariat dan keistiqamahan. Demikian penjelasan dari Wahbah az-Zuhaili.
Al-Qur’an dengan kesempurnaan struktur bahasa dan kandungannya yang luar biasa itu menjadi bukti nyata kerasulan Nabi Muhammad yang buta huruf (ummi). Tidak mungkin beliau yang tidak memiliki latar belakang tradisi agama terdahulu mampu menciptakan karya yang begitu luar biasa seperti Al-Qur’an.
Penghulu Para Rasul
Rasulullah SAW bukan sekadar rasul biasa, melainkan beliau merupakan penghulu para rasul bahkan seluruh manusia. Sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat at-Tabrani:
Saya penghulu keturunan Adam as tapi saya tidak sombong (HR. at-Tabrani no. 1648)
Adapun kata shirat al-mustaqim pada ayat keempat, oleh Nawawi ditafsirkan dengan syariat yang teguh. Bahkan menurut beliau, syariat Islam yang dibawakan Nabi Muhammad SAW merupakan syariat yang paling teguh dan kokoh di antara syariat-syariat sebelumnya.
Quraish Shihab mengulas hal ini lebih dalam. Sirat baginya adalah jalan yang lebar, sedangkan mustaqim berarti lurus. Sirat berbeda dengan sabil yang juga berarti jalan. Kata sirat dalam Al-Qur’an selalu berbentuk tunggal (mufrad), yang mengisyaratkan bahwa ia hanya ada satu dan merupakan jalan yang benar.
Berbeda dengan sabil yang bisa berarti jalan yang benar maupun jalan yang salah. Maka sirat mustaqim adalah jalan yang lebar, luas lagi lurus yang mengantarkan seseorang kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.
Tiga ayat di atas turun sebagai respons atas orang-orang kafir Quraisy yang meragukan kerasulan Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana keterangan dari Ibn Abbas yang disitir oleh Al-Qurtubi dalam kitab tafsirnya:
Ibn Abbas berkata, “Orang-orang kafir suku Quraish berujar; ‘Engkau bukanlah seorang rasul. Allah tidak mengutusmu kepada kami.’ Seusai mereka berkata demikian, Allah SWT bersumpah dengan Al-Qur’an bahwa Nabi Muhammad saw termasuk di antara para rasulnya.”
Allah SWT berfirman:
وَالْقُرْآنِ الْحَكِيمِ () إِنَّكَ لَمِنَ الْمُرْسَلِينَ () عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيم
“Demi Al-Qur’an yang penuh hikmah.”
“Sesungguhnya kamu salah seorang dari rasul-rasul.”
“(yang berada) di atas jalan yang lurus.”
Laman Tafsiralquran.id menjelaskan ayat kedua dari surat Yasin di atas merupakan kalimat sumpah. Allah SWT bersumpah dengan al-Qur’an yang penuh hikmah. Selain dengan Al-Qur’an, Allah SWT juga pernah bersumpah dengan dirinya sendiri, arsy, waktu subuh dan lain sebagainya.
Allah SWT tidak bersumpah dengan sesuatu kecuali hal itu mulia dan istimewa di sisi-Nya serta patut direnungkan (tadabbur) oleh manusia. Salah satunya kitab suci Al-Qur’an.
Ibn Asyur mengatakan, sumpah Allah SWT di sini setidaknya bertujuan dua hal. Pertama, menunjukkan kemuliaan Al-Qur’an sebagai komponen sumpah (muqsam bih). Kedua, menguatkan isi pernyataan Allah SWT sendiri pada ayat setelahnya, bahwa Nabi Muhammad saw termasuk rasul yang lurus.
Definisi Al-Qur'an
Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki mendefinisikan Al-Qur’an sebagai berikut: “Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang satu surat darinya dapat menjadi mukjizat.”
Allah SWT di sini menyebut Al-Qur’an sebagai al-hakim, yang bijaksana. Menurut Hamka, ini karena isi dan susunan Al-Qur’an selalu relevan untuk setiap zaman.
Al-hakim juga dapat bermakna penuh kandungan hikmah. Quraish Shihab menerangkan bahwa Al-Qur’an mengandung banyak hikmah yang dapat mengantarkan manusia pada kemaslahatan duniawi dan ukhrawi, serta menghindarkannya dari segala malapetaka baik di dunia maupun di akhirat.
Allah SWT bersumpah dengan Al-Qur’an akan kerasulan Nabi Muhammad SAW. Dan bahwa beliau berada di jalan yang lurus. Jalan yang menyampaikan kepada akidah, syariat dan keistiqamahan. Demikian penjelasan dari Wahbah az-Zuhaili.
Al-Qur’an dengan kesempurnaan struktur bahasa dan kandungannya yang luar biasa itu menjadi bukti nyata kerasulan Nabi Muhammad yang buta huruf (ummi). Tidak mungkin beliau yang tidak memiliki latar belakang tradisi agama terdahulu mampu menciptakan karya yang begitu luar biasa seperti Al-Qur’an.
Penghulu Para Rasul
Rasulullah SAW bukan sekadar rasul biasa, melainkan beliau merupakan penghulu para rasul bahkan seluruh manusia. Sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat at-Tabrani:
اَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ وَلَا فَخْرَ
Saya penghulu keturunan Adam as tapi saya tidak sombong (HR. at-Tabrani no. 1648)
Adapun kata shirat al-mustaqim pada ayat keempat, oleh Nawawi ditafsirkan dengan syariat yang teguh. Bahkan menurut beliau, syariat Islam yang dibawakan Nabi Muhammad SAW merupakan syariat yang paling teguh dan kokoh di antara syariat-syariat sebelumnya.
Quraish Shihab mengulas hal ini lebih dalam. Sirat baginya adalah jalan yang lebar, sedangkan mustaqim berarti lurus. Sirat berbeda dengan sabil yang juga berarti jalan. Kata sirat dalam Al-Qur’an selalu berbentuk tunggal (mufrad), yang mengisyaratkan bahwa ia hanya ada satu dan merupakan jalan yang benar.
Berbeda dengan sabil yang bisa berarti jalan yang benar maupun jalan yang salah. Maka sirat mustaqim adalah jalan yang lebar, luas lagi lurus yang mengantarkan seseorang kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.
Tiga ayat di atas turun sebagai respons atas orang-orang kafir Quraisy yang meragukan kerasulan Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana keterangan dari Ibn Abbas yang disitir oleh Al-Qurtubi dalam kitab tafsirnya:
قال ابن عباس : قالت كفار قريش لست مرسلا ، وما أرسلك الله إلينا ، فأقسم الله بالقرآن المحكم أن محمدا من المرسلين
Ibn Abbas berkata, “Orang-orang kafir suku Quraish berujar; ‘Engkau bukanlah seorang rasul. Allah tidak mengutusmu kepada kami.’ Seusai mereka berkata demikian, Allah SWT bersumpah dengan Al-Qur’an bahwa Nabi Muhammad saw termasuk di antara para rasulnya.”
(mhy)