Nabi Ibrahim Lahir dan Tinggal di Gua, Menyusu dari Jari-Jarinya
loading...
A
A
A
KISAH berikut dinukil dari karya Syaikh Muhammad bin Ahmad bin Iyas (1448-1522) yang diterjemahkan oleh Abdul Halim berjudul “Kisah Penciptaan dan Tokoh-tokoh Sepanjang Zaman”. Syaikh Muhammad bin Ahmad bin Iyas adalah salah seorang sejarawan Mesir yang paling penting pada zamannya. ( Baca juga:Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail Saat Meninggikan Baitullah )
Wahab bin Munabih, salah seorang pemuka Tabi'in dan ahli dalam bidang sejarah, meriwayatkan bahwa Ibrahim al-Khalil Alaihis Salam (AS) adalah anak dari Tarikh bin Nakhur. Al-Hafizh as-Suhaili mengatakan bahwa Zar adalah paman Ibrahim, bukan ayahnya. Ibunya bernama Layutsa, seorang wanita yang beriman, tapi dia menyembunyikan keimanannya.
Ibrahim dilahirkan di negeri Hauran. Menurut pendapat lain, dia dilahirkan di sebuah kampung bernama Barzah yang terletak di daerah Damaskus, di sebuah gua yang cukup terkenal. Konon, apabila seseorang berdoa di dalam gua itu, pasti doanya akan dikabulkan.
As-Sadi (1889–1956 M) mengatakan, para dukun (ahli nujum) memberitahukan kepada Namrudz bahwa pada tahun tersebut akan lahir seorang anak yang akan menyebabkan Namrudz binasa dalam tangannya.
Tatkala Namrudz menengar kabar tersebut, dia memerintahkan agar setiap anak lelaki yang lahir pada tahun itu harus disembelih. Dia memerintahkan semua lelaki menjauhi istrinya dan dia menugaskan seorang penjaga bagi setiap rumah.
Seorang dukunnya berkata kepada Namrudz, “Sesungguhnya anak yang telah kami ceritakan kepada Paduka telah dikandung oleh ibunya pada malam ini.” Pada saat itu, apabila ibu Ibrahim lewat ke hadapan orang-orang, ia menyembunyikan kehamilannya.
Ketika masa melahirkan telah dekat, ibu Ibrahim pergi karena takut anak yang ada dalam kandungannya akan disembelih. Dia masuk ke dalam gua. Di sanalah dia melahirkan Ibrahim. Ibu itu melihat wajah sang anak keningnya memancarkan cahaya. Di malam kelahirannya, berhala-berhala berjatuhan, mahkota-mahkota terlepas dari kepala-kepalanya, dan balkon gedung Namrudz ambruk.
Selanjutnya, ibu Ibrahim menutup pintu gua. Dia pulang ke rumahnya dan setelah seminggu mendatangi bayinya. Ibu itu menemukan anaknya, Ibrahim, sedang meminum susu dari ibu jarinya, madu dan dan keju dari jari-jarinya yang lain.
Selanjutnya, ibu itu meninggalkannya dan kembali lagi setelah genap satu tahun. Ibrahim tetap berada di gua. Setiap bulan dia tumbuh seperti tumbuhnya anak dalam satu tahun. Ketika dia keluar dari gua ditaksir kira-kira umurnya sama dengan anak dua belas tahun.
Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang, (lalu) dia berkata, “Inilah Tuhanku.” Akan tetapi, tatkala bintang itu tenggelam dia berkata, “Saya tidak suka kepada yang tenggelam” (QS 6: 76). Dia menarik kembali keyakinannya.
Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit, dia berkata, “Inilah Tuhanku.” Akan tetapi, setelah bulan itu terbenam (QS 6: 77) dia yakin bulan juga makhluk. Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata, “Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar” (QS 6: 78). Maksudnya, lebih besar daripada bintang dan bulan.
Ketika matahari condong ke arah barat, dia berkata, “Semua ini tidak pantas menjadi Tuhan.” Maka pada saat itu dia berkata, “Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat” (QS 6: 78).
Kemudian dia berteriak dan berkata, “Tidak ada tuhan kecuali Allah; tiada sekutu bagi-Nya. Wahai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan (QS 6: 78-79).” Semua makhluk mendengar suaranya dan karenanya Namrudz tercengang.
Selanjutnya, Ibrahim pergi dari gua tersebut menuju bapak dan ibunya. Jibril datang kepadanya dan menuntunnya mendatangi ibu dan bapaknya. Ketika melihatnya, bapaknya melompat dan seraya merangkulnya karena dia melihat cahaya, kebaikan, dan keelokannya. (Bersambung)
Wahab bin Munabih, salah seorang pemuka Tabi'in dan ahli dalam bidang sejarah, meriwayatkan bahwa Ibrahim al-Khalil Alaihis Salam (AS) adalah anak dari Tarikh bin Nakhur. Al-Hafizh as-Suhaili mengatakan bahwa Zar adalah paman Ibrahim, bukan ayahnya. Ibunya bernama Layutsa, seorang wanita yang beriman, tapi dia menyembunyikan keimanannya.
Ibrahim dilahirkan di negeri Hauran. Menurut pendapat lain, dia dilahirkan di sebuah kampung bernama Barzah yang terletak di daerah Damaskus, di sebuah gua yang cukup terkenal. Konon, apabila seseorang berdoa di dalam gua itu, pasti doanya akan dikabulkan.
As-Sadi (1889–1956 M) mengatakan, para dukun (ahli nujum) memberitahukan kepada Namrudz bahwa pada tahun tersebut akan lahir seorang anak yang akan menyebabkan Namrudz binasa dalam tangannya.
Tatkala Namrudz menengar kabar tersebut, dia memerintahkan agar setiap anak lelaki yang lahir pada tahun itu harus disembelih. Dia memerintahkan semua lelaki menjauhi istrinya dan dia menugaskan seorang penjaga bagi setiap rumah.
Seorang dukunnya berkata kepada Namrudz, “Sesungguhnya anak yang telah kami ceritakan kepada Paduka telah dikandung oleh ibunya pada malam ini.” Pada saat itu, apabila ibu Ibrahim lewat ke hadapan orang-orang, ia menyembunyikan kehamilannya.
Ketika masa melahirkan telah dekat, ibu Ibrahim pergi karena takut anak yang ada dalam kandungannya akan disembelih. Dia masuk ke dalam gua. Di sanalah dia melahirkan Ibrahim. Ibu itu melihat wajah sang anak keningnya memancarkan cahaya. Di malam kelahirannya, berhala-berhala berjatuhan, mahkota-mahkota terlepas dari kepala-kepalanya, dan balkon gedung Namrudz ambruk.
Selanjutnya, ibu Ibrahim menutup pintu gua. Dia pulang ke rumahnya dan setelah seminggu mendatangi bayinya. Ibu itu menemukan anaknya, Ibrahim, sedang meminum susu dari ibu jarinya, madu dan dan keju dari jari-jarinya yang lain.
Selanjutnya, ibu itu meninggalkannya dan kembali lagi setelah genap satu tahun. Ibrahim tetap berada di gua. Setiap bulan dia tumbuh seperti tumbuhnya anak dalam satu tahun. Ketika dia keluar dari gua ditaksir kira-kira umurnya sama dengan anak dua belas tahun.
Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang, (lalu) dia berkata, “Inilah Tuhanku.” Akan tetapi, tatkala bintang itu tenggelam dia berkata, “Saya tidak suka kepada yang tenggelam” (QS 6: 76). Dia menarik kembali keyakinannya.
Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit, dia berkata, “Inilah Tuhanku.” Akan tetapi, setelah bulan itu terbenam (QS 6: 77) dia yakin bulan juga makhluk. Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata, “Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar” (QS 6: 78). Maksudnya, lebih besar daripada bintang dan bulan.
Ketika matahari condong ke arah barat, dia berkata, “Semua ini tidak pantas menjadi Tuhan.” Maka pada saat itu dia berkata, “Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat” (QS 6: 78).
Kemudian dia berteriak dan berkata, “Tidak ada tuhan kecuali Allah; tiada sekutu bagi-Nya. Wahai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan (QS 6: 78-79).” Semua makhluk mendengar suaranya dan karenanya Namrudz tercengang.
Selanjutnya, Ibrahim pergi dari gua tersebut menuju bapak dan ibunya. Jibril datang kepadanya dan menuntunnya mendatangi ibu dan bapaknya. Ketika melihatnya, bapaknya melompat dan seraya merangkulnya karena dia melihat cahaya, kebaikan, dan keelokannya. (Bersambung)
(mhy)