Peranan Islam Memerangi Rasisme

Selasa, 09 Juni 2020 - 14:17 WIB
loading...
Peranan Islam Memerangi Rasisme
Imam Shamsi Ali, Direktur/Imam Jamaica Muslim Center. Foto/Istimewa
A A A
Imam Shamsi Ali
Direktur/Imam Jamaica Muslim Center
Presiden Nusantara Foundation USA

Akhir-akhir ini Amerika bergejolak. Kematian George Floyd di Minneapolis, Minnesota di tangan orang-orang yang seharusnya memberikan keamanan dan keselamatan memicu apa yang saya istilahkan 'bara api dalam sekam'. Hampir di semua kota-kota besar Amerika terjadi gelombang demonstrasi besar-besaran.

Bara api dalam sekam yang saya maksud adalah ketidakadilan dan rasisme yang telah seolah menjadi 'dosa asal' negeri Paman Sam ini. Sedemikian lama perlakuan zalim dan rasis kepada kaum minoritas, seolah menjadi hal lumrah dari masa ke masa.

Tragisnya, selain karena negeri ini mengaku sebagai "Master if freedom and democracy" juga kerap kali mengampanyekan diri ke seluruh dunia sebagai Pahlawan HAM dan kesetaraan. Dengan peristiwa saat ini, dan berkali-kali sebelumnya, menunjukkan adanya prilaku munafik (hypocritical behaviors) Amerika kepada dunia.(Baca Juga: Viral, Video Demonstran Lindungi Umat Islam Shalat Saat Demo George Floyd)

Dan runyamnya lagi, Amerika gagal menampilkan leadership di tengah krisis yang menimpanya. Karena bersamaan itu pula negeri ini dipimpin oleh seorang Presiden yang tidak saja "unpresidential". Tapi juga sangat kurang dalam kepemimpinan (leadership). Bahwa negara di saya krisis bukan sekedar membutuhkan penguasa. Tapi yang lebih penting adalah kepemimpinan.

Islam Memerangi Rasisme
Di saat-saat seperti inilah umat Islam harusnya tampil menampilkan keindahan Islam sebagai solusi dari ragam permasalahan hidup, termasuk di dalamnya permasalahan rasisme. Al-Qur'an menyebutkan bahwa sejak awal penciptaan manusia, penyakit rasisme telah tumbuh di kalangan ciptaan Allah SWT.

Dikisahkan bahwa ketika Allah menciptakan Adam pertama kali, Allah memerintahkan seluruh Mmalaikat untuk bersujud kepada Adam sebagai bentuk penghormatan. Semua Malaikat melakukannya kecuali Iblis, yang tiba-tiba menjadi angkuh dan membangkang.(Baca Juga: Burung Gagak Hitam yang Dimuliakan Islam)

Ketika ditanya oleh Tuhan alasan penolakannya menghormati Adam, Iblis laknatullah menjawab dengan terbuka: "Saya lebih baik darinya. Saya diciptakan dari api. Dan dia Engkau ciptakan dari tanah".

Perasaan lebih baik karena tabiat penciptaan fisik inilah yang sesungguhnya menjadi benih dan akar rasisme dunia. Penilaian superioritas karena fisik atau materi, seperti ketika Iblis mebandingkan penciptaannya dari api dan penciptaan Adam Darin tanah, itulah cara pandang rasisme.

Sejujurnya saya justru khawatir rasisme manusia lebih buruk dan bodoh karena faktanya manusia diciptakan dari tabiat penciptaan yang sama, yaitu tanah. Sementara penciptaan Adam dan Iblis memang berbeda, yaitu dari api dan dari tanah. Saya tidak bermaksud mengurangi kekufuran Iblis. Tapi lebih menampakkan kebodohan manusia yang rasis.

Al-Qur'an meletakkan semua dasar-dasar kesetaran manusia, termasuk kesetaraan ras. Pertama, bahwa semua manusia diciptakan dari sumber penciptaan yang sama. Diciptakan dari tanah (turaab atau thiin). Lalu semua manusia digambarkan diciptakan dari satu orang (nafsin wahidah). Lalu ditampilkan sebagai makhluk yang memiliki orang tua yang sama (min dzakar wa untsaa).

Semua itu menggambarkan bahwa manusia dengan keragamannya yang luar biasa itu, termasuk ragam ras dan warna kulit, sesungguhnya secara esensi (dasar) adalah sama. Yang nampak berbeda hanya "casing" semata. Jika dilihat lebih dalam dan jauh akan didapati hal yang sama. Darah, daging, dan tulang belulang semua sama pada manusia. Apalagi di balik dari fisik itu sesungguhnya sama. Itulah hati dan fitrah manusia.

Kedua, Al-Qur'an menegaskan bahwa manusia tanpa kecuali sesungguhnya ada dalam satu kekeluargaan universal yang sama. Yaitu kekeluargaan kemanusiaan kita (human family). Manusia semua tercipta dari seorang ayah dan seorang Ibu. Sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur'an : "Wahai manusia sesungguhnya Kami (Allah) menciptakan kamu dari seorang pria dan seorang wanita. Lalu Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku untuk saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa. Sungguh Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal". (Al-Hujurat: 13).

Oleh karena kita memiliki orang tua asal yang sama maka ini sekaligus penekanan bahwa manusia itu sesungguhnya berada dalam satu keluarga besar. Itulah keluarga kemanusiaan atau human family tadi. Sungguh berlebihan jika ada di antara anggota keluarga itu yang membeda-bedakan diri dan merasa lebih superior (lebih tinggi dan hebat) dari anggota keluarganya yang lain. Di sinilah rasisme tampil sebagai prilaku bodoh dan merendahkan keluarga dan diri sendiri.

Ketiga, Islam mengakui bahwa setiap orang tanpa kecuali memiliki kemuliaan (dignity) yang bersifat mendasar (inherent). Kemuliaan ini bukan pengakuan sosia semata (social recognition). Tapi kemuliaan yang dikaruniakan oleh Pencipta langit dan bumi (Godly given dignity).

Kemuliaan ini sesungguhnya berdasarkan kepada tabiat penciptaan terbaik (ahsan atau aqwam) dan termulia (karomah) kerena manusia diciptakan secara paling sempurna dan melibatkan kesucian Ilahi (fitrah Allah). Bahwa manusia tanpa kecuali dalam penciptaannya melibatkan "tiupan ruh Ilahi". Yang kemudian menjadikannya sebagai makhluk yang mewakili "kesucian Ilahi" itu.

Meminjam istilah teman-teman Kristiani dan Yahudi, sesungguhnya manusia itu tanpa kecuali tercipta dengan "image of God". Tentu yang dimaksud adalah bahwa manusia itu menggambarkan kesucian Ilahi atau fitrah Allah pada penciptaanNya.

Dan realita ini pulalah yang Allah sampaikan dalam Kalam-Nya di Surah Ar-Rum:30. "Dan hadapkanlah wajahmu kepada agama yang kurus itu. Tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah itu".

Oleh karena penciptaan manusia melibatkan kesucian Allah (wa nafakhna fiihi min ruuhina) maka agama yang hadir menuntun hidupnya juga sejalan dengan kefitrahan tersebut. Maka semua manusia tanpa kecuali berhak dan harus diperlakukan secara mulia dan terhormat secara sejajar. Ras dan warna kulit seseorang tidak menambah atau mengurangi kemuliaan itu. Karena kemuliaannya terletak pada fitrah yang sama pada semua.

Keempat, Islam juga menerima (embrace) kenyataan keragaman (diversity) manusia, tidak saja sebagai fakta sosial. Tapi lebih penting dari itu bahwa keragaman manusia adalah salah satu tanda kebesaran Allah SWT. Dengan kata lain, penerimaan keragaman manusia dan ciptaan secara umum adalah bagian dari keimanan umat. Menolaknya adalah penolakan kepada kebesaran Allah alias kekufuran.

Didapatkan dalam beberapa ayat Al-Qur'an yang menjelaskan tentang keputusan Allah menjadikan manusia ragam dalam hidupnya. Termasuk di dalamnya ragam ras, bahkan warna kulit.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1896 seconds (0.1#10.140)