Ada yang Bilang Walisongo Keturunan Cina, Benarkah?
loading...
A
A
A
Kalangan sejarawan sebagian besar meyakini bahwa Walisongo adalah keturunan Rasulullah SAW dan berasal dari Hadramaut atau Yaman. Sebagian lagi menyebut keturunan Samarkand (Asia Tengah), Champa, atau tempat lainnya yang menjadi perlintasan dakwah Islam yang ditekuni anak-cucu Nabi Muhammad.
Hanya saja, ada juga pendapat bahwa Walisongo atau setidak-tidaknya sebagian dari anggota Walisongo adalah keturunan Cina. Sejarawan yang menyatakan bahwa Walisongo keturunan Cina atau Thionghoa Muslim adalah Prof Slamet Muljana dalam buku "Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa".
Pemerintah Orde Baru melarang terbitnya buku tersebut karena mengundang kontroversi di tengah umat Islam.
Slamet Muljana berpendapat begitu setelah merujuk kepada tulisan Mangaraja Onggang Parlindungan, yang kemudian merujuk kepada seseorang yang bernama Resident Poortman. Nama terakhir ini hingga kini identitas dan kredibilitasnya sebagai sejarawan tak sebanding Snouck Hurgronje dan L.W.C. Van Den Berg, alias diragukan.
Martin Van Bruinessen, sejarawan Belanda masa kini yang banyak mengkaji sejarah Islam di Indonesia, bahkan tak sekali pun menyebut nama Poortman dalam buku-bukunya yang diakui sangat detail dan banyak dijadikan referensi.
Salah satu ulasan atas tulisan HJ De Graaf, Th.G.Th. Pigeaud, M.C. Ricklefs berjudul "Chinese Muslims in Java in The 15th and 16th Centuries" adalah yang ditulis oleh Russell Jones. Di sana, ia meragukan pula tentang keberadaan seorang Poortman. Bila orang itu ada dan bukan bernama lain, seharusnya dapat dengan mudah dibuktikan mengingat ceritanya yang cukup lengkap dalam tulisan Mangaraja Onggang Parlindungan.
Keturunan Hadramaut
Sementara itu, kebanyakan sejarawan menyebut Walisongo sebagian besar adalah kaum Sayyid atau Syarif (keturunan Nabi) berasal dari Hadramaut, Yaman. Ada pula yang menyebut keturunan Samarkand (Asia Tengah), Champa atau tempat lainnya, tapi bukan Cina.
Muhammad al-Baqir dalam bukunya "Thariqah Menuju Kebahagiaan", misalnya, mendukung bahwa Walisongo adalah keturunan Hadramaut (Yaman).
Selain itu, LWC Van Den Berg, Islamolog dan ahli hukum Belanda yang mengadakan riset pada 1884-1886, dalam bukunya "Le Hadhramout Et Les Colonies Arabes Dans L’archipel Indien" (1886) mengatakan bahwa penyiaran agama Islam (ke Indonesia) adalah dari para Sayyid atau Syarif.
"Dengan perantara mereka agama Islam tersiar di antara raja-raja Hindu di Jawa dan lainnya. Selain dari mereka ini, walaupun ada juga sukusuku lain Hadramaut --yang bukan golongan Sayyid atau Syarif-- tetapi mereka ini tidak meninggalkan pengaruh sebesar itu," tulisnya.
Menurut Van Den Berg, pada abad ke15, di Jawa sudah terdapat penduduk bangsa Arab atau keturunannya, yaitu sesudah masa kerajaan Majapahit yang kuat itu. Orangorang Arab bercampur dengan penduduk, dan sebagian mereka mempuyai jabatanjabatan tinggi. Mereka terikat dengan pergaulan dan kekeluargaan tingkat atas.
Rupanya pembesarpembesar Hindu di kepulauan Hindia telah terpengaruh oleh sifatsifat keahlian Arab, oleh karena sebagian besar mereka berketurunan Nabi Muhammad SAW.
"Orangorang Arab Hadramaut membawa kepada orangorang Hindu pikiran baru yang diteruskan oleh peranakan-peranakan Arab, mengikuti jejak nenek moyangnya,” tuturnya.
Pernyataan Van Den Berg secara lebih spesifik menyebut abad ke-15 sebagai abad kedatangan atau kelahiran sebagian besar Walisongo di pulau Jawa.
Abad ke-15 ini jauh lebih awal dari abad ke-18 yang merupakan saat kedatangan gelombang berikutnya, yaitu kaum Hadramaut yang bermarga Assegaf, Al-Habsyi, Al-Hadad, Alaydrus, Al-Attas, Al-Jufri, Syihab, Syahab, dan banyak marga Hadramaut lainnya.
Hingga kini umat Islam di Hadramaut sebagian besar bermadzhab Syafi’i, sama seperti mayoritas muslim di Sri langka, pesisir India Barat (Gujarat dan Malabar), Malaysia dan Indonesia.
Hal ini bisa dibandingkan dengan umat Islam di Uzbekistan dan seluruh Asia Tengah, Pakistan dan India pedalaman (non-pesisir) yang sebagian besar bermadzhab Hanafi.
Hanya saja, ada juga pendapat bahwa Walisongo atau setidak-tidaknya sebagian dari anggota Walisongo adalah keturunan Cina. Sejarawan yang menyatakan bahwa Walisongo keturunan Cina atau Thionghoa Muslim adalah Prof Slamet Muljana dalam buku "Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa".
Pemerintah Orde Baru melarang terbitnya buku tersebut karena mengundang kontroversi di tengah umat Islam.
Slamet Muljana berpendapat begitu setelah merujuk kepada tulisan Mangaraja Onggang Parlindungan, yang kemudian merujuk kepada seseorang yang bernama Resident Poortman. Nama terakhir ini hingga kini identitas dan kredibilitasnya sebagai sejarawan tak sebanding Snouck Hurgronje dan L.W.C. Van Den Berg, alias diragukan.
Martin Van Bruinessen, sejarawan Belanda masa kini yang banyak mengkaji sejarah Islam di Indonesia, bahkan tak sekali pun menyebut nama Poortman dalam buku-bukunya yang diakui sangat detail dan banyak dijadikan referensi.
Salah satu ulasan atas tulisan HJ De Graaf, Th.G.Th. Pigeaud, M.C. Ricklefs berjudul "Chinese Muslims in Java in The 15th and 16th Centuries" adalah yang ditulis oleh Russell Jones. Di sana, ia meragukan pula tentang keberadaan seorang Poortman. Bila orang itu ada dan bukan bernama lain, seharusnya dapat dengan mudah dibuktikan mengingat ceritanya yang cukup lengkap dalam tulisan Mangaraja Onggang Parlindungan.
Keturunan Hadramaut
Sementara itu, kebanyakan sejarawan menyebut Walisongo sebagian besar adalah kaum Sayyid atau Syarif (keturunan Nabi) berasal dari Hadramaut, Yaman. Ada pula yang menyebut keturunan Samarkand (Asia Tengah), Champa atau tempat lainnya, tapi bukan Cina.
Muhammad al-Baqir dalam bukunya "Thariqah Menuju Kebahagiaan", misalnya, mendukung bahwa Walisongo adalah keturunan Hadramaut (Yaman).
Selain itu, LWC Van Den Berg, Islamolog dan ahli hukum Belanda yang mengadakan riset pada 1884-1886, dalam bukunya "Le Hadhramout Et Les Colonies Arabes Dans L’archipel Indien" (1886) mengatakan bahwa penyiaran agama Islam (ke Indonesia) adalah dari para Sayyid atau Syarif.
"Dengan perantara mereka agama Islam tersiar di antara raja-raja Hindu di Jawa dan lainnya. Selain dari mereka ini, walaupun ada juga sukusuku lain Hadramaut --yang bukan golongan Sayyid atau Syarif-- tetapi mereka ini tidak meninggalkan pengaruh sebesar itu," tulisnya.
Menurut Van Den Berg, pada abad ke15, di Jawa sudah terdapat penduduk bangsa Arab atau keturunannya, yaitu sesudah masa kerajaan Majapahit yang kuat itu. Orangorang Arab bercampur dengan penduduk, dan sebagian mereka mempuyai jabatanjabatan tinggi. Mereka terikat dengan pergaulan dan kekeluargaan tingkat atas.
Rupanya pembesarpembesar Hindu di kepulauan Hindia telah terpengaruh oleh sifatsifat keahlian Arab, oleh karena sebagian besar mereka berketurunan Nabi Muhammad SAW.
"Orangorang Arab Hadramaut membawa kepada orangorang Hindu pikiran baru yang diteruskan oleh peranakan-peranakan Arab, mengikuti jejak nenek moyangnya,” tuturnya.
Pernyataan Van Den Berg secara lebih spesifik menyebut abad ke-15 sebagai abad kedatangan atau kelahiran sebagian besar Walisongo di pulau Jawa.
Abad ke-15 ini jauh lebih awal dari abad ke-18 yang merupakan saat kedatangan gelombang berikutnya, yaitu kaum Hadramaut yang bermarga Assegaf, Al-Habsyi, Al-Hadad, Alaydrus, Al-Attas, Al-Jufri, Syihab, Syahab, dan banyak marga Hadramaut lainnya.
Hingga kini umat Islam di Hadramaut sebagian besar bermadzhab Syafi’i, sama seperti mayoritas muslim di Sri langka, pesisir India Barat (Gujarat dan Malabar), Malaysia dan Indonesia.
Hal ini bisa dibandingkan dengan umat Islam di Uzbekistan dan seluruh Asia Tengah, Pakistan dan India pedalaman (non-pesisir) yang sebagian besar bermadzhab Hanafi.