Kisah Muhammad Al-Hanafiyah, Putra Ali Bin Abu Thalib yang Jago Berkelahi

Kamis, 05 Mei 2022 - 18:24 WIB
loading...
Kisah Muhammad Al-Hanafiyah,...
Muhammad Al-Hanafiah dikenal sering dikirim dalam berbagai pertempuran. Foto/Ilustrasi: Ist
A A A
Suatu ketika terjadi perselisihan dan menyebabkan saling menjauh antara Muhammad Al-Hanafiyah dengan kakaknya Hasan bin Ali . Kemudinan Muhammad Al-Hanafiyah menulis surat kepada Hasan sebagai berikut:

“Sesungguhnya Allah memberikan keutamaan kepada Anda melebihi diriku. Ibumu adalah Fathimah binti Muhammad bin Abdillah, sedangkan ibuku adalah wanita dari Bani Hanifah. Kakekmu dari jalur ibu adalah Rasulullah pilihan-Nya, sedang kakekku dari jalur ibu adalah Ja’far bin Qais.”

“Jika suratku ini sampai kepada Anda, saya berharap Anda berkenan datang kemari dan berdamai, agar Anda tetap lebih utama dariku dalam segala hal…” sesampainya surat tersebut, Hasan bergegas mendatangi rumahnya untuk menjalin perdamaian.

Siapakah gerangan pemuda yang santun, cerdas dan bijak yang bernama Muhammad Al-Hanafiyah ini?



Kita awali kisah ini dari detik-detik akhir kehidupan Rasulullah SAW. Dr Abdurrahman Ra’fat Basya dalam “ Mereka Adalah Para Tabi’in ” menceritakan, suatu hari, Ali bin Abi Thalib duduk bersama Rasulullah dan berkata, “Wahai Rasulullah, seandainya saya punya anak lagi setelah Anda tiada, bolehkah saya memberi nama anakku dengan nama Anda dan saya berikan kunyah (julukan) dengan kunyah Anda (yakni Abu Al-Qasim)?”

Nabi bersabda, “Boleh.”

Waktu bergulir hingga akhirnya Nabi SAW wafat dan beberapa waktu kemudian disusul putrinya, Fathimah yang merupakan ibunda Hasan dan Husein. Setelah itu Ali bin Abi Thalib menikah lagi dengan seorang wanita dari Bani Hanifah bernama Khaulah binti Ja’far bin Qais Al-Hanafiyah.

Perkawinan itu melahirkan seorang bayi laki-laki yang diberi nama Muhammad dan diberi julukan Abu Al-Qasim dengan restu dari Rasulullah SAW sebelumnya. Namun demikian orang-orang terbiasa memanggilnya Muhammad Al-Hanafiyyah untuk membedakan dari kedua saudaranya, Hasan dan Husain. Nama itulah yang banyak dikenal sejarah.

Muhammad Al-Hanafiyyah lahir pada akhir masa khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq. Beliau tumbuh dan dibesarkan di bawah bimbingan sang ayah, Ali bin Abi Thalib. Dari ayahnya itu ia mewarisi ketekunan ibadahnya, sifat zuhud, keberanian dan kekuatannya di samping kefasihan lidahnya.

Siang hari, beliau menjadi pahlawan di medan perang dan menjadi tokoh dalam jajaran para ulama. Di malam hari beliau adalah rahib di saat mata manusia tidur terlelap.

Ayah beliau telah menggemblengnya di tengah kancah peperangan yang diikutinya. Dipikulkan kepadanya beban-beban berat yang tidak pernah dipikulkan kepada kedua saudara-saudaranya, Hasan dan Husain. Dengan demikian, dia tidak pernah malas atau lemah semangatnya.

Beliau pernah ditanya, “Mengapa Anda selalu diterjunkan ke medan-medan yang berbahaya dan memikul beban melebihi kedua kakakmu, Hasan dan Husain?”

Dengan tawadhu’ beliau menjawab, “Sebab, kedua kakakku ibarat kedua mata ayahku, sedangkan kedudukanku adalah ibarat kedua tangannya. Maka ayah menjaga kedua matanya dengan kedua tangannya.”



Ketika terjadi perang Shiffin yang meletus antara kelompok Ali bin Abi Thalib dengan kelompok Muawiyah bin Abi Sofyan, Muhammad Al-Hanafiyah memegang panji-panji ayahnya.

Tatkala perang berkobar, korban berjatuhan dari kedua belah pihak. Terjadilah suatu peristiwa yang kemudian diriwayatkan sendiri olehnya. Beliau menuturkan kejadiannya:

“Ketika berada di Shiffin kami bertempur melawan sahabat sendiri, Muawiyah. Kami saling bunuh, hingga kami menduga tidak akan ada lagi yang tersisa dari kami ataupun mereka. Aku menjadi sedih dan gelisah karenanya.”

“Tiba-tiba aku mendengar suara teriakan dari belakangku, ‘Wahai saudara-saudara muslimin…ingat Allah…Allah…wahai saudara muslimin untuk siapa lagikah wanita dan anak-anak kita? Untuk siapa agama dan kehormatan ini? Siapakah nanti yang akan menghadapi Romawi dan golongan orang Dailam?..Wahai saudara-saudara muslimin…Allah…Allah, sisakan orang dari kalian, wahai saudara-saudara muslimin…!’

Seketika itu aku tersadar dan berjanji tidak akan mengangkat dan menghunus senjata lagi melawan seorang muslim pun sejak hari itu…”
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4464 seconds (0.1#10.140)