Kisah Tabiin Cerdas Iyas Bin Mu’awiyah Al-Muzanni
loading...
A
A
A
Iyas bin Mu’awiyah bin Qurrah al-Muzanni , lahir pada tahun 46 H di daerah Yamamah Najed. Kemudian beliau berpindah ke Bashrah beserta seluruh keluarganya. Menurut Dr Abdurrahman Ra'fat Basya dalam Mereka adalah Para Tabiin , di sanalah beliau tumbuh berkembang dan belajar. Beliau sering mondar-mandir ke Damaskus saat masih belia, tentunya untuk menimba ilmu dari sisa-sisa sahabat yang mulia dan tokoh-tokoh tabi’in yang agung. (
)
Tatkala Iyas masih muda, saat berada di Damaskus, beliau pernah bersengketa dengan salah seorang tua penduduk kota tersebut tentang suatu hak kepemilikan. Setelah putus asa menyelesaikan dengan satu argumen, maka masalah tersebut dibawa ke pengadilan.
Ketika keduanya telah berada di depan hakim, Iyas mengemukakan argumennya dengan suara lantang kepada rivalnya. Lalu di tegur oleh hakim, “Rendahkanlah suaramu wahai anak! Karena lawanmu adalah seorang yang besar baik secara usia maupun kedudukannya,” tegur Hakim.
“Akan tetapi kebenaran lebih besar dari dia,” Iyas berkilah.
“Diam!” kata Hakim dengan marah.
“Siapakah yang akan mengemukakan alasanku, jika aku diam?” balas Iyas.
“Aku tidak mendapatkan semua keteranganmu sejak masuk majelis ini selain kebathilan,” ujar Hakim.
“Laa ilaaha illallaahu wahdahu laa syariikalahu, jujurlah, apakah kata-kataku haq ataukah batil?” balas Iyas lagi.
“Benar! Demi Rabb-ul Ka’bah. Benar!” kata Hakim kemudian.
Pemimpin Muda
Semangat Putra al-Muzanni ini semakin membara untuk memperdalam ilmu. Hingga akhirnya sampailah pada suatu titik menakjubkan yang dikehendaki Allah. Sehingga orang-orang tua pun menaruh hormat kepadanya, belajar darinya meskipun beliau masih sangat belia.
Pada suatu tahun, ketika Abdul Malik bin Marwan mengunjungi Bashrah sebelum menjadi Khalifah, dia melihat Iyas yang masih remaja dan belum tumbuh kumisnya berada paling depan sebagai pemimpin, sedangkan di belakangnya ada empat orang qurra’ (penghafal al-Qur’an) yang sudah berjenggot panjang dan memakai pakaian resmi berwarna hijau.
“Celaka benar orang-orang berjenggot ini, apakah di sini tidak ada lagi orang tua yang bisa memimpin, sampai anak sekecil ini dijadikan pemimpin mereka?” ujar Abdul Malik, lalu menoleh kepada Iyas dan bertanya, “Berapa usiamu wahai anak muda?”
“Usiaku sama dengan usia Usamah bin Zaid saat diangkat oleh Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasalam sebagai panglima pasukan yang di dalamnya ada Abu Bakar dan Umar wahai Amir –semoga Allah memanjangkan umur Anda.”
“Kemari, kemarilah wahai anak muda, semoga Allah memberkatimu,” sambut Abdul Malik kemudian.
Melihat Hilal
Di suatu tahun, orang-orang keluar untuk mencari Hilal Ramadhan dipimpin langsung oleh sahabat utama Anas bin Malik al-Anshari. Ketika itu beliau telah berusia senja dan hampir mencapai umur 100 tahun.
Tatkala Iyas masih muda, saat berada di Damaskus, beliau pernah bersengketa dengan salah seorang tua penduduk kota tersebut tentang suatu hak kepemilikan. Setelah putus asa menyelesaikan dengan satu argumen, maka masalah tersebut dibawa ke pengadilan.
Ketika keduanya telah berada di depan hakim, Iyas mengemukakan argumennya dengan suara lantang kepada rivalnya. Lalu di tegur oleh hakim, “Rendahkanlah suaramu wahai anak! Karena lawanmu adalah seorang yang besar baik secara usia maupun kedudukannya,” tegur Hakim.
“Akan tetapi kebenaran lebih besar dari dia,” Iyas berkilah.
“Diam!” kata Hakim dengan marah.
“Siapakah yang akan mengemukakan alasanku, jika aku diam?” balas Iyas.
“Aku tidak mendapatkan semua keteranganmu sejak masuk majelis ini selain kebathilan,” ujar Hakim.
“Laa ilaaha illallaahu wahdahu laa syariikalahu, jujurlah, apakah kata-kataku haq ataukah batil?” balas Iyas lagi.
“Benar! Demi Rabb-ul Ka’bah. Benar!” kata Hakim kemudian.
Pemimpin Muda
Semangat Putra al-Muzanni ini semakin membara untuk memperdalam ilmu. Hingga akhirnya sampailah pada suatu titik menakjubkan yang dikehendaki Allah. Sehingga orang-orang tua pun menaruh hormat kepadanya, belajar darinya meskipun beliau masih sangat belia.
Pada suatu tahun, ketika Abdul Malik bin Marwan mengunjungi Bashrah sebelum menjadi Khalifah, dia melihat Iyas yang masih remaja dan belum tumbuh kumisnya berada paling depan sebagai pemimpin, sedangkan di belakangnya ada empat orang qurra’ (penghafal al-Qur’an) yang sudah berjenggot panjang dan memakai pakaian resmi berwarna hijau.
“Celaka benar orang-orang berjenggot ini, apakah di sini tidak ada lagi orang tua yang bisa memimpin, sampai anak sekecil ini dijadikan pemimpin mereka?” ujar Abdul Malik, lalu menoleh kepada Iyas dan bertanya, “Berapa usiamu wahai anak muda?”
“Usiaku sama dengan usia Usamah bin Zaid saat diangkat oleh Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasalam sebagai panglima pasukan yang di dalamnya ada Abu Bakar dan Umar wahai Amir –semoga Allah memanjangkan umur Anda.”
“Kemari, kemarilah wahai anak muda, semoga Allah memberkatimu,” sambut Abdul Malik kemudian.
Melihat Hilal
Di suatu tahun, orang-orang keluar untuk mencari Hilal Ramadhan dipimpin langsung oleh sahabat utama Anas bin Malik al-Anshari. Ketika itu beliau telah berusia senja dan hampir mencapai umur 100 tahun.