Mengapa Melakukan Ibadah dengan Niat Duniawi Dilarang? Begini Penjelasannya

Senin, 09 Mei 2022 - 18:07 WIB
loading...
Mengapa Melakukan Ibadah dengan Niat Duniawi Dilarang? Begini Penjelasannya
Barangsiapa yang menginginkan dengan amal kebaikannya selain wajah Allah, meniatkan sesuatu selain untuk mendekatkan diri kepada-Nya, maka sungguh dia telah berbuat syirik dalam niat dan keinginannya. Foto ilustrasi/ist
A A A
Berbicara tentang niat yang ikhlas berarti membahas suatu amalan hati yang paling berat untuk dilakukan seorang manusia, karena besarnya dominasi ambisi nafsu manusia yang sangat bertentangan dengan keikhlasan dalam niat, kecuali bagi orang-orang beriman yang diberi kemudahan oleh Allah Ta’aladalam semua kebaikan.

Ulama Imam Sahl bin Abdullah at-Tustari berkata: Tidak ada sesuatupun yang paling berat bagi nafsu manusia melebihi keikhlasan karena pada keikhlasan tidak ada bagian untuk nafsu.”

Semakna dengan ucapan di atas, Imam Sufyan bin Sa’id ats-Tsauri berkata: Tidaklah aku berusaha memperbaiki sesuatu (dalam diriku) yang lebih sulit bagiku daripada (memperbaiki) niatku (supaya ikhlas).”


Imam Ibnul Qayyim menggambarkan hal ini dalam ucapan beliau: Adapun kesyirikan (penyimpangan) dalam niat dan keinginan (manusia) maka itu (ibaratnya seperti) lautan (luas) yang tidak bertepi dan sangat sedikit orang yang selamat dari penyimpangan tersebut.

Ustad Ustadz Abdullah Taslim, menukil dari Ibnu Rajab dalam buku Jaamii'ul uluumi walaupun Hakam, menjelaskan, maka barangsiapa yang menginginkan dengan amal kebaikannya selain wajah Allah, meniatkan sesuatu selain untuk mendekatkan diri kepada-Nya, atau selain mencari pahala dari-Nya maka sungguh dia telah berbuat syirik dalam niat dan keinginannya. Ikhlas adalah dengan seorang hamba mengikhlaskan untuk Allah (semata) semua ucapan, perbuatan, keinginan dan niatnya.”.

Termasuk penyimpangan niat yang banyak menimpa manusia dan menodai kesucian ibadah mereka, selain perbuatan riya’, adalah terselipnya niat dan keinginan duniawi pada amal ibadah yang dikerjakan manusia. Ini termasuk bentuk kesyirikan yang bisa menodai bahkan merusak amal kebaikan seorang hamba.

Allah Ta’alaberfirman:

مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لا يُبْخَسُونَ. أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الآخِرَةِ إِلا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ


"Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka balasan amal perbuatan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Merekalah orang-orang yang di akhirat (kelak) tidak akan memperoleh (balasan) kecuali neraka dan lenyaplah apa (amal kebaikan) yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka lakukan” (QS Huud: 15-16).

Ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa amal shaleh yang dilakukan dengan niat duniawi adalah termasuk perbuatan syirik yang bisa merusak kesempurnaan tauhid yang semestinya dijaga dan perbuatan ini bisa menggugurkan amal kebaikan.

Bahkan perbuatan ini lebih buruk dari perbuatan riya’ (memperlihatkan amal shaleh untuk mendapatkan pujian dan sanjungan), karena seorang yang menginginkan dunia dengan amal shaleh yang dilakukannya, terkadang keinginannya itu menguasai niatnya dalam meyoritas amal shaleh yang dilakukannya. Ini berbeda dengan perbuatan riya’, karena riya’ biasanya hanya terjadi pada amal tertentu dan bukan pada mayoritas amal, itupun tidak terus-menerus. Meskipun demikian, orang yang yang beriman tentu harus mewaspadai semua keburukan tersebut."



Wallahu A'lam
(wid)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1766 seconds (0.1#10.140)