Hukum Menjadi Seorang Vegetarian Dalam Islam

Senin, 06 Juni 2022 - 18:00 WIB
loading...
Hukum Menjadi Seorang Vegetarian Dalam Islam
Dalam Islam memilih sesuatu sangat tergantung pada niatnya, begitu juga ketika memilih menjadi vegetarian. Bila karena alasan kesehatan, menjadi vegetarian tidak menjadi masalah. Foto ilustrasi/istimewa
A A A
Bagaimana hukum menjadi seorang vegetarian ? Dalam Islam, memilih sesuatu sangat tergantung dari niat ketika melakukannya. Jika seseorang menjadi vegetarian dengan alasan kesehatan atau penyembuhan penyakit, maka boleh melakukannya.

“Namun, bila tujuannya karena alasan sangat menyayangi binatang, apakah dirinya lebih penyayang dari Allah yang Maha Penyayang? Dan Allah juga memerintahkan kaum Muslimin untuk menyembelih hewan yang halal dan memakan dagingnya, sebagaimana perintah kurban (QS Al-Kautsar : 2),” ujar Ustadz Sigit Pranowo Lc, dai yang rutin mengisi berbagai kajian di Tanah Air.

Menurutnya, apabila tujuan menjadi vegetarian adalah mengharamkan apa-apa yang dihalalkan Allah baginya, maka ia berdosa. Ini berdasarkan firman Allah Ta'ala :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تُحَرِّمُوا۟ طَيِّبَٰتِ مَآ أَحَلَّ ٱللَّهُ لَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوٓا۟ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلْمُعْتَدِينَ


“Wahai orang-orang yang beriman janganlah kamu mengharamkan yang baik-baik dari apa-apa yang dihalalkan Allah bagimu dan janganlah melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas,” (QS Al-Maidah : 87).


Meskipun telah jelas dalil-dalil tentang tidak haramnya binatang ternak, ada baiknya kita juga mengetahui alasan lain mengapa menjadi seorang vegetarian juga termasuk hal besar yang terlarang dalam agama. Berikut beberapa alasannya, yakni:

1. Dapat dihukumi keluar dari Islam (kafir)

Hal ini dikarenakan seorang vegetarian telah mengharamkan sesuatu yang telah dihalalkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dengan demikian, seorang vegetarian telah membuat hukum baru yang bertentangan dengan syari’at.

Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ هَلُمَّ شُهَدَاءَكُمُ الَّذِينَ يَشْهَدُونَ أَنَّ اللَّهَ حَرَّمَ هَذَا فَإِنْ شَهِدُوا فَلا تَشْهَدْ مَعَهُمْ وَلا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَالَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ بِالآخِرَةِ وَهُمْ بِرَبِّهِمْ يَعْدِلُونَ


“Bawalah ke mari saksi-saksi kamu yang dapat mempersaksikan bahwasanya Allah telah mengharamkan (makanan yang kamu) haramkan ini.” Jika mereka mempersaksikan, maka janganlah kamu ikut (pula) menjadi saksi bersama mereka; dan janganlah kamu mengikuti hawa hafsu orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, sedang mereka mempersekutukan Rabb mereka. (QS. Al-An’am : 150)

Syaikh Abdurrahman As Sa’di menjelaskan tafsir ayat ini, bahwa ada dua kemungkinan ketika seseorang diminta untuk mendatangkan dalil/alasan ketika mereka mengharamkan apa yang Allah halalkan. Kemungkinan pertama adalah mereka tidak dapat mendatangkan dalil .

Hal ini menunjukkan batilnya apa yang mereka serukan. Kemungkinan kedua bahwa mereka mendatangkan alasan yang merupakan kedustaan. Tentu saja persaksian mereka ini tidak diterima. Dan ini bukanlah termasuk perkara dimana sah seorang yang adil untuk bersaksi dengannya. Oleh karena itulah Allah memerintahkan kita untuk tidak mengikuti persaksian mereka. (Taisirul Karimirrohman)


2. Menyerupai orang kafir

Tahukah Anda, bahwa banyak sekali hadis dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam yang memerintahkan kita untuk menyelisihi orang kafir? Sampai-sampai ada seorang Yahudi yang mengatakan, “Apa yang diinginkan laki-laki ini? Tidak ada satupun urusan kita kecuali ia pasti menyelisihi kita di dalamnya.” (HR. Muslim)

Dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang yang penuh lika-liku, pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sabahat) berkata ‘wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nasrani?’ beliau menjawab, ‘Lantas siapa lagi?”

3. Mengingkari nikmat Allah

Daging, susu, telur atau hasil makanan lain yang didapatkan merupakan kenikmatan yang Allah berikan pada hamba-Nya.

وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلالا طَيِّبًا وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ


“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.” (QS. Al Maidah : 88)
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1848 seconds (0.1#10.140)