Cara Nabi Ibrahim dan Ismail Membangun Kakbah, Kiblat Umat Muslim di Dunia
loading...
A
A
A
Kakbah (كعبة) adalah rumah ibadah pertama yang dibangun untuk manusia dan menjadi kiblat sholat bagi umat muslim di dunia. Bangunan persegi empat ini terletak di Masjidil Haram Mekkah.
Selain menjadi kiblat sholat, Kakbah adalah tempat yang tidak terpisahkan dari aktivitas jamaah Haji maupun umrah. Setiap orang yang menunaikan Haji wajib mengelilingi Kakbah (Thawaf) tujuh kali putaran sebagai bagian dari rukun haji.
Siapakah yang pertama kali membangun Kakbah? Selain disebut Baitullah, Kakbah juga disebut dengan Baitul Haram (rumah suci), Baitul Atiq (rumah tua), dan Awalul Bait (rumah pertama).
Menurut Al-Qur'an dan beberapa riwayat, orang pertama yang diperintahkan membangun Kakbah adalah Nabi Ibrahim dan Ismail 'alaihimussalam. Namun, sebagian riwayat mengatakan Kakbah sudah ada pada masa Nabi Adam dan bahkan sebelum beliau.
Syaikh Maulana Muhammad Zakariyya Al-Kandahlawi Raha dalam Kitabnya "Fadhilah Haji" mengatakan, ulama berbeda pendapat mengenai orang pertama yang membangun Ka'bah, apakah Nabi Adam atau para Malaikat. Sebagian ulama mengatakan bahwa penciptaan bumi bermula dari tempat berdirinya Kakbah sekarang ini.
Adapun prosesnya, pertama-tama hanya ada air. Kemudian muncul bentuk buih di atas air, dan garis adalah bagian bumi yang lain dihamparkan. Akan tetapi, bangunan itu diangkat ketika terjadi banjir besar pada zaman Nabi Nuh.
Setelah itu, Nabi Ibrahim dan Ismail diperintahkan membangunnya kembali. Syaikh Maulana menyampaikan firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 127: "Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan pondasi Baitullah bersama Ismail, (seraya berdoa), "Ya Tuhan kami, terimalah (amal) dari kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui."
Disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir, yang mula-mula membangun Ka'bah adalah para Malaikat. Hal ini diriwayatkan melalui Abu Ja'far Al-Baqir, yaitu Muhammad ibnu Ali ibnul Husain. Imam Qurtubi mengetengahkan riwayat tersebut tetapi di dalamnya terkandung garabah (keanehan).
Pendapat lain menyebutkan, orang yang mula-mula membangun Ka'bah adalah Nabi Adam. Demikian menurut riwayat Abdur. Disebutkan bahwa Nabi Adam mula-mula membangunnya dari lima buah gunung, yaitu dari Gunung Hira, Gunung Tursina, Gunung Tur Zaitan, Gunung Libanon, dan Gunung Al-Judi. Akan tetapi, riwayat ini garib sekali.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Ka'b Al-Ahbar dan Qatadah, dari Wahb ibnu Munabbih, bahwa orang yang mula-mula membangunnya ialah Nabi Syits. Kebanyakan orang-orang yang mengetengahkan riwayat ini mengambil sumber dari kitab-kitab kaum ahli kitab. Hal tersebut tentu tidak boleh dibenarkan, tidak boleh didustakan, tidak boleh pula dijadikan sebagai pegangan.
Cara Nabi Ibrahim dan Ismail Membangun Kakbah
Al-Qur'an memang tidak menyebutkan sifat detail fisik Kakbah. Namun, kita perlu mengetahui bagaimana cara Nabi Ibrahim dan Ismail membangun rumah suci ini.
Untuk diketahui, bagian Kakbah terdiri dari Hajar Aswad, pintu Ka'bah, pancuran emas atau saluran air (Mizab), Syazarawan (pembatas), Hijir Ismail, Multazam, Maqam Nabi Ibrahim, sudut Kakbah (Rukun Yamani, Syami dan Iraqi). Bangunan ini diselimuti kain kiswah berwarna hitam yang setiap musim haji diganti oleh Kerajaan Saudi sebagai penjaga dua kota suci.
Dikisahkan, Mekkah dulunya lembah yang tandus, tidak ada manusia menghuni daerah ini dan juga tidak ada mata air. Nabi Ibrahim meninggalkan istri (Ibunda hajar) dan anaknya (Ismail) di lembah ini dengan hanya berbekal tempat makanan yang berisi kurma dan gentong berisi air.
Allah menganugerahkan air keluar dari sumur Zamzam setelah Ibunda Hajar bersusah payah lari bolak balik mencari air dari Bukit Safa dan Marwah (sejarah diperintahkannya Sa'i). Ibunda Hajar pun meminum air Zamzam itu dan menyusui anaknya Ismail. Ketika itu Malaikat datang dan berkata kepadanya: "Janganlah kamu takut tersia-siakan. Sesungguhnya di sini terdapat sebuah rumah milik Allah yang kelak akan dibangun oleh anak ini dan ayahnya. Sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan penduduk rumah ini."
Tersebutlah bahwa rumah itu (Baitullah) masih berupa tanah yang menonjol ke atas mirip dengan gundukan tanah (bukit kecil). Apabila datang banjir, maka air mengalir ke sebelah kanan dan kirinya.
Disebutkan, Nabi Ibrahim membangun Baitullah sebelum meninggalkan keduanya (Ibunda Hajar dan anaknya). Namun, dilakukan Nabi Ibrahim hanyalah semata-mata untuk memelihara batasan-batasannya. Dengan kata lain, awalnya Nabi Ibrahim hanya membuat patok-patoknya saja, bukan membangunnya sampai tinggi.
Ketika Ismail besar, keduanya membangun Kakbah secara bersama-sama, seperti yang disebutkan dalam Al-Qur'an (Surat Al-Baqarah ayat 125-128).
Dari Khalid ibnu Ur'urah, pernah ada seorang lelaki menghadap kepada Sayyidina Ali, lalu berkata: "Ceritakanlah kepadaku kisah Baitullah, apakah Baitullah merupakan rumah (rumah ibadah) yang pertama kali dibangun di muka bumi ini?"
Ali karamallahu wajhah menjawab: "Tidak, tetapi Baitullah adalah rumah yang mula-mula dibangun dalam keberkatan, padanya terdapat maqam Ibrahim; dan barang siapa memasukinya, menjadi amanlah dia. Jika kamu suka, maka akan kuceritakan kepadamu bagaimana asal mula pembangunannya."
Ali melanjutkan kisahnya, bahwa sesungguhnya Allah menurunkan wahyu-Nya kepada Ibrahim. "Bangunkanlah sebuah rumah di bumi untuk-Ku!" Tetapi Ibrahim mendapat kesulitan besar untuk merealisasikannya. Lalu Allah mengirimkan sakinah, yaitu angin yang berputar. Angin ini mempunyai dua kepada (putaran); yang satu mengikuti yang lainnya, hingga sampailah keduanya di Mekkah.
Ketika sampai di Mekkah, angin tersebut membentuk lingkaran di tempat Baitullah seperti lingkaran sebuah perisai. Kemudian Allah memerintahkan kepada Ibrahim untuk membangun Baitullah di tempat angin sakinah itu berhenti.
Ibrahim membangun Baitullah hingga yang tertinggal hanyalah sebuah batu. Lalu Ismail pergi mencari sesuatu dan Ibrahim berkata kepada anaknya itu: "Carikanlah sebuah batu seperti apa yang aku perintahkan." Ismail berangkat untuk mencarikan sebuah batu bagi Ibrahim, lalu ia datang membawa batu tersebut, tetapi ia menjumpai Hajar Aswad telah terpasang di tempat tersebut.
Maka ia bertanya: "Hai ayahku, siapakah yang mendatangkan batu ini kepadamu?" Ibrahim menjawab: "Batu ini didatangkan kepadaku oleh seseorang yang tidak mengandalkan peran sertamu."
Malaikat Jibril mendatangkan batu itu dari langit, lalu Ibrahim menyempurnakan bangunannya. Riwayat lain menceritakan, Malaikat Jibril datang kepada Ibrahim dengan membawa Hajar Aswad dari India. Pada mulanya Hajar Aswad berwama putih. Ia adalah batu Yaqut berwana putih seperti bunga Sagamah (putih bersih). Pada mulanya batu itu dibawa oleh Nabi Adam dari surga ketika diturunkan ke bumi, lalu batu itu menjadi hitam karena dosa-dosa manusia.
Ketika bangunan Kakbah makin tinggi, Nabi Ibrahim yang berusia lanjut merasa lemah untuk mengangkat batu. Maka beliau berdiri di atas batu atau dikenal dengan Maqam Ibrahim yaitu batu tempat pijakan kaki Nabi Ibrahim saat membangun Kakbah. Sedangkan Ismail memberikan batu-batu itu kepadanya. Keduanya bekerja seraya mengucapkan doa berikut: "Ya Tuhan kami, terimalah dari kami (amalan kami). Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (Al-Baqarah: 127)
Bangunan Kakbah masih tetap utuh hingga terjadi peristiwa kebakaran pada awal pemerintahan Abdullah ibnu Zubair, yaitu sesudah Tahun 60 Hijriyah di akhir masa kekuasaan Yazid ibnu Mu'awiyah. Pada masa Abdullah ibnu Zubair, Kakbah dibongkar kemudian dibangun kembali sesuai fondasi Nabi Ibrahim dan memasukkan Hijir Ismail ke dalamnya, serta membuat dua buah pintu yang dekat dengan tanah, yaitu pintu sebelah timur dan sebelah barat.
Sampai saat ini Kakbah tetap dalam keadaan utuh. Nabi mengabarkan suatu masa nanti Kakbah akan dirusak oleh orang-orang Habsyah yang berkaki pengkor, seperti yang disebutkan di dalam Kitab Sahihan, dari sahabat Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda: "Kelak Kakbah akan dirusak oleh Suwaiqataini (orang-orang yang berkaki pengkor) dari kalangan orang-orang Habsyah."
Wallahu A'lam
Selain menjadi kiblat sholat, Kakbah adalah tempat yang tidak terpisahkan dari aktivitas jamaah Haji maupun umrah. Setiap orang yang menunaikan Haji wajib mengelilingi Kakbah (Thawaf) tujuh kali putaran sebagai bagian dari rukun haji.
Siapakah yang pertama kali membangun Kakbah? Selain disebut Baitullah, Kakbah juga disebut dengan Baitul Haram (rumah suci), Baitul Atiq (rumah tua), dan Awalul Bait (rumah pertama).
Menurut Al-Qur'an dan beberapa riwayat, orang pertama yang diperintahkan membangun Kakbah adalah Nabi Ibrahim dan Ismail 'alaihimussalam. Namun, sebagian riwayat mengatakan Kakbah sudah ada pada masa Nabi Adam dan bahkan sebelum beliau.
Syaikh Maulana Muhammad Zakariyya Al-Kandahlawi Raha dalam Kitabnya "Fadhilah Haji" mengatakan, ulama berbeda pendapat mengenai orang pertama yang membangun Ka'bah, apakah Nabi Adam atau para Malaikat. Sebagian ulama mengatakan bahwa penciptaan bumi bermula dari tempat berdirinya Kakbah sekarang ini.
Adapun prosesnya, pertama-tama hanya ada air. Kemudian muncul bentuk buih di atas air, dan garis adalah bagian bumi yang lain dihamparkan. Akan tetapi, bangunan itu diangkat ketika terjadi banjir besar pada zaman Nabi Nuh.
Setelah itu, Nabi Ibrahim dan Ismail diperintahkan membangunnya kembali. Syaikh Maulana menyampaikan firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 127: "Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan pondasi Baitullah bersama Ismail, (seraya berdoa), "Ya Tuhan kami, terimalah (amal) dari kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui."
Disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir, yang mula-mula membangun Ka'bah adalah para Malaikat. Hal ini diriwayatkan melalui Abu Ja'far Al-Baqir, yaitu Muhammad ibnu Ali ibnul Husain. Imam Qurtubi mengetengahkan riwayat tersebut tetapi di dalamnya terkandung garabah (keanehan).
Pendapat lain menyebutkan, orang yang mula-mula membangun Ka'bah adalah Nabi Adam. Demikian menurut riwayat Abdur. Disebutkan bahwa Nabi Adam mula-mula membangunnya dari lima buah gunung, yaitu dari Gunung Hira, Gunung Tursina, Gunung Tur Zaitan, Gunung Libanon, dan Gunung Al-Judi. Akan tetapi, riwayat ini garib sekali.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Ka'b Al-Ahbar dan Qatadah, dari Wahb ibnu Munabbih, bahwa orang yang mula-mula membangunnya ialah Nabi Syits. Kebanyakan orang-orang yang mengetengahkan riwayat ini mengambil sumber dari kitab-kitab kaum ahli kitab. Hal tersebut tentu tidak boleh dibenarkan, tidak boleh didustakan, tidak boleh pula dijadikan sebagai pegangan.
Cara Nabi Ibrahim dan Ismail Membangun Kakbah
Al-Qur'an memang tidak menyebutkan sifat detail fisik Kakbah. Namun, kita perlu mengetahui bagaimana cara Nabi Ibrahim dan Ismail membangun rumah suci ini.
Untuk diketahui, bagian Kakbah terdiri dari Hajar Aswad, pintu Ka'bah, pancuran emas atau saluran air (Mizab), Syazarawan (pembatas), Hijir Ismail, Multazam, Maqam Nabi Ibrahim, sudut Kakbah (Rukun Yamani, Syami dan Iraqi). Bangunan ini diselimuti kain kiswah berwarna hitam yang setiap musim haji diganti oleh Kerajaan Saudi sebagai penjaga dua kota suci.
Dikisahkan, Mekkah dulunya lembah yang tandus, tidak ada manusia menghuni daerah ini dan juga tidak ada mata air. Nabi Ibrahim meninggalkan istri (Ibunda hajar) dan anaknya (Ismail) di lembah ini dengan hanya berbekal tempat makanan yang berisi kurma dan gentong berisi air.
Allah menganugerahkan air keluar dari sumur Zamzam setelah Ibunda Hajar bersusah payah lari bolak balik mencari air dari Bukit Safa dan Marwah (sejarah diperintahkannya Sa'i). Ibunda Hajar pun meminum air Zamzam itu dan menyusui anaknya Ismail. Ketika itu Malaikat datang dan berkata kepadanya: "Janganlah kamu takut tersia-siakan. Sesungguhnya di sini terdapat sebuah rumah milik Allah yang kelak akan dibangun oleh anak ini dan ayahnya. Sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan penduduk rumah ini."
Tersebutlah bahwa rumah itu (Baitullah) masih berupa tanah yang menonjol ke atas mirip dengan gundukan tanah (bukit kecil). Apabila datang banjir, maka air mengalir ke sebelah kanan dan kirinya.
Disebutkan, Nabi Ibrahim membangun Baitullah sebelum meninggalkan keduanya (Ibunda Hajar dan anaknya). Namun, dilakukan Nabi Ibrahim hanyalah semata-mata untuk memelihara batasan-batasannya. Dengan kata lain, awalnya Nabi Ibrahim hanya membuat patok-patoknya saja, bukan membangunnya sampai tinggi.
Ketika Ismail besar, keduanya membangun Kakbah secara bersama-sama, seperti yang disebutkan dalam Al-Qur'an (Surat Al-Baqarah ayat 125-128).
Dari Khalid ibnu Ur'urah, pernah ada seorang lelaki menghadap kepada Sayyidina Ali, lalu berkata: "Ceritakanlah kepadaku kisah Baitullah, apakah Baitullah merupakan rumah (rumah ibadah) yang pertama kali dibangun di muka bumi ini?"
Ali karamallahu wajhah menjawab: "Tidak, tetapi Baitullah adalah rumah yang mula-mula dibangun dalam keberkatan, padanya terdapat maqam Ibrahim; dan barang siapa memasukinya, menjadi amanlah dia. Jika kamu suka, maka akan kuceritakan kepadamu bagaimana asal mula pembangunannya."
Ali melanjutkan kisahnya, bahwa sesungguhnya Allah menurunkan wahyu-Nya kepada Ibrahim. "Bangunkanlah sebuah rumah di bumi untuk-Ku!" Tetapi Ibrahim mendapat kesulitan besar untuk merealisasikannya. Lalu Allah mengirimkan sakinah, yaitu angin yang berputar. Angin ini mempunyai dua kepada (putaran); yang satu mengikuti yang lainnya, hingga sampailah keduanya di Mekkah.
Ketika sampai di Mekkah, angin tersebut membentuk lingkaran di tempat Baitullah seperti lingkaran sebuah perisai. Kemudian Allah memerintahkan kepada Ibrahim untuk membangun Baitullah di tempat angin sakinah itu berhenti.
Ibrahim membangun Baitullah hingga yang tertinggal hanyalah sebuah batu. Lalu Ismail pergi mencari sesuatu dan Ibrahim berkata kepada anaknya itu: "Carikanlah sebuah batu seperti apa yang aku perintahkan." Ismail berangkat untuk mencarikan sebuah batu bagi Ibrahim, lalu ia datang membawa batu tersebut, tetapi ia menjumpai Hajar Aswad telah terpasang di tempat tersebut.
Maka ia bertanya: "Hai ayahku, siapakah yang mendatangkan batu ini kepadamu?" Ibrahim menjawab: "Batu ini didatangkan kepadaku oleh seseorang yang tidak mengandalkan peran sertamu."
Malaikat Jibril mendatangkan batu itu dari langit, lalu Ibrahim menyempurnakan bangunannya. Riwayat lain menceritakan, Malaikat Jibril datang kepada Ibrahim dengan membawa Hajar Aswad dari India. Pada mulanya Hajar Aswad berwama putih. Ia adalah batu Yaqut berwana putih seperti bunga Sagamah (putih bersih). Pada mulanya batu itu dibawa oleh Nabi Adam dari surga ketika diturunkan ke bumi, lalu batu itu menjadi hitam karena dosa-dosa manusia.
Ketika bangunan Kakbah makin tinggi, Nabi Ibrahim yang berusia lanjut merasa lemah untuk mengangkat batu. Maka beliau berdiri di atas batu atau dikenal dengan Maqam Ibrahim yaitu batu tempat pijakan kaki Nabi Ibrahim saat membangun Kakbah. Sedangkan Ismail memberikan batu-batu itu kepadanya. Keduanya bekerja seraya mengucapkan doa berikut: "Ya Tuhan kami, terimalah dari kami (amalan kami). Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (Al-Baqarah: 127)
Bangunan Kakbah masih tetap utuh hingga terjadi peristiwa kebakaran pada awal pemerintahan Abdullah ibnu Zubair, yaitu sesudah Tahun 60 Hijriyah di akhir masa kekuasaan Yazid ibnu Mu'awiyah. Pada masa Abdullah ibnu Zubair, Kakbah dibongkar kemudian dibangun kembali sesuai fondasi Nabi Ibrahim dan memasukkan Hijir Ismail ke dalamnya, serta membuat dua buah pintu yang dekat dengan tanah, yaitu pintu sebelah timur dan sebelah barat.
Sampai saat ini Kakbah tetap dalam keadaan utuh. Nabi mengabarkan suatu masa nanti Kakbah akan dirusak oleh orang-orang Habsyah yang berkaki pengkor, seperti yang disebutkan di dalam Kitab Sahihan, dari sahabat Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda: "Kelak Kakbah akan dirusak oleh Suwaiqataini (orang-orang yang berkaki pengkor) dari kalangan orang-orang Habsyah."
Wallahu A'lam
(rhs)