Meninggalkan Maksiat Adalah Jalan Menuju Ma'rifatullah

Senin, 06 Juli 2020 - 06:10 WIB
loading...
Meninggalkan Maksiat Adalah Jalan Menuju Marifatullah
Jiwa seorang muslimah harus dididik agar aktivitasnya selalu dalam kerangka menjalankan keta’atan pada Allah Ta’ala. Foto ilustrasi/theislamicmonthly
A A A
Sebagai seorang muslim, baik laki-laki maupun perempuan, hendaknya sadar bahwa hidupnya akan selalu dikontrol oleh para malaikat. Catatan malaikat inilah yang kelak akan dibuka di yaumil hisab atau hari perhitungan. Catatan akan dibuka di hadapan hakim yang maha agung dan pencipta seluruh alam dan isinya, AllahAzza wa Jalla.

Raqib dan ‘Atid , misalnya, adalah malaikat yang ditugasi Allah Ta’ala untuk mencatat amal baik dan amal buruk. Karena setiap perbuatan akan dihisab itulah, hendaknya muslimah rutin melakukan muhasabah dan instropeksi diri. Apakah dalam dirinya masih banyak maksiat atau lebih cinta kepada keta’atan. Jiwa seorang muslimah harus dididik agar aktivitasnya selalu dalam kerangka menjalankan keta’atan pada Alla Ta’ala.

Jangan sampai manusia tertipu. Mereka mengharapkan kebahagiaan di dunia tapi tidak bercampur dengan kemaksiatan kepada Allah. Manusia mencari harta dengan susah payah, jabatan dan kedudukan yang tinggi, namun, jika tidak muhasabah, bisa jadi kesengsaraan akhirat yang akan didapat. Dalam mencari harta dunia , manusia justru mencampurkan dengan kemaksiatan dalam perilakunya sehari-hari. (Baca juga : Inilah Keuntungan Orang Tua Memiliki Anak yang Saleh )

Padahal, perbuatan maksiat memiliki banyak sekali dampak buruk. Di antaranya, pertama, akan terhalang dari mendapatkan ilmu. Padahal ilmu adalah cahaya yang diberikan oleh Allah kepada hati seorang hamba. Kedua, terhalang atau merasa malas melakukan ibadah kepada Allah. Ketiga, hatinya akan suram dan merasa terasing dari agama. Keempat, hatinya sempit dan lemah, serta akibat buruk lainnya.

Kebanyakan orang tidak memahami dampak buruk maksiat yang memang kadang tidak langsung dirasakan. Namun, efeknya akan dirasakan beberapa waktu kemudian. Dan bagi seorang hamba yang perilakunya penuh dengan maksiat akan bisa menyesakkan hatinya, membuatnya gelisah, dan gundah.

Sebaliknya, dengan meninggalkan maksiat, engkau akan meraih kebahagiaan yang sesungguhnya. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda;

الْبِرُّ مَا اطْمَأَنَّتْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَاطْمَأَنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ ، وَالإِثْمُ مَا حَاكَ فِى النَّفْسِ وَتَرَدَّدَ فِى الصَّدْرِ وَإِنْ أَفْتَاكَ النَّاسُ وَأَفْتَوْكَ

“Kebajikan itu adalah apa saja yang jiwa merasa tenang dengannya dan hati merasa tenteram kepadanya, sedangkan dosa adalah apa saja yang mengganjal dihatimu dan membuatmu ragu meskipun manusia memberi penjelasan kepadamu.” (HR. ad-Darimi 2588)

Para muslimah juga perlu tahu bahwa dosa dan maksiat sangat berbahaya bagi hati, seperti bahayanya racun apabila masuk ke dalam tubuh. Seluruh keburukan dan bencana yang menimpa tidak lain dikarenakan dosa dan maksiat.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ

”Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar dari kesalahan-kesalahanmu” (QS. Asy Syuara : 30)

Salah satu bentuk kemaksiatan yang sering dianggap remeh muslimah adalah enggan menutup aurat. Padahal, menutup aurat atau berhijab bagi muslimah adalah perintah langsung dari Allah. Seperti firman-Nya :

يٰۤـاَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِّاَزْوَا جِكَ وَبَنٰتِكَ وَنِسَآءِ الْمُؤْمِنِيْنَ يُدْنِيْنَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَا بِيْبِهِنَّ ۗ ذٰلِكَ اَدْنٰۤى اَنْ يُّعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَا نَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا

"Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. Al-Ahzab 33: Ayat 59)

Tidak menutup aurat juga menjadi salah satu sumber perzinahan. Al-Hafidz Ibn al-Jauzi, mengatakan bahwa andai saja orang yang melakukan maksiat menyadari, betapa kenikmatan maksiat itu hanya sesaat, kemudian setelah itu dia merasakan akibat kemaksiatannya, yaitu kemurkaan Allah, dosa dan siksa-Nya, maka orang itu tidak akan sanggup melakukan maksiat.(Baca juga : Pola Makanan Sehat Menurut Al-Qur’an dan Hadis (2) )

Yang ironi, ada orang yang melakukan maksiat, berzina dan berzina, mencuri dan mencuri, makan riba dan makan riba, anehnya tetap merasa tidak ada masalah. Baginya, kemaksiatannya itu tidak ada dampaknya secara nyata dalam hidupnya. Dia pun enjoy menikmati hidup bergelimang maksiat. Apa yang sesungguhnya terjadi pada orang seperti ini?

Ibn al-Jauzi memberikan jawaban, “Kemaksiatan itu diganjar dengan kemaksiatan.” maksudnya, ketika orang melakukan satu maksiat, lalu diikuti maksiat berikutnya, maka kemaksiatan berikutnya itu sesungguhnya adalah siksa Allah, tetapi dia tidak merasa, bahwa dia sedang disiksa oleh Allah. Sebaliknya, “Kebaikan setelah kebaikan adalah pahala bagi kebaikan itu.”

Orang yang melakukan maksiat, terkadang tidak merasa dirinya melakukan maksiat. Padahal, dampak maksiatnya itu membuat hatinya tidak lagi merasakan nikmatnya ketaatan. Dia salat dan berdoa pun tidak bisa khusyu’. Salat dan doanya pun kehilangan ruhnya, akibatnya salat dan berdoa, tetapi tidak ada pengaruhnya.

Maksiat juga bisa melemahkan indahnya taat kepada Allah Ta'ala. Jika kita sudah mulai dihinggapi tanda-tanda tadi, maka waspadalah. Segeralah kembali, sebelum jauh meninggalkan jalan Allah Ta'ala. Maksiat akan mengantarkan manusia ke neraka. Sedangkan amal yang baik akan mengantarkan ke surga. Karena itu, agar jauh dari maksiat maka muslimah harus memperbaiki amalnya. Tingkatkan ahsanul amal atau amal atau perbuatan yang baik.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1935 seconds (0.1#10.140)