Catatan Mualaf Jerman Wilfred Hoffman tentang Pantheisme, Hegelianisme dan Gnostisisme

Rabu, 30 November 2022 - 16:32 WIB
loading...
Catatan Mualaf Jerman Wilfred Hoffman tentang Pantheisme, Hegelianisme dan Gnostisisme
Murad Wilfred Hoffman, mualaf asal Jerman. Foto/Ilustrasi: Ist
A A A
Mualaf asal Jerman Murad Wilfred Hoffman membuat catatan harian bertajuk Selamat Datang Pantheisme, Hegelianisme, dan Gnostisisme dalam buku berjudul "Pergolakan Pemikiran: Catatan Harian Muslim Jerman" (Gema Insani Press, 1998). Catatan harian ini ditulis saat ia berada di Brussel, pada 25 November 1985.



Berikut catatan tersebut:

Tujuh pekan telah berlalu sejak aku membaca dalam majalah Frankfurt Zeitung sebuah rubrik dialog agama yang berisi kritik terhadap buku Leonardo Bot yang berjudul "Ketuhanan Kebehasan".

Urs Von Baltz meramalkan bahwa Hans Kung --seorang profesor kondang asal Swiss yang menggeluti bidang Teologi Katolik-- apakah ia sebenarnya masih Protestan ataukah sudah masuk Islam?

Peristiwa ini menarik sekali. Lalu aku bertanya kepada diriku sendiri; apakah yang kulihat hanya peristiwa pers --sekadar dialog antara dua orang pakar-- atau aku sedang menyaksikan terbukanya wawasan keilmuan yang lebih dewasa? Apakah dialog ini menyiratkan adanya kekosongan keagamaan atau kerinduan massa akan semacam ketenangan berakidah?

Jika ada orang beranggapan ada suatu indikasi yang berbahaya bahwa orang-orang Kristen mulai meninggalkan akidah dan gereja mereka, maka anggapan semacam ini tidaklah mengagetkan.

Oleh karena, mantan Presiden Jerman, Prof. Dr. Karl Kartens, tidak berkeberatan membicarakan fenomena yang mencemaskan ini, di Jenewa pada 29 Agustus 1985. Ketika itu, ia berkata, "Apa pun yang menyangkut perkembangan masa depan, maka sesuatu yang sangat membuatku cemas bukanlah masalah bom atom, pencemaran lingkungan, atau ledakan populasi penduduk di dunia ketiga. Namun, yang sungguh mencemaskan diriku adalah bahwa kita sedang kehilangan peradaban kita, setelah itu agama kita, dan ini menunjukkan penghabisan kita; manusia menganggap dirinya bisa memecahkan segala persoalan."



Kemudian ia berbicara tentang fakta-fakta yang menyedihkan yaitu, "Hasil polling pendapat tentang akidah agama menyatakan hanya 14 persen saja yang menyetujui memegang teguh agama. Begitulah pemuda Jerman mengalami dekadensi nilai. Hanya 6 persen umat Protestan dan seperempat umat Katolik Jerman yang selalu pergi ke gereja dengan teratur. Kegiatan nyata yang dilakukan pemuda-pemuda di gereja-gereja Barat dan utara Eropa umumnya didasari alasan politis.

Dialog di antara orang Kristen tersebut menghasilkan kepentingan lain, sehubungan dengan umat Islam. Itu karena Bove dan Kung kembali memasukkan jati diri Almasih dan kemungkinan manusia dan Tuhan tidak terpisah dalam satu diri dalam diskursus mereka?

Dalam konteks ini, jelas bahwa segala macam justifikasi terhadap trinitas, sampai saat ini tampak pincang.

Sebagai contoh, kita lihat cetakan terbaru dari buku-buku ajaran-ajaran Katolik yang ditujukan untuk konsumsi orang dewasa dan menggunakan pendekatan sufistis; yaitu, "Pengampunan adalah tuhan sendiri melalui tubuh Almasih dengan menyatukan roh kudus."

Sungguh makna signifikan 'pengampunan' dengan segala kedalaman maknanya, berarti bahwa tuhan akan menerima kita tanpa syarat. Dia akan meridhai dan mencintai kita lewat ketuhanan Almasih dalam roh kudus.

Kita, melalui cinta akan bersatu dengan total. Dan, kita lewat hubungan pribadi dan kebenaran kita dengan tuhan akan memberi saham secara pribadi terhadap kehidupan tuhan." Oleh karena kata-kata idealis-utopis dari teks-teks ateisme di atas, al-Hallaj, seorang sufi muslim dieksekusi pada tahun 922.



Dalam ungkapan-ungkapan kosong tersebut, hubungan antar kalimat diikat dengan permainan kata-kata. Ajaran-ajaran ini berusaha menjadikan kedudukan Almasih sebagai "anak tuhan" yang bersatu dengan-Nya lebih bisa diterima lewat usaha pendekatan semua manusia terhadap kedudukan ini.

Selamat datang Wihdatul Wujud! Layak disebut juga, Prof. Hans Faldenfels dalam diskusi kontemporer seputar konsep trinitas (Frankfurt Zeitung edisi November 1985).

Ia berpendapat bahwa inkarnasi tuhan adalah ini hakikat. Karena berubah dan berpindahnya tuhan kepada manusia berarti ia telah "menanggalkan dirinya dari dirinya".

Faldenfells sampai pada hipotesis yang menakutkan, mungkin malah menjadikan penanya menyiratkan kengerian, "Sungguh, inkarnasi tuhan telah berpindah ke orang lain."
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2252 seconds (0.1#10.140)